SUKABUMIUPDATE.com - Melihat anak yang GTM tentu membuat Ibu merasa pusing. Kadang, si Kecil menutup mulut rapat-rapat atau bahkan melepeh makanan yang sudah berhasil masuk ke mulutnya.
Apa Itu GTM?
GTM adalah singkatan dari "gerakan tutup mulut," istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika anak menolak makan dengan menutup mulutnya saat Ibu mencoba menyuapinya.
Hal ini cukup umum terjadi, terutama pada anak yang memasuki usia satu tahun. Kondisi ini biasanya mencapai puncaknya ketika anak berusia dua tahun.
Pada fase ini, anak mulai merasa lebih mandiri sehingga seringkali menunjukkan sikap “menentang” sebagai bentuk kemandirian.
Apa Penyebab Anak Mengalami GTM?
Selain keinginan untuk menunjukkan kemandirian, ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan anak mogok makan, bahkan menolak makanan favoritnya. Beberapa penyebab tersebut meliputi:
- Perubahan laju pertumbuhan.
- Terlalu banyak gangguan saat makan.
- Kebiasaan makan sambil berjalan-jalan.
- Rasa bosan dengan menu makanan yang itu-itu saja.
- Anak memang belum merasa lapar.
Tips Mengatasi Anak GTM
Ustaz sekaligus praktisi kesehatan, dr. Zaidul Akbar, memberikan tips untuk mengatasi anak yang mengalami GTM. Dalam sebuah video di akun YouTube resminya, @dr Zaidul Akbar Official, ia berbagi cara mengatasi kondisi ini agar anak mau makan kembali.
Sebagai orang tua, baik ayah maupun ibu, ada satu hal yang sangat penting untuk dibangun di keluarga, yaitu keteladanan. Keteladanan adalah contoh terbaik yang dapat diberikan kepada anak-anak.
Penting bagi orang tua, terutama ayah sebagai pemimpin keluarga, untuk memberikan teladan yang baik dalam segala aspek, termasuk dalam hal ibadah.
Sebagai contoh, jika seorang ibu mengajarkan anak untuk tidak makan dengan tangan kiri atau tidak makan sambil berdiri, tetapi kemudian sang anak melihat ayahnya melakukan hal yang bertentangan, maka semua pengajaran itu bisa hilang begitu saja. Keteladanan adalah proses yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan konsistensi.
Contoh lain, ketika ada orang tua yang menitipkan anaknya ke pondok pesantren, lalu mendapati kabar bahwa anaknya bermasalah di sana, sebagian orang tua cenderung menyalahkan pesantren. Padahal, sikap anak dalam waktu singkat itu merupakan hasil didikan dari rumah.
Ulama telah menyebutkan bahwa pengaruh terbesar terhadap pembentukan karakter anak berasal dari lingkungan rumah, yaitu sebesar 60%, sedangkan lingkungan luar dan sekolah hanya berkontribusi masing-masing 20%.
Oleh karena itu, teladan yang diberikan di rumah menjadi kunci utama dalam membentuk kepribadian anak.
Kesabaran dalam Memberikan Teladan
Teladan tidak selalu langsung memberikan hasil yang terlihat. Dalam kasus saya sendiri, tidak semua anak langsung mengikuti apa yang saya ajarkan.
Namun, dengan kesabaran, beberapa anak mulai menunjukkan perubahan. Misalnya, ada anak saya yang berkata, “Saya ingin makan seperti Ayah,” atau ada yang mulai menyukai makanan sehat seperti tempe tanpa perlu diarahkan.
Dalam hal kesalehan, ulama mengatakan bahwa jika kesalehan orang tua dilakukan dengan ikhlas karena Allah, maka hal itu akan menjadi bekal luar biasa bagi anak-anak mereka. Begitu pula dalam hal-hal yang lebih sederhana, seperti membiasakan shalat tepat waktu.
Dialog Lebih Baik Daripada Doktrin
Khususnya untuk anak-anak yang sudah memasuki usia tamyiz (sekitar 7–10 tahun), penting bagi orang tua untuk membangun dialog, bukan sekadar mendoktrin.
Anak-anak pada usia ini sudah mulai memahami mana yang benar dan salah, tetapi mereka masih membutuhkan arahan dan komunikasi yang sehat.
Sebagai contoh, ketika saya pergi ke supermarket bersama anak, saya ajak mereka berdialog tentang pentingnya memilih produk yang halal. Saya tunjukkan cara membaca label halal pada kemasan dan mengajari mereka memilih barang dengan bijak.
Melalui dialog seperti ini, anak-anak belajar untuk memahami nilai-nilai yang diajarkan, bukan hanya mengikuti perintah tanpa pemahaman.
Untuk menghindari anak mengalami GTM, dr. Zaidul Akbar juga menyarankan agar Ibu lebih sering menyediakan buah dan sayur dengan beragam warna dan rasa. Hal ini dapat memicu rasa ingin tahu anak sehingga ia tertarik untuk mencicipi makanan tersebut.
Selain itu, kreasikan menu dari bahan-bahan yang ada di kulkas agar anak semakin tertarik mencoba makanan yang disajikan.
Dalam mendidik anak terutama dalam menangani anak yang GTM, keteladanan dan dialog adalah kunci utama. Seperti halnya jika anak belum konsisten makan, ibadah, atau kebaikan lainnya, jangan langsung dimarahi.
Bersabar, berikan teladan, dan terus ajak mereka berdialog. Insya Allah, dengan pendekatan ini, mereka akan memahami dan berubah menjadi lebih baik.