SUKABUMIUPDATE.com - orang Belanda mengatakan masyarakat Indonesia tidak memiliki penyakit jantung koroner. “Karena mungkin era itu kadar lemak orang Indonesia lebih rendah,†ujar Ketua Perhimpunan Intervensi Kardiologi Indonesia, dr. A. Sunarya Soerianata, Sabtu 14 Oktober 2017.
Namun saat ini, di Indonesia sendiri kematian terbesar disebabkan penyakit jantung, stroke, dan penyakit-penyakit degeneratif yang berkaitan dengan perubahan pembuluh darah. Apabila tidak segera diatasi, penyakit kardiovaskular itu  akan membuat penderitanya mengalami fisik lemah pada usia muda, serangan jantung hingga stroke.
Menurut Sunarya, ada beberapa risiko individu yang menjadi biang kerok penyakit Kardiovaskular ini. “Diabetes, perokok, hipertensi, dan lemak darah yang tinggi,†kata pria berusia 65 tahun tersebut.
Ketua Panitia Pelaksana ISICAM-InaLIVE, dr. Achmad Fauzi Yahya menambahkan faktor risiko penyakit ini adalah kegemukan, kurangnya aktivitas fisik dan riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung.
Sunarya mengatakan Penyakit Kardiovaskular merupakan fenomena global yang banyak terjadi bukan hanya di Indonesia namun juga di luar negeri. Sekitar 37 persen kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit Kardivaskular.
Untuk itu mengurangi risiko penyakit Kardiovaskular, Sunarya menganjurkan untuk mengatur pola hidup. “Jangan merokok, tekanan darah dikontrol, dan konsumsi lemak dijaga,â€tuturnya. Ia menambahkan masyarakat juga harus menyadari riwayat kesehatan keluarga seperti apabila ada potensi diabetes dalam keluarga, masyarakat harus mendeteksinya sedini mungkin.
“Jadi memang,  penyakit kardiovaskular ini berhubungan dengan kualitas hidup, jadi bukan sekadar umur panjang tapi quality of life,†ujar Sunarya.
Sumber: Tempo