SUKABUMIUPDATE.com - Gangguan stres pasca trauma (PTSD) punya banyak nama. Dan nama itu adalah "kejutan" dan "kelelahan pertempuran" sebelum menjadi PTSD. Selain itu, PTSD diketahui tidak hanya mempengaruhi veteran militer, akan tetapi siapa saja yang telah melalui pengalaman yang sangat traumatis.
Siapa pun dan di usia berapa pun bisa terkena PTSD, gejala yang tercantum di bawah ini paling sering terjadi pada remaja dan orang dewasa.
Institut Kesehatan Mental Nasional (NIMH) memberikan daftar gejala khusus anak, termasuk mengompol setelah menggunakan kamar mandi, lupa cara atau tidak dapat berbicara, memerankan peristiwa traumatis saat bermain, dan menjadi sangat melekat pada anak. orang tua mereka atau orang dewasa yang mereka percayai.
PTSD juga memiliki pengobatannya sendiri, oleh karena itu sangat penting untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Lagi pula, hidup dengan PTSD kemungkinan besar akan mengalami kesulitan di tempat kerja, dengan teman dan keluarga, serta dalam hubungan dengan diri sendiri.
Baca Juga: Tragedi Kebakaran SPBU Lingkar Selatan Sukabumi Masih Didalami Kepolisian
Penderita PTSD juga mungkin kesulitan meninggalkan rumah, berbicara dengan orang lain, tidur, atau menyukai diri sendiri. Kabar baiknya adalah ada cara untuk mengelola PTSD. Sebagaimana telah dilansir dari situs resmi healthline, inilah beberapa gejala PTSD :
Mengalami atau Menyaksikan Peristiwa yang Mengancam Jiwa
PTSD dapat menyerang siapa saja yang pernah mengalami peristiwa yang mengancam jiwa. Artinya bukan hanya perang, tapi kekerasan seksual, bencana alam seperti gempa bumi atau angin topan, penembakan massal, kecelakaan kendaraan bermotor, menyaksikan kematian atau cedera, kehilangan yang tidak terduga, menerima diagnosis yang mengancam jiwa, dan kejadian lainnya dapat menyebabkan PTSD.
Kilas Balik
Kilas balik dan kenangan mengganggu yang tidak diinginkan dikenal sebagai "mengalami kembali gejala", yang dapat membuat orang yang selamat dari trauma merasa seperti menghidupkan kembali peristiwa traumatis tersebut. Bau, pemandangan, dan suara seperti suara mobil yang menjadi bumerang, deru helikopter, laporan berita, atau suara seseorang, semuanya dapat memicu kilas balik.
Kilas balik dapat terjadi secara acak dan jelas. Penderitanya mungkin akan mengalami jantung berdebar kencang atau berkeringat banyak ketika hal itu terjadi.
Baca Juga: Unggah Foto dari Rumah Sakit, Achmad Fahmi Tuliskan Pesan Rindu untuk Sukabumi
Mimpi buruk
Mimpi buruk tentang peristiwa traumatis juga dianggap sebagai gejala yang dialami kembali karena dapat membuat penderita PTSD merasa seperti kembali ke waktu dan tempat traumanya.
Kita masih belum mengetahui hubungan pasti antara PTSD dan mimpi buruk yang berulang, namun tampaknya hal tersebut menciptakan siklus yang menakutkan. Sebuah ulasan yang diterbitkan pada bulan November 2018 di Nature of Science and Sleep mencatat bahwa mimpi buruk dapat terjadi melalui tahap tidur apapun, tetapi sering kali terjadi di penghujung malam.
Dalam kebanyakan kasus, mimpi buruk terkait PTSD terjadi di lokasi trauma atau mengulangi trauma tersebut. Sebaliknya, tinjauan tersebut mengatakan, mimpi buruk yang berulang dapat memperburuk gejala PTSD.
Menghindari Orang, Tempat, atau Benda
Banyak orang dengan PTSD berusaha menghindari apapun yang mengingatkan mereka pada trauma aslinya atau yang bisa menjadi pemicunya. Misalnya, seseorang dengan PTSD mungkin berhenti mengemudi setelah mengalami kecelakaan mobil atau menghindari menonton film tentang badai jika mereka pernah mengalaminya. Penghindaran ini bisa menjadi lebih luas daripada orang atau lingkungan tertentu.
