SUKABUMIUPDATE.com - Dua ide menarik muncul dalam penelitian yang dilakukan pelajar Sekolah Lanjutan (setara SMP) Sekolah Alam Indonesia (SAI) Sukabumi. Lewat program Young Researcher, penelitian dilakukan secara terstruktur, diawali dengan mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan 7 Green Principles di antaranya Green Farming, Pawon Show, Waste Responsibility, Zero Emission, Water Conservation, Renewable Energy, dan Green Landscape & Architecture.
Pelajar Sekolah Lanjutan SAI yang berlokasi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, menemukan masalah yang berkaitan dengan beberapa isu lingkungan seperti pemanasan global, pengelolaan sampah, hingga krisis pangan dan air bersih. Untuk menambah wawasan ide penelitian, mereka mendatangi langsung sumber ilmu dengan outing ke Kebun Hanif di Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Di sana para siswa belajar dan mengenal sistem pertanian dan pengolahan bahan hasil pertanian yang dilakukan terpadu antara pengelolaan sampah, air, dan perternakan.
Ani Dahliana, salah satu pengajar di Sekolah Lanjutan SAI Sukabumi mengatakan penemuan ide penelitian yang berangkat dari temuan masalah dilakukan dua kelompok penelitian. Kelompok pertama terdiri dari tiga siswa yakni Izzatillah Nietama Al-Ula, Muhammad Salman Faaiq Musyafa, dan Yasmin Mumtazah. Sementara kelompok kedua terdiri dari dua anggota yaitu Kanaya Adika Naqisya dan Rhegis. Mereka masing-masing berusia 13 tahun. Penelitian dilakukan tiga bulan sejak Februari 2023.
Kelompok pertama melakukan penelitian dengan tema "Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Menjadi Pasta Gigi Ramah Lingkungan dengan Tambahan Bunga Jotang (Spilanthes paniculate". Kelompok ini melakukan penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan tim dapur SAI Sukabumi. Hasilnya, warga SAI Sukabumi rata-rata mengonsumsi telur sebanyak 9 kilogram per pekan dan limbah cangkang telur tersebut hanya dimasukkan ke komposter.
"Kelompok pertama ini juga melakukan observasi di daerah tempat tinggal mereka yaitu di Kampung Cijambe Girang RT 10/20 Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat. Rata-rata penduduk di kampung itu setiap hari mengolah telur, sedangkan cangkangnya hanya dibuang ke tempat sampah dan tidak termanfaatkan dengan baik," kata Ani pada Jumat (7/7/2023).
Dari temuan itu, Ani mengatakan para siswa merujuk penelitian pada 2014 yang menyatakan cangkang telur tersusun dari 94 persen (CaCO3), 1 persen (CA3PO4), dan 4 persen sisanya adalah bahan organik. Kandungan kalsium karbonat atau CaCO3 yang tinggi dalam cangkang telur dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pasta gigi. Zat ini berfungsi menghilangkan sisa makanan yang menempel pada gigi dan membantu memutihkan warna gigi.
"Mereka bertiga mengatakan pasta gigi yang digunakannya memang masih mengandung senyawa kimia berbahaya sehingga dapat mencemari air dan tidak dapat terurai dalam air seperti jenis surfaktan. Alhasil, mereka menambahkan bunga jotang (Spilanthes paniculate) sebagai obat alami untuk sakit gigi. Selain membuat pasta gigi berbahan dasar cangkang telur yang ramah lingkungan, mereka juga memiliki tujuan memperkenalkan kebermanfaatan tanaman lokal sekitar yang jarang diketaui oleh banyak orang dan hanya dianggap tanaman liar atau gulma yang tidak dapat dimanfaatkan," kata Ani.
Baca Juga: Bersihkan Sungai Cimandiri, Pemkot Sukabumi Kampanyekan Beat Plastic Pollution
Ani pun mengungkapkan penelitian kedua yang dilakukan Kanaya Adika Naqisya dan Rhegis. Penelitian ini berangkat dari keresahan dua siswa tersebut terkait penumpukan sampah styrofoam di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Termasuk juga hampir seluruh wadah kemasan take away jajanan di wilayah Cisaat menggunakan stryrofoam seperti seblak, buah-buahan, dan lain-lain. Penggunaan styrofoam yang berlebih ini dinilai buruk bagi lingkungan.
Kanaya dan Rhegis merujuk penelitian tahun 2019 yang menyebutkan styrofoam memiliki sifat karsinogenik yang berbahaya karena bahan penyusunnya terbentuk dari polimer-polimer berbahan kimia aditif. Sementara di sisi lain, di sekitar sekolah mereka banyak persawahan yang berpotensi menghasilkan jerami yang cukup banyak saat masa panen. Jerami-jerami itu hanya dibakar dan belum dimanfaatkan dengan baik sehingga berdampak pada pencemaran udara dari polusi yang dihasilkan pembakaran tersebut.
"Mereka berdua juga merujuk penelitian (Karina Harry: 2021), ternyata jerami dapat dimanfaatkan menjadi biofoam sebagai pengganti styrofoam buah, namun masih belum kedap air sehingga tidak bisa digunakan untuk makanan berkuah. Yang lebih menariknya, Kanaya dan Rhegis melakukan modifikasi biofoam dengan tambahan kulit jagung yang terinspirasi dari bungkus wajit tahan air sehingga mereka melakukan penelitian berjudul "Pemanfaatan Jerami Padi (Oryza Sativa) dan Kulit Jagung (Zea mays) Menjadi Biofoam sebagai Pengganti Styrofoam". Produk penelitian Kanaya dan Rhegis ternyata membuahkan hasil karena biofoam yang mereka buat tahan terhadap air hingga satu jam, meski masih perlu penyempurnaan produk seperti bentuk dan ketebalan yang belum konsisten," ujar Ani.
Dua kelompok penelitian tersebut mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak di antaranya para orang tua, sekolah, dan lainnya. Mereka sangat bangga terhadap pencapaian siswa karena di usianya yang terbilang masih muda yaitu 13 tahun, dapat melakukan penelitian. Sementara para orang tua mengaku baru melakukan penelitian saat di bangku perkuliahan.
"Apresiasi dan rasa bangga juga disampaikan Bapak Roni sebagai pelaksana di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi Bidang Pemberdayaan. Beliau menyatakan rasa bangganya terhadap siswa-siswi Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia Sukabumi yang melakukan penelitian di usia sangat muda dan produk penelitian tersebut menjadi salah satu solusi terkait permasalahan lingkungan yang saat ini dihadapi bersama. Beliau pun berpesan dan mendukung secara penuh untuk agar tetap semangat dalam mengembangkan produk penelitian sehingga bisa dinikmati orang banyak. Produk penelitian dua kelompok siswa ini rencananya akan dijadikan salah satu percontohan untuk sekolah lain," kata Ani.