SUKABUMIUPDATE.com - Pendaki ilegal asal Jakarta terhambat saat perjalanan turun akibat salah satu diantaranya mengalami cedera kaki keseleo atau terkilir. Tim kemudian membantu para pendaki illegal asal jakarta ini menuruni gunung dan memberikan perawatan medis yang dibutuhkan.
Sembilan orang asal Jakarta ini kemudian mendapatkan sanksi tegas akibat mendaki secara ilegal. Mereka di-black list oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sehingga tidak diizinkan naik ke Gunung Gede dan Pangrango selama dua tahun kedepan.
Berbicara tentang kaki keseleo seperti yang dialami salah satu pendaki ilegal asal Jakarta, perlu diketahui cedera ini bisa terjadi baik disengaja maupun tidak. Misalnya, ketika berjalan di atas permukaan yang tidak rata, memakai alas kaki yang tak nyaman, mengangkat objek yang berat, jatuh atau terpeleset, maupun melakukan aktivitas secara berlebihan.
Baca Juga: Kronologi 9 Pendaki Ilegal Gunung Gede Hilang Kontak, Turun Lewat Jalur Cibodas
Cedera keseleo biasanya dialami di beberapa bagian tubuh, yaitu sendi punggung, jempol, pergelangan tangan, kaki, dan lutut. Gejala keseleo biasanya memar, bengkak, keterbatasan sendi bergerak.
Namun, banyak orang salah kaprah saat menangani orang dengan cedera kaki keseleo. Ya, beberapa diantaranya kerap mengoleskan balsam di bagian kaki yang terkilir.
Dalam keterangannya dikutip via suara.com, dr. Sapto Adji, Sp.OT (spesialis bedah ortopedi) dari Sports Clinic Rumah Sakit Premier Bintaro (RSPB), mengatakan tentang penggunaan balsam dan sejenis yang dapat menimbulkan efek panas/menghangatkan.
Jika keseleo pada area kaki letakkan tungkai kaki lebih tinggi dari posisi jantung untuk membantu mengeluarkan cairan pada daerah pembengkakan.
"Untuk yang mengalami cidera ringan segera istirahatkan tubuh diikuti dengan metode penanganan RICE atau Rest, Ice, Compression dan elevation," kata dia saat pertemuan dengan Pejuang Cidera Lutut, dikutip Jumat (27/1/2023).
Baca Juga: Aduh! 'Tijalikeuh' Bikin Nyeri, Begini Pertolongan Pertama Kaki Keseleo
Ia menjelaskan bahwa pada umumnya cidera olahraga terbagi dua, yakni cidera ringan dan berat. Cidera ringan umumnya berupa keseleo (spain), regangan (strain) dan memar (bruise) yang mengenai jaringan lunak seperti otot maupun jaringan keras seperti tulang. Jika mengalami cidera ringan segera istirahatkan tubuh diikuti dengan metode penanganan RICE atau Rest, Ice, Compression dan elevation.
Sedangkan untuk cidera berat harus segera berkonsultasi dengan tenaga professional yaitu dokter Kesehatan olahraga. Dengan pemeriksaan yang komprehensif dokter dapat mengetahui penanganan yang tepat terkait cidera yang dialami, apakah perlu dilakukan tindakan operasi atau cukup dengan terapi non operasi.
Sports Clinic RSPB memberikan pelayanan terpadu dan komprehensif bagi penanganan seluruh masalah kesehatan seputar aktivitas olahraga, baik olahraga prestasi (untuk para atlet), maupun olahraga rekreasi (yang biasa dilakukan sendiri atau di pusat kebugaran).
Baca Juga: Mendaki Ilegal, 9 Orang Asal Jakarta Di-Blacklist 2 Tahun di Gunung Gede Pangrango
Sports Clinic RSPB dilengkapi dengan fasilitas dan tim dokter ortopedi, kesehatan olahraga dan rehabilitasi medik yang akan membantu para pasien bukan hanya kembali pulih dari cidera namun dapat melakukan aktivitas olahraga kembali seperti sediakala.
CEO RSPB, Dr. Martha M.L. Siahaan, MARS, MHKes, menjelaskan, “Pasien Sports Clinic RSPB yang menjalani tindakan operasi oleh dokter spesialis bedah ortopedi akan diberikan terapi yang dilatih oleh tim dokter spesialis kesehatan olahraga. Terapi ini sangat berguna untuk meningkatkan kembali kekuatan fungsi tubuh pasca cidera dan operasi, selain itu terapi juga dapat memperbaiki kemampuan jantung dan paru-paru pasien sehingga mereka siap kembali ke lapangan.”
“Gathering dengan komunitas ini kami lakukan sebagai salah satu wadah berbagi pengalaman antar para penyintas cidera olahraga maupun bagi orang yang sedang mengalami permasalahan seputar cidera olahraga. Selain itu kegiatan ini juga diharapkan dapat menambah wawasan seputar knee injury baik bagi anggota komunitas maupun masyarakat umum,” ungkap dr. Martha menambahkan.
Sumber: Suara.com