SUKABUMIUPDATE.com - Penyakit terkait asam lambung atau penyakit refluks gastroesofageal (GERD) adalah salah satu kondisi gastrointestinal (GI) yang paling umum ditemui di ruang praktik dokter.
Banyak orang melihat perubahan gaya hidup dengan harapan dapat membantu mengurangi GERD, agar berhenti minum obat dan sembuh. Salah satunya dengan melakukan puasa intermiten atau Intermitten Fasting.
Puasa intermiten atau puasa berselang adalah pola makan yang melibatkan siklus antara puasa dan makan, dengan fokus lebih sedikit pada jenis makanan yang dimakan dan lebih pada waktu makannya.
Mengutip dari laman food guides, puasa intermiten sering dipromosikan untuk membantu meningkatkan tekanan darah, kadar kolesterol, gangguan peradangan, obesitas, dan pengendalian gula darah. Kini para peneliti sedang mencari bagaimana Intermitten Fasting dapat bermanfaat dalam membantu gejala GERD.
Inhibitor pompa proton (PPI) adalah obat yang paling banyak diresepkan untuk GERD, dan banyak yang meminumnya dalam jangka panjang. Oleh karena itu, puasa intermiten kian populer karena diharapkan bisa membuat penderita GERD lepas dari obat.
Berikut ini beberapa pola umum puasa intermiten:
• Metode 16.08: Puasa (tidak makan) selama 16 jam dan makan selama jendela 8 jam
• Metode 14/10: Puasa selama 14 jam, jam makan bebas selama 10 jam
• Metode 5:2: Batasi kalori hingga 500 selama dua hari dalam seminggu. Selama lima hari lainnya dalam seminggu, Anda mengonsumsi makanan sehat/normal.
• Puasa alternatif sehari: Setiap dua hari, makanlah 25% dari asupan normal Anda. Pada hari-hari tanpa puasa, lanjutkan diet Anda seperti biasa.
• Puasa 24 jam: Puasa selama 24 jam (hanya minum), sering dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu.
Hasil Penelitian Terkait Puasa Intermiten Membantu GERD
1. Sebuah studi Journal of Clinical Gastroenterology tahun 2022 meneliti populasi kecil yang terdiri dari 25 peserta. Hanya 9 peserta yang mematuhi aturan puasa intermitten 16:8.
Mereka melihat 35 hari puasa intermitten dengan 65 hari tanpa Intermitten Fasting. Pada peserta yang mematuhi aturan puasa 16:8, gejala GERD mereka membaik dengan cepat dan terus-menerus selama penelitian.
2. Sebuah studi tahun 2023 dari The Cureus Journal of Medical Science berfokus pada puasa Ramadan dan dampaknya terhadap masalah GI. Ramadan adalah bulan suci yang dirayakan oleh umat Islam, yang berpuasa dari makanan, air, dan aktivitas seksual dari matahari terbit hingga terbenam selama 30 hari.
Studi ini mengamati 130 orang yang dibagi menjadi kelompok yang berpuasa dan tidak berpuasa menggunakan kuesioner GERD. Mereka menyimpulkan bahwa gejala GERD kurang parah selama Ramadan dibandingkan selama bulan-bulan selain Ramadan.
Namun, sebuah studi tahun 2018 dari Journal of Nutrition, Fasting and Health menemukan bahwa puasa Ramadan tidak memengaruhi gejala GERD pada pasien yang mengonsumsi obat antisekresi seperti penghambat reseptor H2 dan PPI.
3. Di sisi lain, sebuah studi tahun 2021 di American Journal of Clinical Nutrition melaporkan adanya perombakan mikrobioma usus yang signifikan selama puasa intermiten terkait Ramadan pada individu sehat non-obesitas.
Perlu diingat bahwa penelitian terbatas, dan meskipun ada beberapa penelitian menjanjikan yang tersedia, diperlukan lebih banyak penelitian dengan uji coba kontrol acak dan ukuran sampel yang lebih besar sebelum benar-benar menentukan apakah puasa intermiten berperan sebagai strategi efektif untuk mengurangi gejala GERD.
Jika Anda memiliki GERD, konsultasikan dengan dokter Anda untuk mendiskusikan apakah puasa intermiten aman dan tepat untuk Anda.