SUKABUMIUPDATE.com - Kuda masih menjadi salah satu hewan yang dekat dengan kehidupan manusia. Dari dulu hingga sekarang hewan ini kerap dimanfaatkan tenaganya untuk membantu aktivitas manusia salah satunya dalam hal transportasi.
Hal itu juga terjadi di Sukabumi bahkan hingga saat ini, kita masih bisa menemukan alat transportasi yang ditarik oleh kuda seperti Sado yang banyak mangkal di Kota Sukabumi dan nayor yang bisa ditemui di daerah Cibadak meski jumlahnya sudah tidak lagi banyak.
Selain untuk alat transportasi, masyarakat Sukabumi zaman dulu juga kerap menjadikan kuda dalam ajang olahraga pacuan kuda. Tak sedikit warga lokal Sukabumi yang menjadi joki handal bahkan mampu mengalahkan joki-joki dari Eropa dalam arena pacuan kuda.
Baca Juga: Riwayat Dua Lapangan Terbang di Sukabumi: Rawakalong dan Cikembar
Salah satu joki asal Sukabumi yang terkenal adalah Djomhari. Ia mampu memenangkan banyak perlombaan hingga namanya disegani. Namun, Djomhari mengalami nasib tragis setelah ditemukan meninggal secara misterius usai mengikuti salah satu lomba pacuan kuda.
Nah, bagaimana sejarah pacuan kuda tempo dulu di Sukabumi dan apa penyebab joki Djomhari meninggal dunia?
Dalam catatan sejarah yang diterima Sukabumiupdate.com dari pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah Sabtu, 2 September 2023, mengisahkan secara lengkap bagaimana awal hingga terkenalnya olahraga pacuan kuda di Sukabumi.
Berikut catatan sejarah pacuan kuda di Sukabumi yang ditulis Kepala Yayasan Dapuran Kipahare tersebut.
Olahraga Berkuda di Sukabumi
Peranan kuda selain sebagai alat transportasi tempo dulu memang sudah meningkat ada yang digunakan untuk menarik bajak hingga menjadi olahraga. Cikal bakal olahraga ketangkasan berkuda pada awalnya adalah dari perburuan, dimana masyarakat jaman dulu menunggang kuda sambil berburu di hutan-hutan.
Kegiatan ini kemudian menjadi olahraga ketangkasan bagi prajurit kerajaan, konon wilayah Jampang adalah tempat penggemblengan prajurit kerajaan Sunda/Pajajaran. Kegiatan berburu dan ketangkasan ini terus berlanjut hingga masuknya kolonialisme ke Sukabumi, para pejabat lokal keturunan ningrat maupun orang Eropa melakukan kegiatan berburu di wilayah Selatan Sukabumi.
Baca Juga: Sudah Dikenal Sejak Tahun 1900 an, Begini Sejarah Kampung Inggris di Sukabumi
Kegiatan ketangkasan juga dilanjutkan oleh pasukan kavaleri Belanda yang mempergunakan kuda sebagai alat tempur. Pada kegiatan-kegiatan tertentu seperti menyambut kelahiran ratu Belanda kegiatan olahraga berkuda dijadikan sebagai tontonan ketangkasan maupun balapan. Ketika orang-orang Eropa mulai menguasai perkebunan di Sukabumi, mereka juga membawa kesenangan yang menjadi budaya di eropa yaitu pacuan kuda.
Semua pemilik perkebunan pasti mempunyai kuda, bahkan sebagian perkebunan mempunyai pacuan kuda untuk latihan. Pemilik perkebunan swasta pertama di Sukabumi yaitu Andries De Wilde Pilihan Raffles kepada de Wilde memenangkan tender wilayah Sukabumi karena Gubernur Raffles tertarik dengan idenya untuk mengembangkan peternakan kuda dan lembu di Gunung Parang.