Baca Juga: 10 Cara Mengobati Mental Anak yang Trauma Karena Sering Dimarahi Orang Tua
Terus Waspada terhadap Ancaman
Gejala PTSD ini disebut hypervigilance. Penderitanya akan memindai lingkungan sepanjang waktu, atau selalu waspada. Hal ini bisa melelahkan, membuat stres, dan menakutkan. Itu mungkin berarti selalu duduk membelakangi dinding di restoran atau ruang kuliah sehingga dapat melihat semua orang dan segala sesuatu yang terjadi di depan Anda.
Seperti mimpi buruk, peningkatan kesadaran ini dapat menyebabkan masalah tidur pada penderita PTSD. Tertidur dan tetap tertidur bisa menjadi lebih sulit jika ada suara atau perubahan kecil yang membangunkan Anda
Mudah Terkejut
Gejala ini, terkadang disebut hyperarousal, berkaitan erat dengan kewaspadaan berlebihan. Penderita PTSD sering kali bereaksi berlebihan saat terkejut atau terkejut, terutama jika gangguan tersebut—seperti suara, bau, kebisingan, atau penglihatan—mengingatkan mereka pada trauma aslinya. Sederhananya, ini bisa membuat Anda sangat tegang.
Mudah terkejut adalah ciri khas PTSD dan bukan merupakan gejala yang menonjol dari gangguan terkait kecemasan lainnya.
Depresi
Gejala yang berhubungan dengan suasana hati seperti depresi, kemarahan, rasa bersalah, rasa malu, dan keputusasaan tentang masa depan. Dicatat juga bahwa orang-orang dengan PTSD sering kali melepaskan diri dari orang-orang di sekitar mereka atau kurang tertarik pada aktivitas yang dulu mereka sukai. Anda mungkin merasa kebahagiaan itu mustahil atau tidak ada yang peduli pada Anda.
Baca Juga: 10 Cara Mengobati Mental Anak yang Trauma Karena Sering Dimarahi Orang Tua
Kemarahan dan Iritabilitas
Selain rasa bersalah, malu, dan sedih, orang dewasa dengan PTSD mungkin merasa mudah tersinggung dan marah. Faktanya, jenis gejala gairah tertentu adalah ledakan emosi, terkadang tanpa atau ada alasan sama sekali. Hal ini dapat terwujud dalam bentuk agresi verbal atau fisik terhadap orang dan benda.
Kemarahan bukan sekadar menjadi gila. Penderitanya mungkin merasa semakin tegang dan waspada, merasa dendam terhadap orang-orang di sekitar, sengaja terlambat atau bekerja dengan buruk, atau bahkan melukai diri sendiri. Namun, melakukan terapi perilaku kognitif dapat membantu meredakan kemarahan terkait PTSD, atau setidaknya mulai membantu mempelajari mekanisme penanggulangannya.
Merasa Ceroboh atau Merusak Diri Sendiri
Sebuah studi pada bulan Mei 2017 yang diterbitkan dalam Journal of Traumatic Stress menemukan bahwa perilaku sembrono atau merusak diri sendiri dalam hal ini ditunjukkan oleh para veteran, termasuk penyalahgunaan narkoba, menyakiti diri sendiri, perjudian berlebihan, dan agresi. Perilaku ini, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya peristiwa traumatis lainnya.
Baca Juga: Hasil Sidang Komdis dan Komite Banding PSSI: Persija dan Persebaya Kena Denda
Sakit kronis
Tidak semua orang dengan PTSD mengalami sakit kronis, dan tidak semua orang dengan sakit kronis mengalami PTSD. Namun, kedua kondisi tersebut saling tumpang tindih antara 15% dan 35% orang dengan nyeri kronis juga menderita PTSD.
Sayangnya, sakit kronis dalam beberapa kasus mengingatkan seseorang akan peristiwa traumatis, yang dapat meningkatkan gejala PTSD lebih lanjut. Ulasan pada bulan November 2019 yang diterbitkan dalam Current Pain and Headaches Reports mencatat bahwa orang dengan PTSD dan sakit kronis lebih mungkin mengalami kecemasan, depresi, dan penggunaan opioid.
Merasa Panik
Selain rasa sakit, penderita PTSD mungkin mengalami kepanikan dan gejala fisik yang menyertainya, seperti jantung berdebar kencang, berkeringat, tekanan darah naik, dan otot tegang. Beberapa orang merasa pusing, penglihatan kabur, atau mendengar telinga berdenging.
Gangguan panik berbeda dengan PTSD karena serangan panik yang menyertainya seringkali terjadi secara spontan dan tidak berhubungan dengan kejadian di masa lalu. Namun penderita PTSD mungkin mengalami serangan perasaan serupa di mana dada mereka terasa sesak atau sesak napas.
