SUKABUMIUPDATE.com - ITB (Institut Teknologi Bandung) melalui ahli kelautan Hamzah Latief, mengungkapkan berbagai faktor atau parameter yang menekan wilayah pesisir Indonesia. Sekitar 30 persen mengalami masalah yang serupa Jakarta seperti banjir rob dan ancaman tenggelam.
“Sekitar 15,8 persen atau sepanjang 13 ribu kilometer pesisir Indonesia yang berisiko tinggi hingga sangat tinggi,” katanya dalam webinar bertema Jakarta Tenggelam yang digelar Ikatan Alumni ITB, Selasa malam, 10 Agustus 2021.
Hamzah memaparkan, yang menarik bagi peneliti dari isu suatu daerah pesisir terancam tenggelam adalah lokasi mana yang tenggelam secara permanen atau hanya berkala. Kemudian tinggi rendamannya, frekuensi, dan juga kapan terjadinya.
Sedangkan beberapa parameter yang menekan wilayah pesisir Indonesia dari sisi geologi dan hidrometeorologi seperti tsunami, gempa, longsor, likuifaksi, sedimentasi, penurunan tanah, abrasi, pasang surut air laut, gelombang ekstrim. ”Parameter laut dengan atmosfer berperan penting dalam kajian wilayah pesisir,” ujar pakar tsunami itu.
Naiknya ketinggian rata-rata muka air laut Indonesia yang sekitar 6 milimeter per tahun, menurut Hamzah, tidak terlalu mengkhawatirkan. Dia membandingkan dengan parameter oseanografi sesaat, misalnya, saat terjadi La Nina. Saat itu suhu naik di permukaan laut Samudera Pasifik Barat dan terjadi kenaikan muka laut 10-15 sentimeter, serta curah hujan lebih besar.
“Semuanya harus dikuantifikasi dan dianalisis untuk dikembangkan menjadi suatu skenario,” kata Hamzah.
Dasar parameternya adalah tunggang pasang surut atau perbedaan antara ketinggian pasang naik dan pasang surut. Dari segi waktu, kondisinya beragam seperti pada April-Mei terjadi kenaikan 5-7 sentimeter dari level kenaikan muka laut permanen. “Tunggang pasang surut di Jakarta lebih kecil daripada di Surabaya,” ujarnya menambahkan.
Di Jakarta misalnya daerah yang tenggelam oleh rendaman air biasanya terjadi saat bulan purnama. Waktunya selama 3 malam dan berlangsung sekitar 2-3 jam setelah itu kering.
Hamzah mengaku telah membuat pemodelan kawasan pesisir Indonesia dengan beragam faktor atau parameter tersebut hingga 2040 bahkan sampai 2100. Olahan datanya juga menyertakan riset koleganya di ITB yang meneliti masalah penurunan muka tanah (land subsidence) di berbagai tempat.
SUMBER: TEMPO.CO