Pakar Geologi Ungkap Penyebab Bencana Pergerakan Tanah di Sukabumi

Kamis 12 Desember 2024, 13:09 WIB
Pergerakan tanah di Desa Panumbangan Kecamatan Jampangtengah Kabupaten Sukabumi | Foto : Ragil Gilang

Pergerakan tanah di Desa Panumbangan Kecamatan Jampangtengah Kabupaten Sukabumi | Foto : Ragil Gilang

SUKABUMIUPDATE.com - Cuaca ekstrem yang melanda belakangan ini menyebabkan berbagai bencana di sejumlah wilayah Indonesia. Salah satunya yang baru saja menerjang Sukabumi, Jawa Barat berupa bencana alam tanah bergerak, banjir bandang, hingga tanah longsor, 4 Desember 2024 lalu, yang mengakibatkan ribuan kepala keluarga terdampak dan kerusakan sarana dan fasilitas publik lainnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Ade Suryaman usai menggelar rapat koordinasi bersama pejabat terkait di Pendopo Sukabumi, Selasa (10/12/2024). menyatakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi resmi memperpanjang status tanggap darurat bencana di Kabupaten Sukabumi hingga tanggal 17 Desember 2024 mendatang.

Pada saat yang sama, dari update data sementara yang dirilis BPBD, pada Selasa Pagi (10/12/2024) bencana alam yang terjadi sejak 3-4 Desember 2024 menimbulkan banyak kerusakan, baik rumah maupun bangunan fasilitas publik lainnya. Rusak Berat tercatat 1.428; Rusak Sedang 1.201 unit dan Rusak Ringan 1.272 unit. Rumah terancam 653 unit, serta rumah terendam 1.169 unit.

Baca Juga: 55 Rumah di Cikadu Sukabumi Rusak Akibat Pergerakan Tanah, Ratusan Jiwa Mengungsi

Mengutip dari its.ac.id, peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Amien Widodo MSi menjelaskan bahwa fenomena tanah bergerak di Sukabumi ini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah perubahan penggunaan lahan di kawasan pegunungan. Perubahan tersebut tidak terjadi secara mendadak, melainkan melalui proses panjang yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.

Peneliti senior ITS Dr Ir Amien Widodo MSi menjelaskan mengenai tanah longsor karena adanya perubahan lahan di kiri kanan jalan yang memotong lereng gunung | Sumber : its.ac.id (HUMAS ITS)Peneliti senior ITS Dr Ir Amien Widodo MSi menjelaskan mengenai tanah longsor karena adanya perubahan lahan di kiri kanan jalan yang memotong lereng gunung | Sumber : its.ac.id (HUMAS ITS)

Salah satu bentuk perubahan yang paling mencolok terjadi adalah pada lahan di sisi kiri dan kanan jalan yang memotong lereng gunung. Awalnya, pemotongan lereng dilakukan untuk pembangunan jalan, yang secara langsung mengganggu stabilitas lereng akibat peningkatan sudut kemiringan.

Selanjutnya, permukiman mulai bermunculan di sekitar jalan, baik di sisi kiri, kanan, atas, maupun bawah jalan. Penduduk sering kali membersihkan lahan dengan menebang pohon, sehingga daya kohesi tanah menurun. Kondisi ini diperburuk oleh pemotongan lereng untuk pembangunan rumah, yang semakin meningkatkan sudut kemiringan lereng dan membuat stabilitasnya menjadi semakin kritis.

Amien juga menjelaskan bahwa semakin banyak dan beratnya bangunan di sekitar lereng berkontribusi pada bertambahnya massa tanah yang memperburuk kondisi. Akan muncul retakan yang semakin lebar, banyak, dan tanah yang semakin turun. “Inilah yang biasa orang awam sebut sebagai tanah ambles,” ucap Ir. Amien Widodo .

Baca Juga: Rumah Rusak, 385 Jiwa Terdampak Pergerakan Tanah di Pabuaran Sukabumi

Pakar geologi ITS ini juga menyoroti fenomena cuaca ekstrem akibat pemanasan global yang akhirnya memperparah kondisi. Pemanasan global meningkatkan intensitas hujan, angin, hingga gelombang laut. Dampak ini terlihat pada fenomena La Niña yang menyebabkan curah hujan meningkat hingga 20 persen lebih tinggi dari biasanya. “Curah hujan yang tinggi seperti ini menjadi pemicu utama terjadinya tanah bergerak,” papar Amien.

