Seks Reversal
Pada ikan perubahan sifat kelamin individual dimungkinkan terjadi, baik yang terjadi secara alamiah maupun melalui proses rekayasa. Populasi ikan satu jenis kelamin (monoseks) dapat diperoleh dengan teknik pengalihan jenis kelamin (seks reversal) melalui berbagai cara yaitu maskulinisasi (penjantanan), feminisasi (pembetinaan), melalui proses ginogenesis serta androgenesis. Seks reversal merupakan suatu teknologi yang dapat digunakan untuk membalikkan arah perkembangan kelamin menjadi berlawanan. Dengan penerapan teknologi ini, ikan yang seharusnya berkelamin jantan diarahkan perkembangan gonadnya menjadi betina atau sebaliknya. Aplikasi seks reversal dapat merubah fenotipe ikan namun genotipenya tidak dapat berubah.
Di Indonesia, teknik seks reversal yang seringkali diterapkan diantaranya teknik maskulinisasi untuk menghasilkan populasi ikan jantan (all male) dan feminisasi untuk menghasilkan populasi ikan betina (all female). Perubahan seks pada ikan tersebut dapat dimanipulasi dengan berbagai cara seperti melalui pemberian makanan, perendaman, penyuntikan maupun teknik implantasi. Perlakuan seks reversal yang dilakukan melalui metode pemberian makanan dan metode perendaman biasanya menggunakan hormon sintetik, seperti 17α-metiltestosteron, 17α-etiniltestosteron, 17 estradiol β (E) dan dietilbesterol (DES), trembolone acetate (TBA). Lebih lanjut disebutkan bahwa maskulinisasi dapat dilakukan dengan menggunakan hormon 17α-metiltestosteron sedangkan feminisasi dilakukan dengan menggunakan hormon 17 estradiol β, 17α-etinilestradiol, dietilbesterol.
Proses pembentukan jenis kelamin jantan maupun pada betina dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu endogenous, eksogenous hormon dan faktor lingkungan. Lebih lanjut bahwa secara buatan, teknik seks reversal dimungkinkan dilakukan karena pada awal perkembangan embrio atau larva, belum terjadi perubahan (diferensiasi) kelamin.
Metode seks reversal terdiri dari metode terapi hormon (secara langsung) ataupun rekayasa kromosom (cara tidak langsung). Terapi dengan menggunakan hormon digunakan untuk feminisasi dan maskulinisasi. Metode secara langsung dapat diterapkan pada semua jenis ikan apapun kromosom seksnya. Kelebihan utamanya adalah sederhana dan dapat meminimalkan kematian walaupun potensi hasil yang didapatkan nantinya akan sangat beragam karena perbandingan kelamin alamiah antara jantan dan betina tidak selalu sama. Secara umum, budidaya populasi monoseks bertujuan untuk mendapatkan ikan dengan pertumbuhan yang cepat dimana pada beberapa jenis ikan kelamin jantan tumbuh lebih cepat dibandingkan ikan betina atau sebaliknya, mencegah terjadinya pemijahan liar, untuk mendapat penampilan yang baik serta menunjang genetika ikan yaitu pemurnian ras ikan.
Diferensiasi dan Pengaturan Jenis Kelamin
Fase diferensiasi seks pada ikan meliputi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan keberadaan gonad, perpindahan awal sel nutfah, kemunculan bagian tepi gonad dan diferensiasi gonad menjadi testis atau ovari. Diferensiasi seks gonad merupakan proses yang kompleks tidak seperti pada kebanyakan hewan vertebrata lainnya. Selain faktor genetik dan kromosom seks, terdapat faktor lain yang mempengaruhi hasil dari proses akhir perkembangan gonad dan seks fenotip yang diperoleh. Mekanisme determinasi seks dikontrol oleh gen spesifik yang hanya mengendalikan “initial decision” dari fenotip gonad, akan tetapi intruksi khusus yang berhubungan langsung dengan proses diferensiasi seks gonad ini dapat ditolak disebabkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal.
Masa diferensiasi seks ikan sangat beragam tergantung pada spesiesnya. Pada ikan-ikan golongan Ochlids dan Cyprinodontids, fase diferensiasi seks berlangsung antara 10–30 hari setelah penetasan. Ikan Oreochromis mossambicus 11-19 hari, Oreochromis aureus 18-32 hari, Oreochromis niloticus 25-59 hari. Sedangkan masa diferensiasi kelamin pada ikan mas, Cyprinus carpio, L. terjadi antara hari ke- 9–98 setelah penetasan. Keragaman masa diferensiasi ini sangat bergantung pada kondisi periode labil masing-masing spesies ikan, karena efektifitas perlakuan hormon steroid, sangat ditentukan oleh kondisi labil dari masing-masing spesies ikan. Selain itu pada beberapa spesies ikan, masa diferensiasi seks dapat dimulai dari periode embrio, larva, juvenil dan bahkan ikan dewasa.
Jenis kelamin individu secara genetik sudah ditetapkan pada saat pembuahan, akan tetapi pada masa embrio, jaringan bakal gonad masih berada dalam masa indiferent. Pada suatu jaringan bakal jantan atau betina, sebenarnya struktur-struktur dari jantan dan betina tersebut sudah ada dan tinggal menunggu proses diferensiasi dan penekanan ke arah aspek jantan atau betina. Hal ini diduga karena fungsi kromosom kelamin dalam menentukan jenis kelamin masih belum aktif. Jenis kelamin dalam suatu individu ditentukan oleh kromosom seks (gonosom) yang mengandung faktor gen-gen jantan dan betina. Gen-gen utama yang berperan dalam menentukan jenis kelamin jantan dan betina terletak pada kromosom X dan Y, sedangkan beberapa gen tambahan yang tidak begitu dominan dalam penentuan jenis kelamin tersebar pada kromosom lainnya.
