SUKABUMIUPDATE.com - Saat turun pertama kali setelah musim kemarau mungkin banyak dari kita kerap mencium aroma khas, banyak orang menyebut aroma tersebut sebagai “bau tanah”. Pasalnya aroma itu muncul ketika air hujan bersentuhan dengan tanah yang kering.
Tapi tahukah jika aroma tersebut memiliki nama dan bisa dijelaskan secara ilmuah. Melansir dari laman sumedangkab.go.id, aroma khas itu disebut Petrichor.
Istilah petrichor sendiri diciptakan dari kosakata Yunani oleh dua ilmuwan Australia, Bear dan Thomas, pada tahun 1964 dalam jurnal ilmiahnya.
Baca Juga: Kenapa Pesawat Terbang Terlihat Mengeluarkan Asap Putih Saat Terbang?
Lalu, dalam blog Gramedia yang ditulis Rahma R, Petrichor memiliki nama lain yakni angu atau ampo (bahasa Indonesia: petrikor).
Dalam kamus Merriam-Webster mendeskripsikan petrichor sebagai bau tanah yang menyenangkan yang diasosiasikan dengan hujan, terutama setelah cuaca panas dan kering. Bau juga bisa disebabkan oleh kombinasi minyak nabati yang mudah menguap dan geosmin yang dilepaskan dari tanah ke udara dan dengan ozon.
Bagaimana Petrichor Tercipta?
Masih melansir dari laman Gramedia Blog, pada tahun 1964 dua peneliti CSIRO, Isabel Joy Bear asal Australia dan Roderick G. Thomas asal Britania Raya untuk sebuah artikel yang diterbitkan di jurnal Nature.
Baca Juga: 5 Fenomena Astronomi yang Akan Hiasi Langit Oktober 2023, Ada Gerhana Bulan
Kedua peneliti itu menjelaskan dalam artikel mereka bahwa aroma khas tersebut berasal dari minyak yang dikeluarkan tanaman tertentu ketika cuaca kering, minyak itu akan terserap ke dalam tanah dan bebatuan seperti tanah liat.
Saat hujan, minyak yang terserap di tanah itu akhirnya dilepaskan ke udara bersama senyawa lain yang disebut geosmin, produk sampingan dari metabolisme aktinobakteria yang dilepaskan ke tanah lembab dan menciptakan aroma uniknya. Ozon juga bisa tercium oleh petir.
Dalam makalah lain, Bear dan Thomas (1965) menunjukkan bahwa minyak menghambat perkecambahan biji dan pertumbuhan awal tanaman.
Ini menunjukkan bahwa tanaman mengeluarkan minyak untuk melindungi benih dari perkecambahan di bawah tekanan.
Baca Juga: Kemarau Panjang, Sumur Dadakan Jadi Alternatif Warga Purabaya Sukabumi
Pada 2015, peneliti MIT menggunakan kamera berkecepatan tinggi untuk merekam penyebaran bau di udara. Tes tersebut mencakup sekitar 600 tes pada 28 permukaan yang berbeda, termasuk material rekayasa dan sampel tanah.
Saat hujan turun di permukaan yang berpori, udara di dalam pori membentuk gelembung kecil yang mengapung ke permukaan dan menjadi aerosol. Aerosol mengangkut bau serta bakteri dan virus dari tanah.
Tetesan air hujan yang bergerak lebih lambat cenderung menghasilkan lebih banyak aerosol; Ini menjelaskan mengapa Petrichor lebih sering terjadi selama musim hujan.