Lebih lanjut, terang Amien, perubahan paling signifikan terlihat dari topografi Sukabumi yang kini mengalami perubahan akibat aktivitas manusia. Kawasan yang sebelumnya menjadi area resapan air kini berubah fungsi. Akibatnya, air hujan tidak dapat meresap secara optimal ke dalam tanah, melainkan mengalir sebagai air permukaan yang memicu erosi, banjir, dan tanah longsor.

“Proses ini mempercepat ketidakstabilan tanah, terutama di wilayah dengan banyak pemotongan bukit,” jelas dosen Departemen Teknik Geofisika ITS tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini, Amien menyarankan pengembalian fungsi hutan di puncak bukit. Menurutnya, kawasan tersebut seharusnya dikonservasi dan tidak digunakan untuk aktivitas manusia. Langkah ini akan membantu menjaga keseimbangan ekologis dan mengurangi risiko bencana di masa depan.

“Kita perlu menghitung kembali kapasitas resapan dan aliran air di kawasan tersebut,” ujarnya mengingatkan.

Baca Juga: DPRD Sukabumi Minta Pemerintah Percepat Relokasi Korban Pergerakan Tanah Cikembar

Terkait mitigasi bencana, Amien menilai bahwa upaya pemerintah sebenarnya sudah cukup baik, terutama dalam penyusunan peta kawasan rawan bencana. Namun, ia menekankan perlunya tindakan lebih lanjut untuk mengedukasi masyarakat dan memberikan solusi konkret di daerah rawan, seperti segera mengungsikan warga di sekitar daerah retakan tanah hingga langkah perbaikan dilakukan.

Tanah bergerak, banjir bandang, hingga tanah longsor yang melanda wilayah Sukabumi, Jawa Barat | Foto :  its.ac.id (HUMAS ITS)Tanah bergerak, banjir bandang, hingga tanah longsor yang melanda wilayah Sukabumi, Jawa Barat | Foto : its.ac.id (HUMAS ITS)

Tak hanya itu, pakar mitigasi kebencanaan ini juga menyoroti perlunya regulasi tata ruang yang lebih tegas. Amien menyarankan adanya kolaborasi lintas kementerian untuk menyusun kebijakan yang dapat mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut.

“Ini saatnya berbagai pihak duduk bersama untuk mengatasi masalah ini secara terintegrasi,” tegasnya.

Amien juga mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap tanda-tanda awal pergerakan tanah. Retakan tanah, rumah yang mulai miring atau retak, serta tiang listrik yang bergeser adalah beberapa indikator yang perlu diperhatikan.

“Jika tanda-tanda ini terlihat, warga diharapkan segera mengungsi ke lokasi aman,” tuturnya.

Amin juga mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap tanda-tanda awal pergerakan tanah. Retakan tanah, rumah yang mulai miring atau retak, serta tiang listrik yang bergeser adalah beberapa indikator yang perlu diperhatikan.

“Jika melihat tanda-tanda tersebut, segera laporkan kepada pihak yang berwenang seperti BPBD setempat agar segera dilakukan kajian dan mengungsi jika diperlukan,” tandas Amien menyarankan.

Meski Sukabumi menjadi sorotan utama wilayah yang terdampak, Amien mengingatkan bahwa bencana serupa juga dapat terjadi di wilayah lain di Indonesia. Dengan kondisi iklim tropis, sebagian besar wilayah di Indonesia rentan terhadap bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan banjir bandang.

“Melalui regulasi yang tepat dan edukasi masyarakat yang baik, dampak bencana seperti ini dapat diminimalkan,” pungkasnya.