Dalam masa pengelolaannya tercatat Andries De Wilde mempunyai 140 ekor kuda terbaik. Selain itu salah satu pemilik perkebunan pecinta kuda adalah Eduard Julius Kerhoven dari Sinagar yang memiliki puluhan ekor kuda terbaik. Dia juga dikenal sebagai pemilik kuda pacu yang seringkali memenangkan pertandingan.
Para pejabat dan pemilik perkebunan Belanda sudah sejak dulu mengorganisasikan kesamaan hobi ini melalui Batavia Wedloop Society (BPS) yang terbentuk sekitar tahun 1834, kemudian menyusul para pejabat dan pemilik perkebunan di Priangan yang membentuk Preanger Wedloop Society (WPS) tahun 1853 di Cianjur, bersamaan dengan itu dibentuk pula Buitenzorg Wedloop Society di Bogor oleh Van Mothman. Para pemilik perkebunan di Sukabumi akhirnya sering mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kelompok-kelompok tersebut yang diadakan di luar kota.
Baca Juga: Sisa 9, Asa Nayor di Cibadak Sukabumi di Tengah Hiruk Pikuk Transportasi Modern
Terbentuknya West Preanger Wedloop Societeit di Sukabumi
Pasca keluarnya Undang-undang Agraria tahun 1870 memunculkan kelas kaya baru dari Sukabumi, mereka mendapatkan keuntungan berlipat dari hasil bumi Sukabumi yang subur dan melimpah. Karena kekayaannya mereka dijuluki Koffie Boeren (Petani Kopi Kaya), Thee Konkeers (Bangsawan Teh), atau gelar pujaan Kina Baron (Raja Kina). Setiap akhir pekan pemilik perkebunan Sukabumi turun ke bawah (naar boveden) yaitu ke kota Bandung untuk berbelanja.
Pemilik perkebunan Sukabumi sangat dihormati di luar disana, beberapa pasang meja kursi di lobi hotel Savoy Homann, Hotel Preanger, Societeit Concordia dan Restoran Maison Bogerijen di Braga selalu tersedia untuk mereka tanpa seorang pun berani menyentuhnya. DI Sukabumi mereka membentuk Soekaboemishce Landbouw Vereeniging pada tahun 1881 yang merupakan perkumpulan para pekebun di Priangan.
Mereka juga membangun sekolah-sekolah rakyat dan kursus perkebunan. Munculnya kelas baru ini juga menimbulkan gengsi yang tinggi bagi pemilik perkebunan di Sukabumi. Pacuan berkuda yang mereka ikuti di daerah lain bukan sekedar menjadi ajang olahraga dan hiburan, tetapi menjadi ajang lomba memamerkan kekayaan mereka. Tak jarang kegiatan saling menonjolkan diri itu kemudian merusak rumah tangga karena tergoda perselingkuhan dan mabuk-mabukan pasca pacuan kuda.
Baca Juga: Slagen Voor Het Examen dan Tradisi Eropa, Membaca Sejarah Samen di Sukabumi
Para pemilik perkebunan yang mulai naik gengsi itu kemudian ingin juga mendirikan organisasi sendiri dan tidak bergantung pada organisasi di luar daerah. Di Sukabumi mereka mempunyai kelompok elit Societeit Soekamanah sebagai ajang kumpul para pekebun seperti layaknya Societeit Concordia di Bandung dan Societeit Harmoni di Batavia. Mereka kemudian mewadahi hobi berkudanya dengan membentuk West Preanger Wedloop Societeit (WPWS) pada tanggal 16 Juli 1892. WPWS kemudian membuat anggaran dasar dan program mengenai kegiatan berkuda di wilayah Sukabumi dan sekitarnya.
Pembangunan Pacuan Kuda di Sukabumi
Pacuan kuda pada awalnya dibangun oleh para juragan kebun di wilayah perkebunan masing-masing karena sistem sewa erpfacht memungkinkan untuk menyewa lahan yang sangat luas. Para menak sunda juga pada jamannya mempunyai tempat untuk berlatih kuda terutama sebagai latihan ketangkasan untuk olahraga berburu. Bupati Cianjur (saat itu Sukabumi masih dibawah Cianjur) mempunyai tempat berkuda sekaligus area berburu di wilayah Panumbangan dan Cikembar.
