SUKABUMIUPDATE.com - Para pemudik lebaran diimbau untuk mewaspadai serangan penyakit flu singapura, yaitu salah satu penyakit infeksi yang sangat menular yang diakibatkan oleh virus yang biasa disebut Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD).
Menngutip dari tempo.co, Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kemenkes Achmad Farchanny Tri Adriyanto mengatakan berdasar catatan kasus flu singapura meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pemantauan hingga pekan ke-11 di 2024, sudah lebih dari 5 ribu pasien terinfeksi penyakit akibat tersebut.
Hal ini diyakini berkaitan dengan tren yang sedang melanda negara tetangga, Singapura, yang juga melaporkan fenomena serupa.
Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut flu singapura banyak menular pada anak.
Menurut Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Tjandra Yoga Aditama, HFMD cukup menular melalui kontak langsung, cairan hidung dan tenggorokan, saliva, cairan dari blister atau tinja pasien. Masa penularan paling tinggi pada minggu pertama terinveksi.
"Tidak ada pencegahan khusus untuk HFMD, tetapi risiko tertular dapat diturunkan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti cuci tangan pakai sabun (CTPS). Kalau keluhan cukup berarti memang baik berkonsultasi ke petugas kesehatan terdekat," katanya.
"Penyakit ini nama sebenarnya adalah HFMD atau yang sering kali salah kaprah disebut sebagai flu singapura, merupakan penyakit yang cukup sering ditemui pada anak dan bayi," tambah Yoga.
Ia mengatakan HFMD memiliki masa inkubasi 3-7 hari ditandai dengan demam, muncul ruam pada kulit dan blister atau benjolan kecil di telapak kaki, tangan dan mukosa mulut. Penderita cenderung tidak nafsu makan dan nyeri pada tenggorokan.
"Biasanya, setelah satu atau dua hari setelah demam, timbul keluhan nyeri di mulut dimulai dari blister sampai kemudian dapat menjadi mucus. Lesi dapat terjadi pada lidah, gusi atau bagian dalam mulut lainnya," katanya.
Tjandra yang juga Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI menyebut HFMD bukan penyakit berat dan akan sembuh dalam 7-10 hari, pengobatan hanya bersifat suportif.
Dikatakan Tjandra penyebab HFMD adalah enterovirus, termasuk coxsackievirus A16, EV 71 dan echovirus.
"Memang pada kejadian amat sangat jarang, HFMD akibat EV 71 juga dapat menyebabkan meningitis dan bahkan encephalitis. Infeksi EV 71 bermula dari saluran cerna yang kemudian menimbulkan gangguan neurologik. Selain itu, HFMD akibat coxsackievirus A16 juga dapat menyebabkan meningitis," katanya.
Gejala HFMD biasanya demam disertai sariwan. Dokter spesialis anak Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo Sp.A(K) mengatakan flu singapura berbeda dengan sariawan biasa meskipun sama-sama menyebabkan lesi di mulut.
“Sariawan biasa hanya di mulut, wujudnya hampir sama, maka kadang-kadang orang tua ke dokter anaknya nggak mau makan pas dilihat karena ada lesinya di mulutnya,” kata Edi dalam diskusi daring, Selasa, 2 April 2024.
Lesi di mulut pada HFMD sama seperti sariawan yang juga dapat menyebabkan anak malas makan dan kesulitan menelan. Lesi dan lentingan juga bisa muncul di sekitar mulut bagian luar dan bibir.
Selain sariawan, penyakit lain yang juga kerap disamakan dengan Flu Singapura adalah cacar air dan campak. Namun Edi menegaskan bahwa keduanya berbeda dengan Flu Singapura dilihat dari lokasi munculnya lesi.
“Cacar air, lesinya di badan baru keluar, lesi lentingan tepi kulitnya merah kalau Flu Singapura tidak, dari lokasinya Flu Singapura paling sering di telapak kaki, telapak tangan dan mulut, kalau cacar jarang di telapak tangan,” katanya.
Lesi atau luka pada kulit akibat lentingan pada kasus penyakit cacar bisa membekas pada kulit, namun pada Flu Singapura, lesi akan hilang dengan sendirinya tanpa menyebabkan bekas.
Hal ini karena lesi lentingan pada Flu Singapura tidak sedalam cacar yang bisa menembus hingga lapisan kedua jaringan kulit.
Perbedaan lainnya, kata Edi, Flu Singapura tidak menyebabkan kekebalan dan bisa terkena kembali jika daya tahan tubuh menurun. Berbeda dengan cacar yang jika sudah terkena maka tubuh bisa membentuk kekebalan sehingga jarang cacar bisa terkena kembali di kemudian hari.
“Virus ini tidak menyebabkan kekebalan, beda dengan cacar atau campak bisa kebal tapi virus ini nggak, kalau musim ini kena besoknya bisa kena lagi kalau dia ada kontak, jadi masih bisa kena,” kata Edi.
Edi menjelaskan kasus Flu Singapura tercatat cukup tinggi di usia di bawah 6 tahun pada anak di Indonesia karena kurangnya kepekaan orang tua pada penyakit ini.
Seringkali saat anak demam, sulit makan, dan muncul bintik merah, orang tua tetap menyekolahkan anak dan tidak isolasi di rumah, sehingga penyebaran pada anak sangat tinggi dan cepat.
Meskipun tergolong penyakit ringan yang bisa sembuh dalam tujuh hari, Edi mengharapkan orang tua bisa mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Flu Singapura semakin banyak dengan mengisolasi anak jika demam dan muncul bintik merah pada telapak kaki, tangan dan mulut.
“Kalau anak kena Flu Singapura di isolasi dan cegah kontak dengan anak lain karena ini menular, masa infeksius 3-5 hari, 7 hari dia sudah tidak menular walaupun lesinya dalam tahap penyembuhan tapi tidak menular,” kata Edi.
Sumber : tempo.co