SUKABUMIUPDATE.com - Gejala kecemasan yang dialami seorang pria di Inggris akhirnya terlacak pada penyebab yang tidak biasa: paparan terhadap zat beracun saat berada di angkatan laut secara berulang. Begitu disebutkan dalam sebuah laporan kasus yang diterbitkan 23 Desember di jurnal BMJ Case Reports.
Disebutkan bahwa sebelumnya, pria itu bekerja sebagai insinyur angkatan laut selama lima tahun. Selama itu, hampir setiap hari ia terkena Trichloroethylene (TCE), atau "trike", yaitu pelarut yang digunakan untuk membersihkan dan menghilangkan zat lemak pada kapal dan pesawat terbang.
Trichloroethylene adalah cairan yang tidak berwarna dengan bau yang manis. Dan salah satu kegunaan utamanya adalah menghilangkan lemak dari bagian logam, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit A.S..
Dalam kasus ini, pria tersebut mengatakan bahwa dia dan anggota awak teknik angkatan laut lainnya menyemprotkan trikloretilena pada kain, dan setiap orang yang melakukannya akan merasa "nikmat seperti mabuk". Begitu dituliskan para peneliti dalam laporan kasus tersebut. Disebutkan juga bahwa pria tersebut "secara rutin sering dikuasai pengaruh trike sampai-sampai merasa pusing karenanya."
Gejala kecil pusing dan perasaan "mabuk" ini tidak berlangsung lama, tapi munculnya perasaan itu mungkin adalah tanda pertama bahwa ini bukan pelarut yang aman untuk digunakan, kata salah seorang peneliti kasus, Dr. Joshua Au Yeung, yang mendalami tentang topik permasalahan tersebut.
Eksposur pria tersebut terhadap trikloretilena diperburuk karena kapal-kapal itu tidak berventilasi baik, dan angkatan laut tidak menyediakan peralatan pelindung apapun, seperti masker, untuk membatasi kemampuan awak kapal dalam bernapas dalam uap, Au Yeung mengatakan kepada LiveScience.
Pria 24 tahun itu pertama kali pergi ke rumah sakit akibat meminum alkohol selama seminggu berada di angkatan laut, bukan karena dia khawatir dengan paparannya terhadap trikloretilena.
Ketika di rumah sakit, dia merasa sangat cemas, dia gemetar dan bernapas dengan cepat. Selain itu, dia mengatakan kepada dokter bahwa dia merasakan sakit kepala dan penglihatannya kabur, serta dia merasakan sensasi kesemutan di sisi kanan wajahnya.
Saat itu, paparan TCE tidak terungkap karena dokter tidak menanyakan pertanyaan detail tentang pekerjaannya. Sementara riwayat penggunaan alkohol berlebih juga tidak ada dalam catatan kesehatan pria yang sudah lulus dari angkatan laut tersebut.
Pada saat itu, dia dirawat oleh seorang psikiater, yang mengira gejala pria tersebut berasal dari penarikan diri dari konsumsi alkohol, kata Au Yeung. Tapi dalam beberapa bulan kemudian, gejala kecemasannya menjadi lebih sering, sampai rasa cemas itu tidak mau pergi, menurut laporan kasus tersebut.
Itulah sebabnya psikiater pria tersebut memutuskan untuk mengirimnya ke ahli toksikologi, seorang ilmuwan yang dapat mendeteksi paparan zat beracun, dan seorang neuropsychiatrist, seorang psikiater yang mengkhususkan diri pada penyakit neurologis, untuk evaluasi yang lebih komprehensif. Tes ini menunjukkan bahwa gejala kegelisahan pria tersebut dikaitkan dengan sumber yang tak terduga: paparannya terhadap trikloretilena dilihat dari pekerjaannya sebagai insinyur angkatan laut.
Terekspos secara teratur terhadap trichloroethylene, yang merupakan toksin, dapat mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh, kata Au Yeung. Begitu toksin dihirup dan masuk ke dalam darah, bisa jadi mengiritasi dan merusak saraf secara langsung, ungkapnya.
Saat saraf teriritasi, mereka bisa menyebabkan rasa sakit, mati rasa dan sensasi terbakar, kata Au Yeung. Kerusakan pada saraf oleh toksin dapat mengubah jumlah neurotransmiter yang dilepaskannya. Misalnya, bisa mengurangi kadar serotonin, yang bisa menyebabkan depresi, lanjutnya.
Tapi, malang nasib pria ini, para dokter terlambat mengidentifikasi racunnya untuk mengurangi penyerapan TCE ke dalam darahnya. Dia mengalami kecemasan dan depresi yang parah akibat paparan racunnya, menurut laporan tersebut.
"Kerusakan telah terjadi dalam kasus ini, jadi pria itu belum membaik," kata Au Yeung.
Dua puluh tahun kemudian, pria tersebut menjadi tergantung pada alkohol, minum dua sampai tiga botol anggur setiap hari, dan mengkonsumsi berbagai obat penenang yang diresepkan untuk menghilangkan kecemasannya, tutup Au Yeung.
Sumber: Tempo