Sumber : its.ac.id (Humas ITS)

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Simak breaking news Sukabumi dan sekitarnya langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita SukabumiUpdate.com WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaXv5ii0LKZ6hTzB9V2W. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Berita Terkait
Berita Terkini
Bola18 Januari 2025, 12:00 WIB

Prediksi PSM Makassar vs PSBS Biak di Liga 1: H2H, Susunan Pemain dan Skor

PSM Makassar vs PSBS Biak akan tersaji sore ini dalam lanjutan Liga 1 2024/2025.
PSM Makassar vs PSBS Biak akan tersaji sore ini dalam lanjutan Liga 1 2024/2025. (Sumber : Instagram/@psbsofficial/X/@psm_makassar).
Sukabumi18 Januari 2025, 11:57 WIB

Satpam Asal Sukabumi Tewas di Rumah Mewah Bogor, Keluarga Temukan Banyak Luka Serius

Korban sempat menghubungi istrinya melalui pesan singkat.
Rumah duka Septian (37 tahun) di Kampung Cibarengkok RW 01, Desa Citarik, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. | Foto: SU/Ilyas Supendi
Sukabumi18 Januari 2025, 11:36 WIB

Daftar SKPD dengan Aduan Terbanyak pada 2024, Menurut Data Diskominfo Kota Sukabumi

Pemerintah Kota Sukabumi menerima 106 aduan masyarakat sepanjang 2024.
Apel di Lapang Setda Balai Kota Sukabumi pada Senin (15/7/2024). | Foto: Dokpim Kota Sukabumi
Sukabumi18 Januari 2025, 11:20 WIB

Tahun 2025, Dishub Kota Sukabumi Bakal Perketat Pengawasan Kendaraan Pariwisata

UPTD PKB Dishub akan melakukan upaya untuk mendukung pemerintah pusat.
Kepala UPTD PKB Dishub Kota Sukabumi, Endro. | Foto: Website Kota Sukabumi
Aplikasi18 Januari 2025, 11:15 WIB

Raksasa Mesin Pencari Google Mulai Ditinggalkan, Ternyata Teknologi Ini Penggantinya!

Google perlahan-lahan mulai ditinggalkan oleh pengguna, terutama para generasi muda.
Google perlahan-lahan mulai ditinggalkan oleh pengguna, terutama para generasi muda. (Sumber : Pixabay.com/@Simon).
Sukabumi18 Januari 2025, 11:06 WIB

Diskominfo Rilis Laporan 2024: SP4N-Lapor Kota Sukabumi Terima 106 Aduan Masyarakat

Mei menjadi bulan tertinggi dengan 15 aduan.
(Foto Ilustrasi) Diskominfo Kota Sukabumi merilis data yang masuk ke SP4N Lapor sepanjang 2024. | Foto: Istimewa
Food & Travel18 Januari 2025, 10:47 WIB

Kembalikan Ikon Wisata Lokal, Pemdes dan Warga Bersihkan Curug Caweni di Cidolog Sukabumi

Sejak pandemi Covid-19, jumlah wisatawan Curug Caweni mengalami penurunan.
Kondisi Curug Caweni di Kampung Cilutung, Desa/Kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa
Sukabumi18 Januari 2025, 10:12 WIB

Akses Kendaraan Lumpuh! Longsor Kembali Tutup Jalan Nasional di Simpenan Sukabumi

Akses kendaraan untuk roda empat atau mobil lumpuh total.
Material longsor menutup Jalan Nasional Bagbagan-Kiara Dua, tepatnya di Kampung Cimapag, Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Sabtu (18/1/2025). | Foto: Istimewa
Food & Travel18 Januari 2025, 10:00 WIB

Menyatu dengan Alam di Curug Sawer, Hanya 30 Menit dari Kota Sukabumi

Tersembunyi di tengah hutan yang rimbun, Curug Sawer ini menawarkan keindahan alam yang masih asri dan suasana yang tenang.
Curug Sawer adalah salah satu destinasi wisata alam yang menarik di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. (Sumber : Screenshot YouTube/@Kemanapedia).
Entertainment18 Januari 2025, 09:50 WIB

Sherina Munaf Gugat Cerai Baskara Mahendra Usai 4 Tahun Menikah

Kabar mengejutkan datang dari kehidupan rumah tangga penyanyi Sherina Munaf dan musisi Baskara Mahendra. Setelah hampir empat tahun menikah, Sherina resmi menggugat cerai Baskara ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Sherina Munaf Gugat Cerai Baskara Mahendra Usai 4 Tahun Menikah (Sumber : Twitter/@akuratco)