SUKABUMIUPDATE.com - Ada banyak jenis ular berbisa yang hidup di alam termasuk ular hijau buntut merah. Ular jenis ini diketahui kerap muncul di sekitar pemukiman apalagi jika disekitar pemukiman terdapat semak-semak.
Mengutip dari laman DLHK Yogyakarta, ular hijau buntut merah ini memiliki nama latin Trimeresurus albolabris atau biasa disebut dengan viper hijau.
Reptil ini merupakan salah satu ular berbisa yang berbahaya. Trimeresurus albolabris memiliki banyak nama tergantung daerah seperti ular bangkai laut, oray bungka, oray majapait (Sunda), ula bangka laut, ula gadung luwuk (Jawa), ulah sanggit (Lombok), sawa tarihu (Bima Dompu) dan lain-lain.
Dalam Bahasa Inggris disebut dengan white lipped tree viper atau white lipped pit viper karena bibirnya berwarna keputih-putihan. Atau kadang juga disebut dengan bamboo pit viper karena kebiasaannya berada pada rumpun bambu.
Ular Berbisa berbahaya
Ular hijau buntut merah termasuk ular yang agresif dan mudah menggigit. Ular ini penyumbang kasus gigitan ular terbanyak. Menurut penelitian, 50% kasus gigitan ular di Indonesia, disebabkan oleh ular jenis ini. Sekitar 2,4% gigitan berakibat fatal.
Seperti umumnya viper, ular jenis ini memiliki bisa yang berbahaya. Meski demikian, tidak semua gigitan ular disertai dengan pengeluaran bisa. Gigitan kering yang tidak disertai bisa biasanya tidak membahayakan dan hanya merupakan gigitan peringatan kepada yang mengganggunya.
Bisa ular jenis ini bersifat hemotoksin yang merusak sistem peredaran darah. Gigitan ular ini pada manusia menimbulkan rasa sakit yang hebat dan kerusakan jaringan kulit di sekitar luka.
Awalnya jaringan akan membengkak dan Sebagian berwarna merah gelap, pertanda terjadi pendarahan di bawah kulit di sekitar luka. Kemudian menyusul rasa kaku dan nyeri yang meluas perlahan-lahan ke seluruh anggota tubuh yang tergigit.
Rasa nyeri terutama terjadi pada bagian persendian antara bagian yang terluka dengan yang jantung. Apabila tidak segera ditangani maka dapat berakibat fatal.
Ciri-ciri fisik
Ular ini memiliki tubuh yang sedang agak gemuk pendek dan tidak begitu lincah. Kepala tampak jelas menonjol besar, seolah-olah seperti seekor kodok yang tertancap di atas leher yang mengecil. Memiliki lesung pipit (loreal pit) yang besar dan mencolok di belakang lubang hidung di depan mata.
Sepasang taringnya besar dan panjang yang bisa dilipat, terdapat di bagian depan rahang atas, tertutup oleh selaput lendir mulut.
Panjang ular jantan sekitar 60 cm. Sedangkan ular betina lebih panjang, sekitar 80 cm. Ekornya pendek kecil, panjangnya sekitar 10-13 cm, tetapi kuat memegang ranting yang ditempatinya (prehensile tail).
Kepala dan tubuh bagian atas (dorsal) berwarna hijau, dengan bibir keputihan atau kekuningan (albolabris; albus, putih dan labrum, bibir). Terdapat warna belang-belang putih dan hitam pada kulit di bawah sisik pada tubuh bagian depan, yang baru tampak bila ular merasa terancam.
Sisi bawah tubuh (ventral) kuning terang sampai kuning pucat atau kehijauan. Pada hewan jantan dengan garis kuning yang lebih tua (atau lebih nyata) pada batas dengan warna hijau (garis ventrolateral). Sisi atas ekor berwarna kemerahan, seperti memakai lipstik karena itu sering juga disebut ular hijau buntut merah.
Kebiasaan
Viper hijau bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari, namun tidak begitu lincah. Ular ini kerap tampak menjalar lambat-lambat di antara ranting atau di atas lantai hutan. Namun apabila terancam, dapat juga bergerak cepat dan gesit.
Ular ini menyukai hutan bambu dan belukar yang tidak jauh dari sungai. Sering juga ditemukan berdiam di antara daun-daun dan ranting semak atau pohon kecil sampai dengan tiga meter di atas tanah. Tidak jarang pula ditemukan di kebun atau pekarangan dekat rumah.
Ular ini memangsa kodok, burung dan mamalia kecil, juga kadal. Saat berburu dai dalam gelap, sangat dibantu oleh indra penghidu bahang (panas) tubuh yang terletak pada lesung pipitnya.
Pada siang hari, ular ini menjadi lembam dan tidur bergulung-gulung di cabang pohon, semak atau rimbunan ranting bambu. Sering juga ditemukan ular-ular kesiangan yang kemudian tidur sekenanya di dekat pemukiman orang, misalnya di tumpukan kayu atau di sudut-sudut para-para di belakang rumah.
Sumber: dlhk.jogjaprov.go.id