SUKABUMIUPDATE.com - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tidak setuju dengan rencana vaksin massal untuk wabah cacar monyet. Ini karena efek samping vaksin cacar yang cukup berisiko.
Menurut Kepala Tim Ancaman Patogen WHO Eropa, Richard Pebody, alih-alih vaksin massal, pola hidup bersih dan sehat, khususnya perilaku seks yang aman, lebih direkomendasikan.
Mengutip Insider lewat suara.com, Kamis (26/5/2022), meski vaksin cacar mampu memberikan perlindungan 85 persen dari cacar monyet, tapi tidak semua orang bisa disuntik vaksin ini.
Ada dua vaksin cacar yang lebih baru dan aman, tapi pasokannya cukup langka, yakni baru ada 1.000 dosis vaksin Jynneos yang dimiliki AS.
Ada juga stok 100 juta dosis vaksin cacar yang dimiliki AS, dan usianya sudah sangat lama, yakni vaksin ACAM2000. Namun vaksin ini diperingatkan para ahli karena berisiko sebabkan masalah jantung, pembengkakkan otak, kebutaan, dan yang paling parah kematian.
Vaksinasi cacar rutin di AS memang sudah dihentikan pada 1972 atau sudah lebih dari 30 tahun sejak kasus cacar terakhir yang ditemukan. Sehingga bayi saat ini sudah tidak divaksinasi cacar, dan orang terakhir yang divaksinasi cacar massal kini rerata sudah berusia 50 tahun.
Adapun beberapa tanda orang dewasa yang sudah divaksinasi cacar, memiliki bekas luka yang khas di lengan.
Sementara itu, hingga saat ini belum jelas apa penyebab wabah cacar monyet yang merebak di Eropa. Apalagi disebutkan tidak ada bukti virus penyebab cacar monyet bermutasi. Di sisi lain, kasus cacar monyet sebagian besar dialami lelaki gay atau lelaki yang berhubungan seks sesama lelaki.
Ditambah sebagian besar orang yang terinfeksi punya riwayat perjalanan dari Afrika, sehingga kemungkinan besar masih banyak yang belum terdeteksi. "Jadi kita hanya melihat puncak gunung es," ungkap Pebody.
SUMBER: SUARA.COM