SUKABUMIUPDATE.com - Gempa bumi Cianjur Senin, 21 November 2022 menjadi kabar duka menjelang penghujung tahun 2022. Daryono, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), hingga Rabu (23/11/2022), pukul 07.00 WIB tercatat ada 161 gempa susulan dengan Magnitudo terbesar M4.2 dan Magnitudo terkecil M1.2.
Tak hanya Cianjur, kerusakan juga terjadi di Sukabumi baik kota dan kabupaten. Ratusan gempa susulan terus terjadi, walaupun intensitasnya berkurang.
Rabu (23/11/2022) Getaran gempa susulan yang menjalar hingga Kota Sukabumi ini membuat para pengungsi di Kampung Awirarangan, Desa Benjot, Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur panik berlarian keluar jalan.
Mengutip berita sukabumiupdate.com sebelumnya, Jumaril, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Bandung menyatakan bahwa per 23 November 2022, korban Gempa Cianjur terdiri dari 268 orang meninggal dengan 122 jenazah diantaranya sudah diidentifikasi dan 151 jasad belum ditemukan. Gempa Bumi Cianjur juga menyebabkan 1.083 orang terluka dan 58.362 orang mengungsi di Kabupaten Cianjur.
Berbicara mengenai pengungsi, masyarakat terutama korban gempa wajib waspada penyakit yang berpotensi timbul di wilayah pengungsian.
Mengutip laman resmi berkas.dpr.go.id, Imran Tumenggung, Mahasiswa Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Gorontalo, menulis tentang “Masalah Gizi dan Penyakit Menular Pasca Bencana” dalam Health and Nutritions Journal Volume III / Nomor 1 tahun 2017. Irman menyampaikan ada potensi munculnya beberapa penyakit dan masalah gizi di daerah pengungsian, diantaranya Diare, Campak, Malaria dan Pneumonia.
1. Penyakit Diare
Diare adalah penyakit menular yang sangat potensial di daerah pengungsian.
Diare rentan terjadi di wilayah bencana yang biasanya berkaitan erat dengan kerusakan, keterbatasan penyediaan air bersih dan sanitasi. Apalagi jika diperburuk oleh rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Penyakit Campak
Penyakit Campak rawan meningkat karena memburuknya status kesehatan, terutama status gizi anak-anak serta kepadatan manusia di wilayah pengungsian.
3. Penyakit Malaria
Di lokasi pengungsian, penyakit malaria sangat mungkin terjadi. Penyakit malaria terutama dapat dipicu oleh letak daerah endemis malaria.Malaria juga dapat terjadi ketika pengungsi dari daerah endemis datang ke daerah reseptif malaria, lokasi pengungsian yang tidak ada kasus tetapi terdapat vektor.
4. Penyakit Pneumonia
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi dan balita. Kematian tersebut diakibatkan oleh penyakit pneumonia berat dan tidak sempat terdeteksi secara dini atau tidak mendapat pertolongan tepat dari petugas kesehatan.
Resiko Penyakit Menular Pasca Bencana
Bencana alam seperti gempa bumi pasti memerlukan tenda pengungsian bagi warga yang terdampak. Lokasi pengungsian dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) berupa penyakit menular pasca bencana, yang disebabkan oleh kondisi sebagai berikut:
1. Kepadatan Penduduk
Padatnya pengungsi di dalam tenda membuat kontak dekat antar manusia. Kepadatan pengungsi berpotensi meningkatkan penyebaran penyakit yang dibawa melalui udara (airborne disease).
Kondisi airborne disease menjadi salah satu pemicu peningkatan kasus infeksi pernapasan akut pascabencana. Ditambah lagi dengan keterbatasan akses dan layanan sanitasi daerah pengungsian.
2. Persediaan makanan, air dan penampungan darurat dalam situasi bencana
Kebutuhan dasar para pengungsi sering disediakan oleh para pemasok bahan, baik sumber baru atau sumber yang berbeda.Feses manusia diketahui mengandung banyak organisme penyebab penyakit meliputi virus, bakteri, dan telur atau larva dari parasit.
Mikroorganisme pada feses manusia bisa masuk ke tubuh melalui makanan, air, alat makan dan masak yang terkontaminasi atau melalui kotak dengan benda-benda yang terkontaminasi. Oleh karena itu, diare, kolera, dan typhoid bisa saja tersebar dan menjadi penyebab utama meningkatnya angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) bencana kedaruratan.
Pencegahan dan Pengendalian
1. Seluruh upaya kesehatan masyarakat dilaksanakan segera untuk mengurangi risiko timbulnya masalah gizi dan penularan penyakit.
2. Penyusunan sistem pelaporan penyakit yang reliabel untuk mengidentifikasi KLB dan untuk memulai pengendalian penyakit tertentu.
3. Penyelidikan terhadap semua laporan masalah gizi dan penyakit menular.
Klarifikasi awal mengenai situasi dapat mencegah pemakaian yang sebenarnya tidak diperlukan dari sumber daya yang jumlahnya terbatas dan mencegah terputusnya program yang biasa.
Sumber : berkas.dpr.go.id
Writer: Nida Salma M
#SHOWRELATEBERITA