SUKABUMIUPDATE.com - Cedera saraf pleksus brakialis terjadi ketika jaringan saraf yang mengendalikan gerakan dan sensasi di lengan mengalami kerusakan. Saraf pleksus brakialis merupakan kumpulan serat saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang, melewati bawah tulang selangka, dan bercabang ke berbagai bagian lengan. Jika saraf ini mengalami cedera, sinyal dari otak ke otot lengan terhambat, menyebabkan kelumpuhan sebagian atau total pada lengan.
Tingkat keparahan cedera ini bervariasi. Jika hanya otot bahu dan siku yang terdampak, kondisi ini disebut Erb Palsy. Jika seluruh lengan hingga pergelangan tangan mengalami kelumpuhan, disebut total plexus palsy.
Penyebab Cedera Saraf Pleksus Brakialis pada Anak
Pada bayi yang baru lahir, cedera ini sering terjadi akibat komplikasi saat persalinan. Misalnya, saat bahu bayi tersangkut di panggul ibu, tenaga yang digunakan untuk menarik bayi keluar dapat menyebabkan peregangan atau robekan saraf pleksus brakialis.
Pada anak yang lebih besar, cedera ini bisa terjadi akibat trauma, seperti jatuh atau kecelakaan yang menyebabkan leher dan bahu tertarik dengan keras. Jika saraf hanya meregang, pemulihan bisa berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan. Namun, jika saraf sobek atau terputus, diperlukan intervensi medis lebih lanjut.
Baca Juga: 7 Jenis Makanan yang Baik untuk Mata Sehat Selain Wortel
Gejala Cedera Saraf Pleksus Brakialis
Gejala yang muncul tergantung pada tingkat keparahan cedera, meliputi:
- Lengan lemah atau lumpuh sebagian
- Posisi lengan abnormal, seperti berputar ke dalam atau pergelangan tangan menekuk ke bawah
- Kesulitan menggerakkan atau mengendalikan lengan
- Rasa sakit atau mati rasa di lengan
- Masalah dengan pembentukan bahu akibat otot yang lemah
Jika tidak ditangani, anak berisiko mengalami keterbatasan fungsi lengan dalam jangka panjang.
Diagnosa dan Pemeriksaan Tambahan
Dokter akan memeriksa kekuatan otot dan rentang gerak anak untuk menilai tingkat cedera. Tidak ada satu tes spesifik yang bisa langsung memastikan keparahannya. Oleh karena itu, pemeriksaan berulang sering dilakukan untuk memantau perkembangannya.
Beberapa tes tambahan yang dapat dilakukan meliputi:
- Ultrasonografi (USG): Mengevaluasi perkembangan bahu sejak bayi berusia 3 bulan.
- MRI: Melihat kondisi saraf dan apakah terjadi robekan di dekat sumsum tulang belakang.
- Tes konduksi saraf: Mengamati apakah sinyal listrik masih bisa melewati saraf yang cedera.
Baca Juga: Gempa M5,6 di Samudra Hindia Sukabumi Tak Berpotensi Tsunami, Akibat Aktivitas Sesar Dasar Laut
Perawatan Non-Bedah untuk Cedera Saraf Pleksus Brakialis
Jika cedera ringan, anak dapat pulih dengan sendirinya dalam beberapa bulan. Namun, jika tidak ada perbaikan dalam waktu 1 bulan, terapi fisik dan okupasi sangat disarankan.
1.Terapi Fisik dan Okupasi
Terapi ini bertujuan untuk:
- Mencegah kekakuan sendi dengan latihan peregangan
- Melatih penggunaan lengan dan tangan
- Meningkatkan keterampilan motorik
2. Penggunaan Splint dan Gips
Beberapa anak mungkin memerlukan splint atau gips untuk membantu menstabilkan posisi lengan dan mencegah kekakuan sendi.
3. Suntikan Botox
Untuk kasus tertentu, dokter dapat menyuntikkan toksin botulinum (Botox) guna melemahkan otot yang terlalu kuat, sehingga rentang gerak sendi dapat meningkat.
Perawatan Bedah untuk Cedera Saraf Pleksus Brakialis
Jika cedera cukup serius dan tidak membaik dengan terapi, operasi bisa menjadi pilihan. Beberapa jenis prosedur bedah yang tersedia meliputi:
1. Graft Saraf
Mengambil bagian saraf sehat dari tubuh untuk menggantikan saraf yang rusak.
2. Transfer Saraf
Memindahkan saraf yang masih berfungsi ke area yang mengalami kerusakan.
3. Transfer Otot atau Tendon
Menggunakan otot lain untuk membantu mengembalikan fungsi otot yang lemah.
4. Osteotomi
Memperbaiki posisi atau bentuk tulang yang terganggu akibat ketidakseimbangan otot.
Pemulihan Pasca Perawatan
Sebagian besar anak mengalami perbaikan fungsi lengan dalam satu hingga dua tahun pertama setelah cedera atau operasi. Selama masa pemulihan, latihan rutin dan kunjungan berkala ke dokter sangat penting.
Beberapa efek jangka panjang yang mungkin terjadi meliputi:
- Lengan yang terkena lebih kecil atau lebih pendek
- Pergerakan terbatas pada beberapa sendi
- Kelemahan otot permanen
Terapi jangka panjang dan perawatan lanjutan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup anak dan memastikan mereka tetap aktif serta mandiri.
Sumber: medicinenet