SUKABUMIUPDATE.com - Masih banyak orang yang menganggap enteng terlambat makan hingga tak jarang yang sengaja menunda waktu makan karena berbagai alasan.
Padahal kebiasaan tersebut bisa berakibat buruk bagi kesehatan.
Dilansir dari Tempo.co, makan terlambat, termasuk saat larut malam, sebenarnya berefek pada tiga faktor utama dalam mengatur berat badan, yakni pengaturan asupan kalori, jumlah kalori yang dibakar, dan perubahan molekuler jaringan lemak. Begitu ungkap penelitian di Brigham and Women's Hospital
Seperti dilansir Medical Daily, studi yang dipublikasikan Cell Metabolism itu melihat efek makan lebih awal dibandingkan makan terlambat sambil mengendalikan faktor penting lain, seperti paparan cahaya, tidur, dan aktivitas fisik. Para peneliti melibatkan 16 peserta yang dianggap kelebihan berat badan atau obesitas.
Mereka menyelesaikan dua protokol laboratorium, yakni makan awal dan makan terlambat, sekitar empat jam lebih lambat. Mereka juga memiliki jadwal tidur dan bangun yang tetap selama 2-3 minggu sebelum protokol laboratorium, juga mengikuti diet ketat di rumah dalam tiga hari menjelang tes.
Selama di laboratorium, para peserta mendokumentasikan rasa lapar dan nafsu makan. Sampel penting seperti darah, suhu tubuh, pengeluaran energi, dan biopsi jaringan adiposa juga dikumpulkan.
"Kami menemukan makan empat jam kemudian membuat perbedaan yang signifikan untuk tingkat rasa lapar, cara tubuh membakar kalori setelah makan, dan cara kita menyimpan lemak," kata peneliti studi Nina Vujovic dari divisi masalah tidur dan sirkadian Brigham.
Menurut penelitian, makan terlambat secara konsisten mengubah fungsi fisiologis dan proses biologis yang terlibat dalam pengaturan asupan energi, pengeluaran serta penyimpanan, dan masing-masing hal ini mengarah pada penambahan berat badan.
Dalam penelitian baru-baru ini, para peneliti juga menemukan orang yang terlambat makan di siang dan malam hari mengalami peningkatan suasana hati seperti depresi dan kecemasan.
Para peneliti mencatat studi lebih lanjut diperlukan untuk menguji generalisasinya. Misalnya, hanya ada lima peserta perempuan yang menyebabkan kurangnya representasi berdasarkan jenis kelamin.
SUMBER: TEMPO.CO