Proses pengalihan kelamin (seks reversal) pada suatu individu dapat dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan dan dapat terjadi secara alami maupun buatan. Perubahan kelamin yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang tidak disertai adanya perubahan susunan genetik dikategorikan sebagai perubahan kelamin secara alami. Sedangkan perubahan kelamin dengan bantuan manusia untuk mengarahkan perkembangan organ reproduksi dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat mendorong terjadinya perubahan tersebut disebut dengan perubahan kelamin buatan. Perubahan kelamin buatan ditujukan untuk menghasilkan individu dengan fenotip kelamin yang berbeda dengan kelamin genotipnya.
Perubahan jenis kelamin secara buatan dimungkinkan karena pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid sehingga pembentukan gonad dapat diarahkan dengan menggunakan hormon steroid sintetis. Hormon tersebut dapat mengatur beberapa fenomena reproduksi misalnya proses diferensiasi gonad, pembentukan gamet, ovulasi, spermiasi, pemijahan atau tingkah laku kawin, karakter seksual sekunder, perubahan morfologis atau fisiologis pada musim pemijahan atau produksi fenomon. Diantara fenomena tersebut, masa diferensiasi gonad terjadi lebih awal yang kemudian diikuti oleh fenomena yang lain.
Pengalihan jenis kelamin melalui pemberian hormon steroid merupakan salah satu cara untuk menghasilkan populasi monoseks yang sesuai dengan yang diharapkan. Hormon steroid biasanya diberikan secara langsung ke ikan terutama pada masa perkembangan gonad, cara ini telah berhasil diterapkan pada beberapa jenis ikan seperti ikan cupang, ikan guppy, ikan nila, koan, mas dan beberapa jenis ikan lainnya.
Peranan Hormon
Hormon merupakan bahan kimia yang disekresikan ke dalam cairan tubuh oleh satu sel atau sekelompok sel dan dapat mempengaruhi fisiologi sel-sel tubuh lainnya. Sebagian besar hormon disekresikan oleh kelenjar endokrin dan selanjutnya ke dalam darah diangkut ke seluruh tubuh. Hormon mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan fisiologi dan umumnya bekerja sebagai aktivator spesifik atau inhibitor dari enzim.
Penggunaan hormon dalam seks reversal, secara sederhana bertujuan untuk mempengaruhi keseimbangan hormon dalam darah yang pada saat difensiasi kelamin sangat menentukan individu tertentu akan berstatus jantan atau betina dengan cara memasukkannya dari luar tubuh individu. Hormon-hormon yang dapat digunakan untuk proses seks reversal dapat digolongkan ke dalam jenis hormon steroid yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Golongan androgen (androstenedion, etiniltestosteron, metiltestosteron dan testosteron propionat), merupakan jenis yang umum digunakan pada proses maskulinisasi;
b. Hormon estrogen (estron, estriol, estradiol dan etinilestradiol) yang digunakan untuk mengarahkan diferensiasi kelamin menjadi betina (feminisasi);
Hormon androgen terbentuk secara alami seperti testosteron, 11α-kotestoteron, dyhidrotestosteron dan yang dapat disintesis seperti 17α–metiltestoteron dan testosteron propionat. Hormon androgen merupakan jenis hormon steroid yang dapat dihasilkan oleh testis pada kondisi normal. Selain berfungsi untuk merangsang tahap akhir dalam proses spermatogenesis dan meningkatkan pertumbuhan serta aktivitas eksresi dari organ kelamin pelengkap, hormon androgen juga berperan dalam pemeliharaan dari kelamin sekunder, tingkah laku seksual serta proses penjantanan (maskulinisasi).
Metode Aplikasi Hormon
Aplikasi pemberian hormon pada ikan dapat dilakukan dengan cara penyuntikan berkala, perendaman atau secara oral dengan media melalui pakan. Keberhasilan penggunaan hormon steroid bergantung kepada beberapa faktor diantaranya jenis dan umur ikan, dosis hormon yang digunakan, lama waktu pemberian dan cara pemberian hormon. Pada umumnya, cara yang terbaik dan mudah dalam metode pemberian hormon adalah melalui bantuan media berupa makanan, namun cara ini terbatas hanya pada ikan yang telah mampu memakan pakan buatan. Meskipun demikian metode pemberian hormon juga dapat dilakukan melalui pakan alami seperti artemia, moina dan lain-lain.
Cara yang lain adalah melalui cara perendaman, namun agar cara ini efektif, perlu diperhatikan konsentrasi hormon dan lama waktu perendaman. Konsentrasi hormon yang diberikan tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan tekanan dalam pembentukan gonad, efek paradoksial, pertumbuhan rendah dan tingkat kematian yang tinggi. Lama waktu perendaman akan lebih singkat jika dosis atau konsentrasi hormon yang digunakan juga tinggi.
Agar hormon steroid berpengaruh lebih efektif, maka waktu penggunaannya harus dilakukan ketika gonad belum berdiferensiasi. Hal ini terjadi karena sensitivitas hormon sangat tinggi terjadi saat sebelum diferensiasi kelamin secara fisiologis dan secara histologis. Untuk itu, perlakuan hormon akan memberikan efek pengarahan jenis kelamin tertinggi jika diberikan tepat sebelum tahap differensiasi kelamin secara fisiologis.
*review dari berbagai sumber
Penulis: Andri Iskandar | Program Studi Teknologi dan Manajemen Pembenihan Ikan, Sekolah Vokasi, IPB