SUKABUMIUPDATE.com - Tangkuban Parahu merupakan salah satu gunung berapi aktif di Jawa Barat. Memiliki pesona alam dan suguhan kawah yang sangat memikat, gunung dengan ketinggian 2.084 meter dari permukaan laut itu pun menjadi salah satu wisata alam yang kerap dikunjungi para wisatawan.
Selain dikenal akan keindahan alamnya, gunung yang berada di perbatasan Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan Kabupaten Subang itu kerap juga tenar dengan kisah Sangkuriang dan Dayang Sumbi.
Dahulu, kisah cinta terlarang Sangkurian dan Dayang Sumbi ini kerap dijadikan cerita pengantar tidur bagi anak-anak di tanah Pasundan. Kisah ini menjadi populer setelah difilmkan pada tahun 1982 dengan Dayang Sumbi yang diperankan oleh Suzana dan Sangkuriang diperankan oleh Clift Sangra.
Kisah Dayang Sumbi dan Sangkuriang sendiri menceritakan tentang terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu. Dikisahkan, Sangkuriang jatuh cinta pada seorang wanita yang ternyata merupakan ibunya sendiri yakni Dayang Sumbi.
Dayang Sumbi yang enggan dinikahi anaknya sendiri akhirnya memberikan syarat. Ia meminta Sangkuriang membuatkan perahu lengkap dengan danaunya dalam waktu semalam sebelum matahari terbit.
Sangkuriang nyaris menyelesaikan permintaan Dayang Sumbi atas bantuan jin. Akan tetapi Dayang Sumbi terus berdoa kepada sang kuasa. Akhirnya matahari terbit lebih cepat dan Sangkuriang pun gagal.
Lantas ia menendang perahu yang kemudian terbalik dan menjadi Gunung Tangkuban Parahu. Cerita rakyat Sunda itupun masih melekat hingga kini di tengah keberadaan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu.
Geografiwan T. Bachtiar mengungkapkan, cerita Sangkuriang dan Dayang Sumbi lahir untuk menjawab mengapa bentuk Gunung Tangkuban Perahu seperti perahu yang terbalik. Legenda ini sudah dikenal ketika Bujangga Manik.
Ia merupakan putra mahkota dari kerajaan Sunda yang melakukan perjalanan solo dari pusat Kerajaan Sunda di Pakuan, Bogor. Sampai Semarang untuk perjalanan spiritual pertama, dan sampai Bali untuk perjalanan spiritual kedua pada awal abad ke-16.
"Legenda itu lahir setelah Gunung Tangkuban Parahu terbentuk seperti perahu yang terbalik," ucap Bachtiar.
Gunung Tangkuban Parahu pun mulai terbuka untuk dikunjungi ketika jasa perkumpulan penggemar wisata pada zaman kolonial membuat jalan rintisan ke gunung tersebut. Dari sanalah jalan menuju Gunung Tangkuban Parahu mulai bisa diakses.
"Sehingga sampai sekarang, kawah Gunung Tangkuban Parahu dapat dikunjungi dengan sangat mudah dengan menggunakan kendaraan sampai di bibir kawah," kata Bachtiar.
Ia menjelaskan, Gunung Tangkuban Parahu mulai membangun dirinya dari Kaldera Gunung Sunda pada 90.000 tahun yang lalu. Kemudian dalam rentang antara 90.000 - 40.000 tahun yang lalu meletus, sehingga menghasilkan beberapa kawah.
Dua diantaranya yang besar yakni Kawah Upas dan Kawah Ratu. Dua kawah yang dampingan, berarah barat-timur. Bentuk puncak Gunung Tangkuban Perahu seperti perahu yang terbalik lantaran adanya kedua kawah itu yang berdampingan.
Dua kawah inilah yang telah membentuk puncak Gunung Tangkubanparahu menjadi lebar, sekitar 1.550 meter. "Dua kawah besar yang berdampingan dengan arah barat-timur inilah yang menyebabkan Gunung Tangkuban Perahu dilihat dari selatan seperti perahu yang terbalik," jelas T. Bachtiar.
Artinya, bentuk perahu yang terbalik itu hanya akan terlihat dari arah selatan (Lembang). Sementara dari utara, Gunung Tangkuban Parahu sama sekali tidak terlihat lantaran terhalang dinding kaldera Gunung Jayagiri.
Sehingga diduga orang yang pertama kali menggubah legenda Gunung Tangkuban Parahu, dengan tokoh utamanya Sangkuriang dan Dayang Sumbi, pastilah berdiam di selatan gunung sehingga setiap waktu dapat melihat bentuk gunung yang puncaknya rata seperti terpancung.
"Dilihat dari arah barat, nggak kayak perahu terbalik, dilihat dari arah timur nggak kayak perahu juga dan apalagi jika dilihat dari arah utara, sama sekali tidak berbentuk perahu terbalik," ungkap Bachtiar.
Gunung Tangkuban Parahu sudah sendiri puluhan kali mengalami erupsi. Dari catatan PVMBG, gunung tersebut mengalami erupsi tahun 1826. Terjadi puluhan kali erupsi yang berlangsung dalam tiga abad hingga terakhir pada bulan Juli 2019.
SUMBER: Ferrye Bangkit Rizki/SUARA.COM