SUKABUMIUPDATE.com - Praktik poliandri (memiliki suami lebih dari satu) tergolong masih tabu di Indonesia. Maka tak heran, berita tentang wanita muda bernama Ibu Siti yang punya 2 suami langsung viral di media sosial.
Ibu Siti diketahui memiliki dua orang suami yang juga masih muda, Suami pertama bernama Abdul dan kedua bernama Somad. Ya, meskipun praktik poliandri tidak diakui secara hukum di Indonesia.
Kisah Ibu Siti ini viral setelah diunggah pada 18 April 2023, dalam tayangan YouTube Ki Bungsu Kawangi dengan judul "Ibu Haji Cantik Memiliki Dua Suami Tinggal Serumah Tetap Harmonis". Meski begitu, hingga berita ini ditayangkan belum ada informasi apakah Kisah Ibu Siti ini nyata atau sekadar konten belaka.
Sering disandingkan, poliandri dilarang dalam Islam karena tergolong perilaku mudharat karena bisa berdampak buruk terhadap keturunan. Berbeda dengan poligami dengan yang diperbolehkan, asalkan tujuannya untuk kemaslahatan.
Baca Juga: Hukum Menikah dengan Sepupu Menurut Islam, Ini Penjelasan Buya Yahya
Seperti Penelitian Poliandri oleh Misran dan Muza Agustina pada tahun 2017, yang diterbitkan dalam Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, bertajuk "Faktor-Faktor terjadinya Poliandri di Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Pidie Jaya)".
Dampak Buruk Poliandri terhadap Keturunan dan Hak Waris
Penelitian Misran dan Agustina (2017) menyebutkan soal dampak buruk poliandri, mulai dari keturunan dan Hak Waris sang anak kelak.
Apabila terjadi poliandri, garis keturunan akan sulit untuk ditentukan. Hal ini menjadi efek domino terhadap sistem hak waris terhadap anak dan suami ketika salah satu suami dari wanita tersebut meninggal dunia.
Maka dalam pandangan Islam, poliandri termasuk hal yang sangat dilarang karena akan menimbulkan mudharat.
Lebih detail, dampak buruk poliandri dari segi keturunan yakni sulit menentukan ayah biologis dari anak yang dilahirkan. Pemeriksaan medis melalui tes DNA pun tidak dapat dipastikan 100% kebenarannya. Maka dari itu, garis keturunan dari wanita poliandri tidak bisa menjadi sandaran secara syari dalam penetapan nasab.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Menikahi Wanita Hamil Duluan? Ini Kata Buya Yahya
Masalah poliandri atau wanita punya dua suami juga bisa ditarik ke segmen yang lebih luas.
Pasalnya, dampak buruk poliandri yang juga mungkin terjadi adalah kegagalan rumah tangga. Ini karena pasangan yang melakukan poliandri sangat rentan mengalami perceraian atau perselingkuhan. Dan dari segi kesehatan, pasangan polinadri rentan pula terjangkit penyakit berbahaya seperti Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Lebih lanjut, menurut hukum waris Islam, seorang anak yang masih dalam kandungan dan kemudian lahir dalam keadaan hidup berhak mendapat bagian penuh, apabila ayahnya meninggal dunia.
Artinya, meskipun dia masih dalam kandungan, kepastian hak waris seorang anak sudah pasti. Ini karena hak waris ditentukan oleh kapastian hubungan darah/hubungan hukum antara anak dengan ayahnya.
Sementara dalam perkawinan poliandri, hubungan hukum antara anak dan ayahnya tidak begitu jelas nasabnya atau tidak ada kepastian. Penyebabnya adalah ada lebih dari satu laki-laki yang secara bersamaan menjadi suami dari ibu yang melahirkan anak tersebut.
Hukum Poligami dan Poliandri dalam Islam
Hukum poligami diperbolehkan dan telah didahului oleh agama-agama samawi, seperti agama Yahudi dan Nasrani.
Akan tetapi, syariat Islam tidak menjadikan poligami sebagai kewajiban terhadap laki-laki muslim dan tidak mewajibkan pihak wanita atau keluarganya mengawinkan anaknya dengan laki-laki yang telah beristri satu atau lebih.
Ayat poligami dan pembatasannya termaktub dengan jelas dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 3 dan 129.
Sementara untuk poliandri dalam Islam, dasar hukum yang dapat dijadikan rujukan diharamkannya punya suami lebih dari satu seperti Bu Siti, terdapat dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 24.
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan, dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka, istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban. Dan, tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 24).
Sumber: Jurnal UIN Ar-Raniry Aceh