SUKABUMIUPDATE.com - Pernyataan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono yang menyebut soal potensi gempa di zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut tinggal menunggu waktu, menjadi perbincangan publik luas.
Mengutip tempo.co, pengajar di Departemen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo menyatakan, soal kabar dari BMKG itu, yang bisa dilakukan pemerintah dan masyarakat adalah melakukan upaya mitigasi dengan mematuhi standar bangunan ketika mendirikan rumah.
Amien menjelaskan bahwa megathrust adalah gempa yang dipicu oleh tumbukan lempeng dengan kedalaman antara 0-70 kilometer. “Gempa ini terjadi karena adanya hambatan antar bidang lempeng,” kata Amien melalui keterangannya, Senin (19/8/2024).
Letak Indonesia diapit oleh tiga lempeng yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Samudra Hindia. Lempeng-lempeng itu akan terus bergerak dan menghunjam ke permukaan bumi sejak jutaan tahun lalu. “Pergerakan lempeng yang terus-menerus akan mengakibatkan akumulasi energi yang dapat memicu terjadinya gempa,” ujar Amien.
Baca Juga: Memahami Gempa Megathrust yang Mengancam Indonesia dan Catatan Sejarahnya
Pergerakan lempeng tektonik, kata Amien, akan terus berlangsung dengan kecepatan antara dua hingga sepuluh sentimeter per tahun. Hal itu dapat mengakibatkan tumbukan Lempeng Samudera Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. “Tumbukan kedua lempeng itu berpotensi menghasilkan gempa megathrust,” ungkapnya.
Terjadinya gempa megathrust dapat memengaruhi beberapa wilayah di Indonesia. Seperti pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, pantai selatan Bali dan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, Maluku Utara, pantai utara dan timur Sulawesi hingga pantai utara Papua. "Lempeng tektonik terus bergerak sehingga gempa megathrust akan terus berulang di daerah tersebut,” kata peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS itu.
Amien juga menegaskan bahwa aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust tidak selalu berkekuatan besar. Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru gempa kecil lebih banyak terjadi di zona itu. “Terjadinya gempa ini juga tidak dapat diprediksi kapan waktunya, sehingga masyarakat tidak perlu panik,” terangnya.
Menurut Amien, pemerintah dan masyarakat perlu menyampaikan upaya mitigasi megathrust dengan mematuhi standar bangunan ketika mendirikan rumah. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. “Untuk mencegah potensi terjadinya megathrust besar yang memicu tsunami di pesisir pantai,” tambah dia.
Sumber: Tempo.co