SUKABUMIUPDATE.com - Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) menempati peringkat keempat sebagai penyebab kematian utama di dunia dan diperkirakan menjadi yang ketiga di 2020. Kurangnya kesadaran dan stigma sosial terkait penyakit tersebut, sehingga hanya separuh dari sekitar 210 juta orang yang diperkirakan menderita PPOK telah resmi didiagnosis.
Indonesia termasuk yang memiliki kesadaran rendah terkait PPOK. Tidak semua penderita merasakan atau bahkan menyadari gejalanya.
“Mereka pikir hanya penyakit batuk yang tidak kunjung sembuh, padahal mereka mungkin sedang menderita PPOK, kondisi yang jauh lebih serius, sehiggga harus dilakukan pemeriksaan spirometri dan toraks untuk mendiagnosa pasien PPOK,†ujar Prof. dr. Faisal Yunus dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gejala PPOK antara lain napas yang pendek-pendek, batuk kronis, kelelahan, dan rasa sesak di dada yang berkembang secara perlahan dan tak terasa. Jika tidak diobati, kondisi ini bisa menyebabkan kematian.
Di Indonesia, PPOK biasanya dikaitkan dengan merokok dan polusi udara, tetapi penelitian telah menemukan bahwa orang yang tidak merokok pun bisa terkena PPOK. Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas) 2013 mengungkapkan bahwa jumlah pasien PPOK naik 3,7 persen.
Namun, data ini tidak mewakili keadaan sesungguhnya di Indonesia. “Sebuah studi biomassa sebagai kolaborasi antara Indonesia dan Vietnam yang dilakukan pada 2013 menemukan bahwa prevalensi PPOK pada pasien bebas rokok sama tingginya,†ujar Yunus.
Studi tersebut melibatkan orang-orang di atas 40 tahun yang tinggal di Banten dan DKI Jakarta sehingga menemukan prevalensi pasien PPOK sampai 6,3 persen.
Sumber: Tempo