SUKABUMIUPDATE.com - Dinas Kesehatan Kota Sukabumi menindaklanjuti instruksi Kementerian Kesehatan soal pelarangan sementara jual beli obat sirup. Ini menyusul munculnya gangguan ginjal akut progresif atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI) pada anak-anak di sejumlah wilayah di Indonesia.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Sukabumi Wahyu Handriana mengatakan seluruh apotek, toko obat, maupun warung, sementara dilarang menjual obat anak dalam bentuk cair atau sirup. Dokter, klinik, dan rumah sakit, juga diminta tidak meresepkan obat cair.
"Hari ini baik fasyankes maupun dokter untuk tidak meresepkan atau memberikan obat-obatan sirup (cair) kepada anak. Dokter juga tidak boleh, termasuk orang tua. Apotek maupun toko obat atau toko lain yang menjual obat-obatan sirup untuk anak, diharapkan tidak menjual dulu sampai ada penjelasan lebih lanjut dari Kemenkes," kata Wahyu Handriana di kantornya, Rabu (19/10/2022).
Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak yang ditandatangani Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami pada 18 Oktober 2022.
Meski begitu, Wahyu mengatakan tidak ada penarikan obat cair yang sudah beredar di pasaran. Namun, masyarakat diminta lebih memperhatikan kembali dalam memenuhi obat-obatan anak mereka. Wahyu menyebut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini sedang memeriksa obat-obatan sirup tersebut.
"Tidak ada penarikan karena ini lagi dilakukan pemeriksaan oleh BPOM sampai nanti ada penjelasan. Dari kami sudah berkoordinasi dengan SDK (Sumber Daya Kesehatan) dan bidang pelayanan kesehatan," ujar dia.
Untuk mengganti kebutuhan obat cair pada anak, Wahyu mengatakan saat ini digunakan obat tablet yang dicairkan. Masyarakat juga diimbau berkonsultasi dengan dokter terkait teknis pengganti obat sirup yang sementara ini dilarang dikonsumsi.
"Memang sampai saat ini kita dokter dilarang memberikan obat cair, mungkin bisa obat tablet dipuyerkan atau bisa dikomunikasikan dengan dokter," katanya.
Wahyu menyatakan sampai saat ini belum ada temuan atau laporan kasus gagal ginjal akut misterius pada anak di Kota Sukabumi, baik dari rumah sakit maupun dari wilayah dan rumah sakit rujukan nasional serta provinsi.
"Untuk kasus-kasus gangguan ginjal akut yang atipikal progresif akut pada anak atau gagal ginjal akut secara tiba-tiba pada anak di Kota Sukabumi, sampai hari ini Dinkes belum dapat laporan, baik itu dari rumah sakit maupun dari wilayah atau rumah sakit rujukan nasional dan provinsi," ujar dia.
Jika ditemukan kasus, Wahyu mengatakan ada ada format penyelidikan epidemologi yang digunakan untuk mengetahui penyebab dan segala hal penggalian informasi yang akan dilakukan tim surveilans Dinas Kesehatan Kota Sukabumi.
Mengutip tempo.co, Kementerian Kesehatan menyebut 206 anak dilaporkan mengidap gangguan ginjal akut progresif atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI). Dari jumlah tersebut, jumlah kematian mencapai 99 anak, di mana angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65 persen.
Juru bicara Kemenkes Syahril mengatakan jumlah tersebut adalah kasus yang dilaporkan sejak akhir Agustus hingga Selasa, 18 Oktober 2022. Kasus-kasus itu terjadi di 20 provinsi. "Saat ini penyebabnya masih dalam penelusuran dan penelitian," kata Syahril dalam siaran persnya, Rabu (19/10/2022).
Dari hasil pemeriksaan, kata syahril, tidak ada bukti hubungan kejadian gangguan ginjal akut dengan Vaksin Covid-19 maupun infeksi Covid-19. Karena gangguan ginjal akut itu pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun.
Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Farmakolog, dan Puslabfor Polri, melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut. "Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya," ujar Syahril.
Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
#SHOWRELATEBERITA