Seiring terbentuknya WPWS maka dibangunlah pacuan kuda resmi di dua tempat yaitu di Soenia Wenang (Sunda wenang sekarang) dan Cibolang Cisaat Sukabumi. Lokasi pacuan kuda berada dekat dengan rel kereta api yang dimaksudkan untuk memudahkan transportasi peralatan pacuan kuda termasuk mengangkut kuda-kuda para joki dari luar Sukabumi. Pacuan Kuda Soenia Wenang dibangun di bekas tanah milik Cultuurmaschapij Pandan Aroem di daerah Sunda wenang (sekitar pabrik Daihan global Parungkuda dekat PLN).
Pemiliknya adalah Mr Van Massink yang merupakan ahli tanaman kina dan administratur perkebunan Pandan Aroem yang sebelumnya membangun gudang di Sunda Wenang supaya tidak terlalu jauh dari perkebunan. Bekas gudang tersebut kemudian disulap menjadi pacuan kuda untuk mengakomodir keinginan para pemilik perkebunan yang hobi berkuda. Sebuah event dilakukan sebagai pembuka pada tanggal 20 Oktober 1895 dengan mengundang banyak tamu dan joki dari luar.
Event ini juga dihadiri patih Sukabumi dan anaknya yang fasih berbahasa Belanda. Sementara Pacuan Kuda Cibolang dibangun diatas bekas persawahan di daerah kampung Cibolang di dekat rel menuju halte Cisaat (sekarang sekitar masjid Raudhatul Irfan Jalur Cibolang). Awal mula dibangun diperkirakan pada tahun 1900 dan dibuka 26 September 1901 seiring dengan berpindahnya markas kegiatan pacuan kuda ke Cibolang.
Sementara di wilayah kota, alun-alun Sukabumi dijadikan sebagai tempat atraksi kuda jika ada kegiatan besar seperti perayaan kelahiran ratu Belanda atau penobatan Regent Soekaboemi. Tak ketinggalan hotel juga menyediakan area berkuda baik untuk olahraga maupun untuk hiburan. Hotel yang menyediakan fasilitas arena Balap Kuda, selain Kolam Renang, Golf dan Tenis Lapangan diantaranya adalah Grand Hotel Selabintana.
Persaingan antar ras dalam pacuan kuda
Selain orang-orang Eropa, berkuda juga menjadi kegiatan yang disukai oleh masyarakat sunda terutama para pejabatnya. Mereka perkumpulan pecinta pacuan kuda lokal yang bernama Renvereeniging Katoeranggan Soekaboemi (RKS) yang membuat markas di Soenia Wenang. Salah satu pendukungnya adalah masyarakat pamitran (Pamitran Societeit) yang menjadi ajang berkumpulnya para menak Sukabumi.
Ketua kehormatannya adalah patih Sukabumi yaitu Aria Soeria Nata Legawa. Masing-masing pejabat mempunyai kuda jagoan dengan julukan masing-masing misalnya Kuda Barat milik Wenada kota Soekaboemi, Beuntjeuh milik Wedana Tjimahi, Rentang milik Wedana Djampang Tengah, dan Gondang milik Tjamat Sagaranten. Selain itu ada Maruti milik Patih Sukabumi, Walet milik Naib dari Tjimahi, Liaua miliki Raden Adiwidjaja, Semnat milik wedana Tjitjoeroeg, Walada milik Wedana Jampang Tengah, Neli Jana milik Wedana Ciheulang, Raja milik Wedana Kalapanunggal dll.
Para kuda menak sunda itu bersaing dengan kuda-kuda milik orang Eropa dalam setiap pertandingan dengan nama-nama lebih unik misalnya Rubina kuda milik tuan Boreel dari Parakansalak, Mori, Ragen, Aladin, Mimer, Little Shamrock dan Letter Pat, bahkan ada yang dinamai dengan nama perkebunan seperti Panoembangan milik ARW Kerkhoven.
