SUKABUMIUPDATE.com - Permainan tradisional merupakan kekayaan budaya lokal. permainan yang dimainkan oleh anak-anak jaman dulu ini, kebanyakan dilakukan dengan cara kelompok.
Namun, seiring perkembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi, permainan tradisional seperti petak umpet, egrang, conglak, lompat tali, gangsing, engklek, cublak-cublak suweng, kelereng dan lainnya sudah jarang dimainkan anak-anak masa kini.
PLH Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementeriam Pendidikan dan Kebudayaan, Dewi Indrawati, mengatakan permainan tradisional sangat penting karena bagian dari kebudaan dan tradisi. "Permainan tradisional penuh dengan nilai-nilai leluhur, yang jujur, sederhana, menarik," kata Dewi dala talkshow Festival Bermain Anak di Aula Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sabtu, 9 September 2017.
Dewi menjelaskan, banyak manfaat yang didapatkan saat bermain permainan terdasional. Misalnya, dengan bermain kelereng atau gundu yang sederhana, anak-anak diajarkan bersikap jujur dan tidak korupsi. "Kan kalau gundunya tidak kena berarti kalah, harus jujur, juga kalau kalah jangan mengambil gundu orang lain," ujarnya.
Menurut Dewi, banyak yang bisa diajarkan kepada anak dari memainkan mainan tradisional dibanding bermain gadget atau handphone. "Kalau diajari bermain gangsing, itu ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, membuat gangsing pun tidak sembarangan," ujarnya.
Manfaat lainnya, Dewi melanjutkan, bermain mainanan tradisional tanpa disadari memupuk sikap gotong royong karena dimainkan bersama-sama, menghargai orang lain, dan lebih kreatif. "Jadi, kami peduli pada permainan tradisional yang dapat dijadikan salah satu cara pendidikan mengasuh anak dan menanamkan nilai-nilai pendidikan," kata Dewi.
Psikolog anak Yulita Patricia Semet mengatakan, melakukan permainan tradisional dapat melatih kognitif atau kemampuan daya pikir (akal) anak, melatih kesabaran, ketelitian dan kreatifitas. "Juga mendukung perkembangan fisik dan sensorinya, misal memegang tanah atau rumput, juga bermain egrang, kan tidak memakai sendal, caranya bagaimana biar bisa bertahan dan berdiri di atas batok, kan fisik dan pola pikirnya juga bermain," kata Yulita.
Sumber: Tempo