SUKABUMIUPDATE.COM - Cemas adalah perasaan yang timbul ketika kita merasa khawatir atau takut akan sesuatu hal. Rasa takut dan panik merupakan sesuatu yang manusiawi.
Namun, ada kalanya cemas berlebih membuat keadaan kita semakin buruk. Bahkan, rasa khawatir berkepanjangan dapat menyebabkan kecemasan berjangka panjang.
Sebagian besar yang mengalami kecemasan adalah anak-anak dari berbagai usia dan kalangan. Hal ini merupakan proses alamiah dari tumbuh kembang anak.
Biasanya, anak-anak usia 6 bulan hingga 3 tahun yang sering mengalami kecemasan karena berpisah dengan orangtua atau pengasuhnya.
Baca Juga: 12 Ciri Orang Mengalami Gangguan Kepribadian, Apa Kamu Salah Satunya?
Sebagaimana telah dilansir dari situs resmi Anxiety & Depression Association of America, ada beberapa jenis kecemasan yang bisa terjadi pada anak seperti berikut:
1. Gangguan Kecemasan Perpisahan (Generalize Anxiety Disorder)
Jenis yang pertama yaitu generalize anxiety disorder ( GAD ), umumnya anak yang mengalami gejala ini akan merasa cemas dan khawatir pada hampir semua hal. Contoh, jika anak akan berpisah dengan orang terdekatnya, seperti orangtua, saudara maupun pengasuhnya ia akan merasa cemas, khawatir bahkan ketakutan.
Anak yang mengalami gejala ini akan merasa cemas dengan yang namanya perpisahan. Biasanya mereka khawatir akan terjadi hal-hal buruk pada orang yang ia sayangi ketika mereka berpisah. Bila kondisi ini dibiarkan, hal ini akan berpengaruh pada perkembangan dan mental si kecil.
Baca Juga: Dalam Peti Kayu, Heboh Penemuan Ratusan Lembar Rp100 Ribu di Cibunar Sukabumi
2. Gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety Disorder)
Berikutnya adalah Social Anxiety Disorder ( SAD ) atau fobia sosial. Pada umumnya anak-anak akan antusias apabila orangtua mengajak atau menyuruhnya bermain diluar, tetap bagi yang memiliki gejala SAD, mereka akan merasa takut akan penilaian orang lain.
Seperti contoh ketika pergi ke sekolah dia akan merasa kurang percaya diri dan takut teman-temannya akan berkomentar mengenai apa yang dipakainya, atau tidak berani menjawab pertanyaan guru.
Jika hal ini dibiarkan terus menerus, akan menghambat pertumbuhan serta perkembangan mental anak. Si kecil nantinya akan sulit untuk berinteraksi hingga bergaul dengan teman sebayanya.
Baca Juga: 11 Ciri-Ciri Orang Kecewa Pada Kita, Terlihat dari Sikapnya
3. Mutisme Selektif ( Selective Mutism )
Mutisme selektif terjadi ketika anak-anak akan menolak untuk berbicara dengan orang lain atau mendadak membisu. Padahal hal ini diperlukan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman sebayanya.
Anak yang mengalami kecemasan ini akan cenderung diam, berdiri tegak, memainkan rambut, menghindari kontak mata, bahkan menundukan kepala saat mengalami situasi yang menegangkan.
kecemasan jenis biasanya terdiagnosis pada anak yang rata - rata berusia 5 tahun atau ketika anak memasuki sekolah.
4. Fobia Spesifik
Fobia merupakan kondisi seseorang yang mengalami ketakutan berlebih ketika menghadapi sesuatu. Pada anak yang mengalami gejala ini, biasanya mereka akan merasa ketakutan yang sangat intens dan tidak rasional terhadap suatu objek seperti kucing, atau terhadap situasi semacam terbang, ketinggian.
Ada juga anak yang mengalami fobia atau takut terhadap hal-hal yang umum, seperti air, api, darah, kegelapan dan lain sebagainya.
Bila anak terus mengalami gejala fobia ini, ia akan merasa stres lalu mengalami tantrum, menangis, rewel, sakit kepala, hingga sakit perut.
Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak tidak akan menyadari bahwa yang mereka rasakan itu tidak rasional dan berlebihan.
Baca Juga: Wanita yang Ditemukan Terluka di Tol Bocimi Sukabumi, Mengaku dari Bandung
5. Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD)
Tidak hanya terjadi pada orang dewasa, OCD juga bisa terjadi pada anak-anak. Kondisi ini umumnya terdiagnosis pada anak berusia 10 tahun. Namun anak dengan usia 2 hingga 3 tahun juga dapat mengalaminya.
Anak yang mengalami OCD biasanya akan terobsesi terhadap suatu hal, serta mengulang-ulang apa yang sudah dilakukan. Contoh, ia akan berulang kali mencuci tangan, padahal sudah melakukannya, atau akan merapikan buku di meja belajar secara berulang kali karena menganggapnya belum rapi.
Pada umumnya, OCD yang dialami anak laki-laki saat sebelum masa pubertas. Sementara untuk anak perempuan akan mengalami kecemasan berlebih ini ketika masa remaja.
6. Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Anak-anak dengan PTSD atau trauma sebenarnya merupakan hal normal bila ia merasa takut, cemas, atau emosional setelah mengalami hal yang mengerikan seperti kematian, atau tindak kejahatan.
Baca Juga: 10 Gejala ADHD pada Anak yang Sangat Mudah Dikenali, Yuk Bunda Perhatikan!
Anak yang mengalami kejadian pasca trauma (PTSD) umumnya akan mengalami kecemasan serta ketakutan berlebih, lalu menjadi mati rasa secara emosional, mudah tersinggung, menghindar dari orang-orang pasca mengalami kejadian yang sangat menakutkan.
PTSD mungkin akan mengubah karakter serta perilaku anak, yang awalnya periang menjadi sangat pendiam bahkan tertutup.
Anak yang terkena PTSD paling beresiko ketika mengalami trauma mengerikan secara langsung, seperti kematian, kekerasan di rumah, memiliki masalah mental, hingga kematian orang tua.
Dukungan moral dari keluarga dan orangtua sangat diperlukan agar anak tidak semakin trauma hingga merasa kesepian. Jika hal ini lebih parah, bawalah si kecil ke ahli profesional seperti dokter, psikiater, psikolog, atau lainnya untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Baca Juga: 4 Perbedaan ADHD dengan Autisme Pada Anak, Orang Tua Wajib Tahu!
Itulah beberapa jenis gangguan kecemasan "anxiety" pada anak-anak. Jika dirasa semakin parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari, segera hubungi dokter atau ahli profesional lainnya agar mendapat penangan yang tepat.
Sumber: Anxiety & Depression Association of America