SUKABUMIUPDATE.com - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyampaikan laporan hasil penyelidikan terkait penyebab terjadinya gerakan tanah di lokasi bencana longsor yang menimbun banyak rumah di Kampung Cibatu Hilir RT. 001 RW.011 Desa Sekarwangi Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi.
Kepala PVMBG Hendra Gunawan mengatakan, berdasarkan hasil pengamatan lapangan dari Tim Badan Geologi bahwa adanya penimbunan hasil pemotongan lereng material tanah (cut and fill) perumahan yang dibuang ke bagian lembah menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya gerakan tanah di lokasi tersebut.
Selain itu, pengaturan drainase yang tidak tertata dengan baik menyebabkan air terakumulasi pada area tersebut dan menyebabkan tanah menjadi tidak stabil dan mudah bergerak.
“Lalu sistem perkuatan lereng pada tanah timbunan maupun lereng yang dipotong yang kurang memadai sehingga mudah longsor,” ujar Hendra dalam rilis yang dikutip sukabumiupdate.com di laman kementerian ESDM, Jumat (2/2/2024).
Baca Juga: PVMBG Kaji Lokasi Longsor Cibadak Sukabumi, Proyek Perumahan Jadi Pemicu?
Hendra menambahkan, kelerengan yang terjal menyebabkan material tanah mudah bergerak atau longsor. Kemudian tanah timbunan dan kondisi geologi berupa endapan Gunungapi Pangrango yang tebal dan dibawahnya berupa produk Gunungapi yang lebih kedap sehingga pada batas kontak muncul mata air maupun rembesan.
“Keberadaan struktur geologi pada lokasi tersebut juga turut memperlemah batuan yang ada dan gerakan tanah ini dipicu oleh curah hujan yang tinggi sebelum terjadinya gerakan tanah,” tuturnya.
Lebih lanjut Hendra menjelaskan terkait mekanisme gerakan tanah di Kampung Cibatu Hilir ini, dimana lokasinya terjadi pada gawir atau lereng terjal dan lembah yang ditimbun (cut and fill) pada perumahan.
Lereng yang longsor dan lereng sekitar disusun oleh tanah timbunan dan tanah pelapukan berupa lempung pasiran bersifat sarang yang merupakan tanah residu (residual soil) dari produk Gunungapi Pangrango dan dibawahnya berupa produk gunungapi yang lebih kedap air.
“Pengendalian air pemukaan dan air bawah permukaan (saluran drainase) yang tidak tertata dengan baik, sehingga aliran air mengarah ke lembah yang ditimbun tersebut dan pada tekuk lereng lokasi timbunan tersebut merupakan tempat munculnya mata air,” sambungnya.
Selain itu kondisi jenuh air yang berlebihan akibat curah hujan tinggi dan lereng tanpa penguatan lereng yang memadai menimbulkan terjadinya peningkatan tekanan air pori dan mengakibatkan longsoran pada timbunan tanah dan tanah asli.
“Pergerakan material longsoran terjadi dalam beberapa tahap, berawal pada bagian atas kemudian terjadi longsor susulan yang mendampak pemukiman warga,” jelasnya.
Baca Juga: Longsor di Cibadak Sukabumi, Sejumlah Rumah Dilaporkan Tertimbun
Mengingat curah hujan yang masih tinggi dan masih adanya potensi gerakan tanah susulan pada lokasi tersebut, PVMBG memberikan rekomendasi agar rumah dengan kondisi rusak berat, rumah yang berada didepan material longsoran, serta rumah yang terdeformasi atau retak sebaiknya direlokasi ketempat yang aman.
“Total saat ini masih ada sekitar 9 rumah yang berada pada daerah bahaya,” kata Hendra.
Menurut Hendra, daerah ini merupakan daerah rawan longsor serta banyak mata air dan aliran permukaan. Sehingga ketika hujan mengalir ke lokasi ini dari atas jalan dan perumahan karena arah aliran menuju lokasi ini.
Sementara bagian bawah merupakan pemukiman padat penduduk sehingga diperlukan perbaikan pengendalian air rembesan (drainase bawah permukaan) dan pengendalian air permukaan secara menyeluruh (tata salir/saluran drainase yang dilapisi saluran kedap dan untuk mencegah limpasan air dan serta jangan sampai terjadi genangan air, menutup retakan, perbaikan permukaan lereng dan melakukan penanaman pohon pada material longsoran.
“Air dari jalan atas juga dijaga agar jangan sampai melimpas ke area pemukiman dibawahnya,” tuturnya.
Kemudian PVMBG juga merekomendasikan agar dilakukan perkuatan lereng atau penambatan tanah serta menurunkan geometri lereng pada daerah yang sudah longsor dan daerah yang berpotensi longsor.
“Tujuannya pada material longsoran ini untuk mengurangi pergerakan material longsor dan menambah gaya penahan agar tidak terjadi longsor,” jelasnya.
“Daerah bahaya longsor memungkinkan terjadi perluasan gerakan tanah atau longsor susulan jika curah hujan tinggi, sehingga sebaiknya pada daerah rawan mengungsi dulu ketempat yang aman ketika terjadi hujan,” tambahnya.
Hendra menyebut, masyarakat yang tinggal disekitar lokasi longsor dan diluar daerah rawan atau bahaya, pada saat ini belum perlu direlokasi atau bisa kembali ke rumah.