Baca Juga: 1 Kelas Ambruk, Disdik Sukabumi Prioritaskan SDN Giri Mukti Dibangun TA 2024
Hilang ingatan
Kilas balik dan mimpi buruk mungkin memaksa seseorang dengan PTSD untuk mengingat kembali traumanya berulang kali, namun mereka mungkin mendapati dirinya tidak mampu mengingat aspek penting dari pengalamannya.
Hilang ingatan ini, jika bukan disebabkan oleh cedera kepala atau zat, disebut amnesia disosiatif. Berbeda dengan lupa biasa. Menurut American Psychiatric Association (APA), ada tiga jenis amnesia disosiatif:
● Amnesia terlokalisasi, jenis yang paling umum, adalah ketika Anda tidak dapat mengingat suatu peristiwa atau periode waktu
● Amnesia selektif terjadi ketika Anda tidak dapat mengingat aspek tertentu dari suatu peristiwa
● Amnesia umum adalah ketika Anda tidak dapat mengingat identitas atau riwayat Anda
Bersalah atau malu
PTSD dapat membuat Anda berada dalam keadaan emosi negatif yang terus-menerus, yaitu rasa bersalah atau malu. Rasa malu sering kali terinternalisasi, seperti kamu merasa malu dengan apa yang terjadi pada diri kamu, dan mungkin menganggap diri sendiri berbeda atau "kurang dari".
Rasa bersalah terjadi ketika memiliki perasaan negatif terhadap suatu perilaku atau tindakan (atau kelambanan). Seperti Merasa bersalah karena tidak "berbuat lebih banyak" atau sepertinya tidak bisa mencegah trauma tersebut. Dengan kata lain, menyalahkan diri sendiri. Maklum, rasa bersalah dan malu sering kali muncul bersamaan dengan PTSD.
Baca Juga: Dukung Penyertaan Modal ke PT LKM, Ini Harapan Fraksi PKS DPRD Sukabumi
Masalah konsentrasi
Gejala gairah PTSD lainnya adalah kesulitan berkonsentrasi, Analisis berdasarkan data dari 60 penelitian, yang diterbitkan pada bulan Januari 2015 di Psychological Bulletin menemukan bahwa orang dengan PTSD melaporkan kekurangan dalam pembelajaran verbal, kecepatan pemrosesan informasi, perhatian/ingatan kerja, dan memori verbal. Ini berarti penderitanya mungkin mengalami kesulitan fokus, memperhatikan, atau mengingat detail.
Pikiran atau Ide Bunuh Diri
Mengalami trauma atau hidup dengan dampak PTSD, terutama jika tidak diobati, dapat memicu pemikiran dan keinginan untuk bunuh diri.
Merasa Seperti Anda Mengamati Diri Sendiri
DSM mencatat bahwa indikator PTSD dapat terjadi ketika orang mengalami depersonalisasi dan/atau derealisasi (tanpa penggunaan narkoba).
Depersonalisasi adalah saat kamu merasa terlepas dari diri sendiri dan emosi, mungkin seperti sedang mengawasi diri sendiri keluar dari tubuh kamu. DSM -5 menjelaskan bahwa ini bisa berarti perasaan seperti sedang bermimpi atau waktu berjalan lambat.
Derealisasi adalah saat kamu merasa lingkungan sekitar tidak sepenuhnya nyata. Dunia di sekitar mungkin terasa seperti mimpi atau terdistorsi.
Baca Juga: Rampok Uang Desa, Seorang Pelaku Babak Belur Diamuk Massa di Cibadak Sukabumi
Gejala Berlangsung Lebih Dari Sebulan
Jika gejalanya berlangsung antara tiga hari hingga satu bulan setelah trauma, hal ini biasanya disebut gangguan stres akut atau ASD. Namun, jika gejalanya berlangsung lebih dari sebulan, kemungkinan besar itu adalah PTSD. Dalam kedua kasus tersebut, masalah medis, dan penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol, harus disingkirkan sebagai penyebab gejala-gejala ini sebelum diagnosis PTSD.
ASD sering kali muncul sebelum PTSD, namun tidak selalu. Gejala PTSD bisa muncul segera setelah peristiwa traumatis, atau bisa muncul berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun kemudian.
Siapa pun yang memiliki gejala yang berlangsung lebih dari sebulan harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan tentang apa yang dialami. Terapi bicara, pengobatan, atau keduanya seringkali dapat membantu meringankan gejala PTSD.
Sumber : healthline