Rata-rata para pejabat sunda memiliki kuda jagoan pada semua tingkat dan jabatan misalnya kuda Denok milik lurah Tjibatoe dengan Joki Moakrim, Signora miliki wedana Tjitjoeroeg dengan joki Kasim, Oetari milik Raden Adiwidjaja dengan joki Raisam, Kewêr milik lurah Parakansalak, Lomok milik tjamat Benda dengan joki Entong, dan kuda Lendjang milik lurah Pakemitan Tjitjoeroeg dengan joki Sahari.
Kuda-kuda ini lebih dikenal dibanding jokinya, padahal banyak pula joki-joki handal orang sunda yang turut berlaga misalnya joki Poengoet, Ojo, Moakrim, Muslim, Djaojid, Kasim, Raisam, Sahari, Oedjang, Walet, Djomhari dan lain-lain. Sementara joki eropa diantaranya Öhlenslager, Dessert Dream oleh Stortenbeker dan Ms. Kerkhoven. Persaingan antar joki juga sangat kental mengingat masih ada perbedaan antar ras, joki-joki lokal masih didiskriminasi oleh joki-joki eropa. Meskipun jabatannya joki tetap saja dalam setiap pacuan kuda mereka diperlakukan sebagai tukang kuda dibandingkan joki yang dipuja.
Pahit Getir nasib Joki Djomhari
Dalam arsip pacuan kuda Sukabumi yang dicatat oleh Batavi Nieuwsblaad, isu tentang persaingan antar ras di pacuan kuda Sukabumi ternyata memunculkan korban. Pacuan kuda ini juga menorehkan kisah tragis tentang pejoki lokal Sukabumi bernama Djamhari yang meninggal secara misterius.
Diberitakan dalam Bataviasch Nieuwsblaad Oktober 1934, Djomhari merupakan joki asli Sukabumi yang terkenal karena sering mengalahkan lawan-lawannya baik dari dalam maupun luar negeri. Hidupnya sejak kecil bersama kuda, sang kuda dengan jenis loerah (kuda kacang), kecil namun kencang, bagi dia kuda seperti istrinya yang dia rawat dengan kasih sayang.
Ketekunannya juga membuahkan hasil, dia dihormati pejoki lainnya bahkan di priangan barat dia termasuk joki terbaik. Sayangnya karena persoalan kecemburuan dia terlibat perselisihan dengan seorang joki asal India Inggris (saat itu India dijajah Inggris), hingga Joki Inggris tersebut memukulnya. Persoalan ternyata tidak sampai disitu saja, suatu saat Sebelum pertandingan besar, sang joki Inggris tersebut ditemukan tewas dengan mulut berbusa seperti diracun.
Akhirnya Djomhari yang dianggap punya motif dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pembunuhan berencana. Djomhari menolak semua tuduhan karena dia merasa tidak melakukannya, dia mencoba memberikan bukti-bukti dan alibi sehingga akhirnya dia dilepaskan karena kurang bukti. Sayangnya sesudah keluar penjara dia tidak diterima lagi di pacuan kuda dan diusir oleh para tuan-tuan Eropa. Dia merasakan diskriminasi yang menyedihkan kepada bangsanya sendiri sehingga dia pergi bergelandang ke Bogor dan Cianjur terlunta-lunta meratapi nasibnya. Namun kecintaannya terhadap kuda tidak pernah lekang, dia terus berharap untuk kembali bisa berkuda.
Sampai suatu saat bekas majikannya memanggil dia untuk ikut kembali bertanding. Djomhari sangat senang dan berlatih keras, namun rupanya ini lomba terakhir yang dia ikuti, dia mengalahkan lawan-lawannya dengan telak dan turun dari kuda dengan bangganya. Namun dua jam kemudian dia ditemukan tewas di tempat tidurnya. Apakah dia dibunuh karena persaingan pejoki? atau persoalan diskriminasi? Tidak ada yang tahu.