“Namun demikian, karena daerah ini juga mempunyai potensi longsor jika tidak ada perbaikan saluran drainase permukaan dan bawah permukaan maka masyarakat harus senantiasa meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan serta selalu memantau perkembangan retakan, rembesan-rembesan air dan mata air yang ada,” kata dia.
“Jika aliran rembesan air dan mata air berubah menjadi aliran air disertai lumpur dan pada saat hujan mata air atau rembesan air mampat atau berhenti mengalir sebaiknya mengungsi dulu ke tempat yang aman sambil memantau lingkungan sekitar,” tambahnya.
Selain itu masyarakat diminta agar mewaspadai daerah sekitar lereng jika muncul retakan tanah baik pada jalan maupun lahan agar segera ditutup agar air tidak masuk ke dalam retakan dan longsoran.
“Jika retakan bertambah lebar dan atau ditemukan retakan baru segera mengungsi dan melaporkan ke Pemerintah Daerah setempat,” kata Hendra.
Masyarakat sekitar lalu diminta agar senantiasa memantau perkembangan retakan dan longsoran jika retakan dan longsoran semakin membesar atau meluas sebaiknya mengungsi atau direlokasi.
“Lokasi ini masih berpotensi terjadi longsoran/retakan susulan atau meluasnya area longsoran/retakan jika terjadi penjenuhan secara berlebihan sehingga masyarakat sekitar terutama yang berdekatan dengan retakan, didepan material longsoran, dibawah tebing terjal atau berdekatan dengan sungai dan yang berada pada gawir diharapkan waspada terutama saat dan setelah turun hujan terhadap potensi longsor susulan/ meluasnya gerakan tanah,” jelasnya.
Hendra juga meminta masyarakat tidak melakukan penimbunan lembah serta pemotongan dan penimbunan lereng sembarangan tanpa kaidah keteknisan.
“Diperlukan sosialisasi kepada masyarakat agar lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, bencana longsor menimbun belasan rumah di Kampung Cibatu Hilir RT. 001 RW. 011, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi ini pertama kali terjadi pada tanggal 24 Januari 2024 sekitar pukul 06.30 WIB setelah turun hujan. Longsor yang dipicu gerakan tanah ini terus berkembang dan meluas sampai pukul 11.20 WIB.
Berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Sukabumi, dampak longsor tersebut membuat 13 rumah rusak berat, 16 KK 54 Jiwa mengungsi, 66 rumah terancam (89 KK/314 Jiwa), 2 unit Mushola dan Posyandu terancam, 12 rumah hancur/rusak berat,69 rumah terancam, 51 jiwa (15 KK) terdampak dan 239 jiwa (75 KK) terdampak.
Menurut Hendra, gerakan tanah yang terjadi pada lokasi ini berupa longsoran tanah dengan bidang gelincir berbentuk rotasi. Longsoran tanah yang terjadi mempunyai lebar mahkota 32,5 m dan panjang longsoran 117 meter.
Kemudian luas area longsoran mencapai sekitar 2.857 m2 dan arah longsoran N310° E (relative ke timur). Retakan dibelakang rumah juga muncul akibat tarikan dan getaran.
“Beberapa rumah pada lokasi perumahan juga mengalami retakan akibat tanah timbunan yang kurang bagus. Retakan tanah juga terjadi disebelah utara lokasi bencana dengan lebar retakan 5 – 10 cm dan panjang retakan mencapai 26 m dan terlihat ada amblesan 5 – 10 cm,” jelasnya.
Adapun morfologi daerah yang mengalami gerakan tanah tipe longsoran ini merupakan lereng perbukitan bergelombang sedang dengan kemiringan lereng 10° - 30°.
Kemudian lokasi gerakan tanah/tanah longsor terjadi pada elevasi antara 350 – 375 mdpl dan berada diantara 2 alur sungai musiman.
Dibagian bawah dari pemukiman merupakan lembah Sungai Citatih dan bagian timur pemukiman berupa lereng agak terjal – terjal.
“Alur lembah di sebelah timur pemukiman Kp. Cibatu Hilir dan di sebelah utara perumahan merupakan area timbunan hasil pemotongan lereng perumahan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, lanjut Hendra, lokasi bencana gerakan tanah atau longsor terletak pada tanah tanah timbunan hasil dari pengupasan lereng dan pada tanah pelapukan (residual soil) yang mengandung banyak tuff hasil dari endapan vulkanik Gunungapi Pangrango.
“Satuan batuan diatas dapat disebandingkan dengan Formasi Walat (Tow) yang terdiri batupasir kuarsa yang berlapis silang konglomerat, kerakal kuarsa, batulempung karbonatan, lignit dan lapisan tipis batubara diatasnya diendapkan secara selaras Formasi Batuasih yang terdiri dari batulempung napalan hijau dengan konkresi pirit,” jelasnya.
“Kemudian diatas Formasi Batuasih (Toba) adalah Batuan Gunungapi Pangrango (Qvpo) yang terdiri dari endapan lebih tua, lahar, dan lava basal andesit dengan oligoklas-andesin, labradorite, olivine, piroksen dan hornblende pada Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa (Effendi, dkk, 2011),” tambahnya.