SUKABUMIUPDATE.com - Ada perempuan yang berkali-kali hamil, tapi selalu mengalami keguguran. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Gatot Abdurrazak mengatakan biasanya ibu tak menyadari kalau penyebabnya berasal dari darah.Â
Sebab itu, menurut menurut Gatot, penting bagi ibu hamil untuk memeriksakan darah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rhesus antara ibu dan bayi. Rhesus darah ibu yang negatif akan menyerang darah janin yang positif. Akibat dari penolakan itu, maka anak yang dikandung terancam menderita anemia dan pembengkakan organ atau hidrops fetalis.Â
Untuk mengatasi masalah ini, Gatot mengatakan, tim dokter perlu memberikan transfusi darah langsung ke janin untuk menyelamatkan bayi. Sebelum melakukan transfusi, tim dokter menggolongkan darah berdasarkan sistem ABO (dengan pembagian golongan darah A, B, AB, dan O), darah dibagi berdasarkan rhesus, yakni protein (antigen) D yang terdapat pada permukaan sel darah merah.Â
Jika hasil tes darah seseorang menunjukkan adanya antigen D, ia termasuk memiliki rhesus positif. Sebaliknya, jika seseorang tidak mempunyai antigen D, ia termasuk memiliki rhesus negatif.
Mereka yang mempunyai rhesus negatif tak boleh menerima donor darah dari yang memiliki rhesus positif. Penyebabnya, sistem pertahanan tubuh orang yang mempunyai rhesus negatif akan menganggap darah yang masuk ke tubuh dengan rhesus positif itu sebagai benda asing yang perlu dilawan.Â
Sama seperti ketika tubuh kemasukan virus atau bakteri. Tubuh akan membentuk antibodi untuk menyerang darah yang masuk tersebut. Perbedaan rhesus ini bisa terjadi antara ibu dan janinnya. Menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan Rully Ayu Nirmalasari, perempuan yang mempunyai rhesus negatif bisa mengalami masalah saat hamil kalau anak yang dikandungnya memiliki rhesus positif.
Ini lantaran ibu yang mempunyai rhesus negatif menikah dengan ayah yang memiliki rhesus positif. â€Anaknya bisa mempunyai rhesus negatif atau positif,†ujarnya. Kalau anak sama-sama mempunyai rhesus negatif, kata dia, tak akan ada masalah karena karakter darah janin tak berbeda dengan darah ibu. Namun, jika anak memiliki rhesus positif, darah ibu akan melacak adanya benda asing atau protein yang terdapat pada darah anaknya tadi, yang tak dipunyai oleh darah ibu. â€Sehingga kemudian tubuh ibu akan membentuk antibodi,†katanya.
Pembentukan antibodi ini tak serta-merta saat hamil. Rully mengatakan harus ada kontak darah antara ibu dan janinnya dulu sampai darah ibu mengenali benda asing tersebut. Kontak darah ini bisa terjadi jika ibu mengalami perdarahan atau dilakukan tindakan yang menembus antara ibu dan janin, seperti pengambilan darah untuk mengetahui kromosom. “Kena 0,1 milimeter saja, darah keduanya bisa bersentuhan,†ucapnya.
Selain itu, menurut dokter spesialis anak Setyadewi Lusyana, antibodi ibu akan terbentuk jika ibu sebelumnya mendapatkan transfusi darah dengan rhesus positif. Akibatnya, tubuh membentuk antibodi lebih dulu sebelum kehamilan. Maka, saat hamil janin dengan rhesus positif, tubuh ibu sudah memiliki “pasukan†untuk menyerang benda asing yang ada dalam darah janin.
Lusy mengatakan banyak calon ibu tak paham dengan masalah perbedaan rhesus ini. Mereka biasanya baru datang setelah berkali-kali mengalami keguguran. Padahal, kata dia, masalah semacam ini bisa
dicegah.
Efek perbedaan rhesus ini bermacam-macam. Salah satunya hidrops fetalis akibat proses peradangan sehingga terjadi kebocoran cairan di pembuluh darah. Akibatnya, cairan akan menumpuk pada organ tertentu. â€Jika terjadi di paru-paru, janin bisa kesulitan bernapas,†ujarnya.
Karena perlawanan antibodi ibu, sel darah merah janin juga akan pecah sehingga mengakibatkan janin menjadi kuning akibat munculnya bilirubin yang tinggi. Ini biasanya terjadi pada trimester akhir kehamilan. â€Setiap bayi akan mengalami bilirubin yang tinggi. Tapi, jika diakibatkan oleh perpecahan darah akibat antibodi ibu, bilirubinnya akan sangat tinggi dan lebih susah ditangani,†ucapnya.
Akibat perpecahan darah ini, menurut Lusy, bayi juga akan kekurangan darah. Efeknya, oksigen yang masuk ke tubuh kurang dari yang dibutuhkan, sehingga akan mengganggu kerja jantung, memperberat kerja paru-paru, dan menghambat perkembangannya. Bayi pun bisa meninggal dalam kandungan.Â
Kalaupun bisa selamat dan dilahirkan, kemungkinan besar bayi akan menderita cacat mental akibat anemia dan kekurangan oksigen yang dipasok ke otak. â€Karena kondisinya sudah begitu buruk, bayi biasanya tak selamat dalam hitungan hari,†ujarnya.
Menurut Lusy, tingkat keparahan ini salah satunya bergantung pada urutan kehamilan. Penyebabnya, makin sering hamil, antibodi yang diproduksi oleh tubuh ibu makin kuat sehingga makin masif menyerang janin yang dikandung. Kondisi anak kedua akan lebih parah ketimbang anak pertama. Begitupun anak ketiga, akan lebih parah ketimbang anak kedua. “Makin banyak kehamilan terjadi, risikonya makin tinggi dan keparahannya lebih besar,†katanya.
Karena itu, jika ibu sering mengalami keguguran, Lusy menyarankan ibu agar memeriksakan darahnya. Bisa jadi ini adalah akibat dari rhesus darah ibu yang negatif dan janin yang positif.
Tapi, sebelum semua ini terjadi, lebih baik para calon ibu memeriksakan darahnya saat hamil. Jika rhesus-nya negatif dan pasangan positif, ibu mesti mendapatkan vaksin anti-D immunoglobulin (RhoGam).
Imunisasi ini diberikan ketika usia kehamilan 28 pekan, saat sudah mendekati trimester akhir. Atau jika anak sudah lahir dan diketahui memiliki rhesus positif, injeksi dilakukan 72 jam setelah persalinan. “Dengan pemberian ini, 99 persen masalah penyerangan antibodi ibu bisa tertangani,†ujar Lusy.Â
Â
Sumber: Tempo