SUKABUMIUPDATE.com - Bakteri Mycoplasma pneumoniae belakangan ramai diperbincangkan karena dikaitkan dengan infeksi virus COVID-19 yang pernah merebak di Indonesia. Infeksi Bakteri Mycoplasma pneumoniae bahkan disebut-sebut sebagai kejadian berulang dari COVID-19.
Padahal, meski infeksi Bakteri Mycoplasma pneumoniae dan COVID-19 sama-sama mempengaruhi pernapasan, namun penyebab keduanya jelas berbeda. COVID-19 disebabkan oleh virus sementara pneumonia yang sedang viral terjadi akibat infeksi bakteri.
Masyarakat kemudian heboh menyoal tingkat fatalitas atau keparahan ketika terinfeksi Bakteri Mycoplasma pneumoniae. Menjawab kekhawatiran itu, Kementerian Kesehatan melalui Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik menjelaskan lebih lanjut di laman resminya.
Baca Juga: 10 Ciri Laki-laki yang Memiliki Kepribadian Baik, Apa Kamu Termasuk?
Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. Nastiti Kaswandani menegaskan, tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan tingkat fatalitas karena COVID-19.
"Apabila dibandingkan dengan COVID-19, tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah hanya 0,5 sampai 2 persen, itu pun pada mereka dengan komorbiditas" kata dr. Nastiti, dikutip dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, Sabtu (9/12/2023).
Oleh karena itu, kata dr.Nastiti, pneumonia akibat Bakteri Mycoplasma sering disebut sebagai Walking Pneumonia.
Adapun disebut Walking Pneumonia lantaran gejalanya cenderung ringan sehingga pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit, sederhananya cukup melakukan rawat jalan.
“Anaknya cukup baik kondisi klinisnya sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa, makanya sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri,” jelasnya.
Baca Juga: 14 Ciri Anak Laki-laki Memiliki Kepribadian Baik, Bunda Perhatikan Sikapnya
Di kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Prof. Erlina Burhan mengatakan, pneumonia akibat Bakteri Mycoplasma sebenarnya bukanlah penyakit baru.
Mycoplasma pneumonia adalah bakteri penyebab peradangan akut pada paru ternyata telah ditemukan sejak periode 1930-an.
Akan tetapi, Bakteri Mycoplasma pneumonia menjadi perhatian dan kewaspadaan dunia baru-baru ini karena diduga telah menyebabkan kenaikan kasus pneumonia di Tiongkok Utara dan Eropa. Di dua negara itu, Bakteri Mycoplasma mayoritas menyerang anak-anak.
Karena bukan penyakit baru, kata Prof Erlina, pengobatan untuk Mycoplasma pneumoniae tidak susah dicari. Masyarakat dapat menemukan obatnya di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS.
“Makanya, masyarakat tidak perlu panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia,” katanya.
Baca Juga: 10 Ciri Perempuan Memiliki Kepribadian Baik, Hatinya Tulus
Hal terpenting untuk saat ini, lanjut Prof Erlina, adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Menurutnya, PHBS merupakan kunci utama pencegahan penyakit akibat Bakteri Mycoplasma pneumoniae.
Masyarakat juga perlu mengikuti prosedur kesehatan seperti yang direkomendasikan WHO dan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) untuk menurunkan resiko penyakit pernapasan.
Rekomendasi tersebut di antaranya melakukan vaksinasi terutama pada anak-anak, menjaga jarak dengan orang sakit, tidak bepergian saat sakit, pergi ke dokter.
Masyarakat turut dihimbau untuk mendapatkan perawatan bila dibutuhkan, memakai masker, memastikan kualitas ventilasi baik dan rutin cuci tangan.
“Kita harus waspada dan terapkan PHBS serta jangan panik,” pungkasnya.
Sumber: Kemenkes