Penerapan Metode Kultur Jaringan pada Petani Pedesaan
Penulis : Aulya Maharany / Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Teknik kultur jaringan tanaman (plant tissue culture technique) tidak dapat dipisahkan dari berbagai teknologi terkini yang mewarnai kemajuan bidang pertanian. Kultur jaringan berasal dari kata "kultur" (to culture atau to cultivate) yang berarti membudidayakan atau mengondisikan agar dapat tumbuh dan berkembang; serta "jaringan tanaman" (plant tissue) yang berarti kumpulan sel tanaman yang mempunyai fungsi tertentu.
Secara harfiah, kultur jaringan adalah membudidayakan jaringan tanaman. Namun demikian, kultur jaringan tanaman yang kini merupakan terminologi populer di dunia dapat dikatakan sebagai terminologi salah kaprah atau sesuatu yang kurang tepat, tetapi sudah terlanjur diterima masyarakat luas. Kultur jaringan bukan hanya berarti pengulturan jaringan tanaman, melainkan didefinisikan sebagai pengulturan secara aseptik bagian tanaman.
Hal tersebut bisa berupa sel, jaringan, organ, embrio, biji, atau tanaman utuh di dalam tabung (secara in vitro) dengan media buatan berisi nutrisi lengkap, sumber energi, dan bahan lain yang diperlukan tanaman (hampir selalu memerlukan ZPT) dalam kondisi lingkungan fisik maupun kimia yang terkontrol.
Kultur jaringan, juga memiliki beberapa karakteristik, seperti: Kultur jaringan terjadi pada skala mikro, kondisi lingkungannya harus optimal (nutrisi, cahaya, suhu, fitokimia, air, kelembapan, mineral, ZPT/hormon, dan gaya gravitasi), harus teril dari semua mikroba (jamur, bakteri, virus, dan nematoda), mampu tumbuh berbagai sel tunggal (protoplas, mikrospora, kultur suspensi, sel tumbuhannya memiliki sifat totipoten (contohnya: mampu meregenerasi seluruh tanaman).
Kultur Jaringan bisa dikembangkan di pedesaan karena jika di pedesaan menerapkan perkembangbiakan tanaman secara kultur jaringan mempunyai potensi bukan hanya dalam bidang pertaniannya saja, tetapi dalam bidang perekonomiannya juga, karena kultur jaringan mempunya banyak potensi, seperti: Kultur jaringan dapat menghasilkan bibit tanaman yang lebih baik dan bebas penyakit.
Sehingga bisa membantu petani di pedesaan mendapatkan benih berkualitas tanpa bergantung pada distributor, kultur jaringan juga meningkatkan produksi tanaman dalam jumlah yang cukup besar dan tanamannya pun tumbuh seragam, bebas dari hama dan penyakit karena kultur jaringan dilakukan dengan metode aseptik. sehingga para petani tidak perlu khawatir apabila tanamnnya tidak tumbuh seragam dan khawatir apabila tanamannya terkena hama atau penyakit.
Jika petani di pedesaan menerapkan metode kultur jaringan, petani tersebut bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di desa tersebut agar nilai jualnya lebih tinggi karena tanaman yang dikulturkan biasanya menjadi tanaman yang unggul dan seragam tumbuhnya.
Meskipun dana awal yang dikeluarkan cukup besar, namun kultur jaringan dapat mengurangi biaya produksi dalam jangka panjang, karena tanaman yang sudah di aklimatisasi tidak terlalu banyak menggunakan pestisida, penggunaan pupuk berkurang dan tanaman yang dihasilkan lebih tahan terhadap penyakit. Karena menghasilkan kualitas dan kuantitas hasil panen yang lebih baik dengan metode kultur jaringan, maka tentunya dapat menjadi sentra budidaya tanaman untuk diekspor.
Karena berkembangnya kultur jaringan dipedesaan, tentunya dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan perekonomian di desa tersebut. Sehingga dapat mengurangi urbanisasi jika penduduk desa mempunyai kesempatan kerja yang lebih baik di daerah mereka.Kultur jaringan dapat mendorong praktik pertanian yang lebih berkelanjutan karena mengurangi penggunaan pestisida dan bahan kimia berbahaya serta mendukung pelestarian tanaman langka atau tanaman yang sudah mulai sedikit jumlahnya.
Dibalik banyak sekali potensi positif jika kultur jaringan dikembangkan di pedesaan, ternyata banyak juga kendala yang akan dihadapi ketika kultur jaringan diterapkan di pedesaan. Berikut adalah kendala yang dihadapi jika kultur jaringan diterapkan di pedesaan: Peralatan laboratorium yang diperlukan, bahan-bahan yang dibutuhkan seperti bahan kimia dan media kultur, serta biaya operasionalnya yang mahal.
Maka dari itu jika kultur jaringan ingin dikembangkan dipedesan banyak sekali hal yang perlu dipikirkan terutama biaya yang dibutuhkan. Kultur jaringan juga perlu pengetahuan teknis yang tinggi dan keterampilan yang rumit, dan hal itu tentunya bisa menjadi penghalang bagi petani yang tidak memiliki latar belakang ilmiah, karena petani di pedesaan mungkin belum familiar dengan teknik kultur jaringan sehingga mereka memerlukan pelatihan yang intensif untuk mempelajarinya.
Untuk distribusi bahan kimia dan peralatan laboratorium ke pedesaan bisa menjadi tantangan karena tra nsportasi dan aksesibilitasnya belum memadai, dan infrastrukturnya juga bisa saja kurang memadai untuk mendukungnya laboratorim kultur jaringan itu.
Laboratorium kultur jaringan memerlukan pemeliharaan yang konsisten dan berkelanjutan, yang bisa menjadi tantangan bagi petani pedesaan, karena biasanya dalam pemeliharaan terdapat banyak pengeluaran seperti penggantian alat atau membetulkan alat yang rusak. Kebijakan dan program pemerintah yang mendukung penerapan kultur jaringan di pedesaan mungkin masih kurang atau belum terarah yang bisa menjadi hambatan mereka.
Maka dari itu, perlu mengatasi kendala-kendala yang akan terjadi agar kultur jaringan di pedesaan dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan.
Berikut adalah solusinya: Memberikan subsidi untuk pembangunan laboratorium dan pembelian peralatan serta bahan kimia yang diperlukan, karena peralatan dan bahan yang diperlukan sangat mahal, maka para petani tentunya sangat memerlukan subsidi atau dukungan finansial dari pemerintah.