SUKABUMIUPDATE.com - Gempa Sumedang Jawa Barat menjadi salah satu berita bencana duka di tahun 2024 ini. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geosifika (BMKG) melalui Pusat Gempabumi dan Tsunami mengungkap sederet fakta terkait Gempa Sumedang.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyebut Gempa Sumedang termasuk salah satu gempabumi merusak yang melanda Indonesia. Lebih lengkap simak Fakta-Fakta Gempa Sumedang berikut ini!
Fakta Gempa Sumedang
1. Gempa Sumedang adalah Gempa Kerak Dangkal
Fakta Pertama, Gempa Sumedang merupakan jenis gempa ‘kerak dangkal’ (shallow crustal earthquake). Gempa semacam ini dipicu aktivitas sesar aktif, yang seluruh pelepasan energinya terkonsentrasi pada wilayah lokal. Meskipun magnitudonya relatif kecil 4,8, Gempa Sumadang dapat merusak lebih dari 149 bangunan rumah.
Selain kedalaman gempanya yang dangkal, episenter gempa kerak dangkal yang terletak di zona tanah lunak dan tebal akan memicu resonansi yang berujung amplifikasi / penguatan gelombang gempa sehingga gempa kerak dangkal dikenal sangat merusak dan mematikan.
Beberapa contoh gempa kerak dangkal adalah Gempa Cianjur 2022 (lebih dari 600 orang Meninggal Dunia-MD), Gempa Yogyakarta 2006 (lebih dari 6000 orang MD), Gempa Turki 2023 (lebih dari 17,000 orang MD), Gempa Sichuan China 2008 (lebih dari 70,000 orang MD).
Baca Juga: Viral Jokowi Bagi Bansos Dekat Baliho Prabowo-Gibran, Ini Klarifikasi Istana
Gempa Sumedang memberi pelajaran akan pentingnya mitigasi konkrit dengan mewujudkan bangunan dengan struktur kuat dan Rencana Tata Ruang Wilayah yang aman, berbasis risiko gempabumi.
2. Gempa Sumedang Terjadi di Zona Kegempaan Rendah
Fakta Kedua, Gempa Sumedang sebenarnya terjadi di zona kegempaan rendah (low seismicity). Dalam Peta Seismisitas Jawa Barat, tampak bahwa Kota Sumedang tidak terdapat kluster seismisitas mencolok seperti lazimnya di jalur sesar aktif.
Gempa Sumedang mirip Gempa Kalatoa di Laut Flores M7,4 (2021), Gempa Talamau 2022, dan Gempa Probolinggo M4,1 (2022) yang juga terjadi di zona seismisitas rendah. Gempa Sumedang memberi pesan akan pentingnya mitigasi gempabumi meski di wilayah dengan aktivitas kegempaan rendah.
3. Magnitudo Gempa Sumedang Kecil Tapi Merusak
Fakta Ketiga, Gempa Sumedang memiliki magnitudo kecil tetapi merusak.
BMKG mencatat sejumlah gempa kerak dangkal dengan magnitudo kecil yang terbukti merusak seperti Gempa Madiun 4,2 (2015), Gempa Pangalengan 4,2 (2016), Gempa Garut 3,7 (2017), Gempa Banjarnegara 4,4 (2018), Gempa Lebak 4,4 (2018), dan Gempa Kuningan-Brebes 4,2 (2020).
Baca Juga: Pakar: Waspada Gempa Meski Tak Berada di Zona Sesar
Gempa Sumedang memberi pesan kepada kita agar tidak mengabaikan setiap gempa kerak dangkal, meskipun magnitudonya kecil.
4. Gempa Sumedang 2023 Perulangan Gempa 14 Agustus 1955
Fakta Keempat, Gempa Sumedang diduga merupakan perulangan gempa pada 14 Agustus 1955. Jangan melupakan sejarah, dalam seismologi kita mengenal konsep ‘return period’ atau periode ulang gempa, bahwa gempa yang pernah terjadi di suatu tempat, satu saat akan terjadi lagi.
Gempa Sumedang memberi pesan agar kita mempelajari sejarah gempa masa lalu di daerah kita masing-masing, bisa jadi satu saat gempa akan terjadi lagi menghampiri tempat yang kita anggap aman karena ketidaktahuan akan sejarah gempa merusak masa lalu.
Periode ulang gempa memberi pesan kepada kita akan pentingnya kesiapsiagaan (preparedness) terhadap bencana gempabumi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
5. Aktivitas Sesar Aktif Gempa Sumedang
Fakta Kelima, Gempa Sumedang dipicu aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan. Dalam hal ini gempa Sumedang mirip Gempa Solok M5,3 (2019), Gempa Ambon M6,5 (2019), Gempa Kalatoa Laut Flores M7,4 (2021), Gempa Ampana Sulawesi Tengah M6,5 (2021), dan Gempa Cianjur M5,6 (2022).
Gempa Sumedang ini menjadi ‘human interest’ terkait nama sesar pembangkit gempa.
Baca Juga: Dua Rumah Terancam, Hujan Deras Picu Longsor di Kabandungan Sukabumi
Data hiposenter gempa BMKG terelokasi menujukkan kluster seismisitas cenderung berarah Utara-Selatan, melintasi Kota Sumedang. Ini mirip sejulah kota yang dilalui jalur sesar aktif seperti Palu (Sesar Palu-Koro), Sorong (Sesar Sorong), Aceh (Sesar Aceh), Gorontalo (Sesar Gorontalo), Semarang (Sesar Semarang), Lembang (Sesar Lembang) dll., dimana nama sesar aktif merujuk nama tempat yang berisiko sehingga akan memberikan muatan pesan kesiapsiagaan dan edukasi mitigasi gempabumi bagi masyarakat setempat.
Sumber: BMKG