SUKABUMIUPDATE.com - El Nino merupakan fenomena yang ditandai dengan suhu laut yang luar biasa hangat di Samudera Pasifik dekat khatulistiwa, yang dapat berdampak signifikan pada pola cuaca di seluruh dunia.
El Nino sendiri bisa menyebabkan kemarau panjang hingga berpotensi menyebabkan bencana kekeringan. Namun, beberapa hari terakhir sebagian wilayah Indonesia termasuk Jawa Barat masih mengalami turun hujan.
Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengumumkan bahwa Indonesia memasuki fase El Nino pada bulan ini bertepatan dengan musim kemarau. Intensitasnya lemah hingga moderat. Dampak El Nino adalah berkurangnya curah hujan.
Baca Juga: Mengenal Fenomena El Nino yang bisa Sebabkan Bencana Kekeringan
Melansir dari Tempo.co, pengumuman BMKG diperkuat pengamatan peneliti klimatologi di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin. Pada pekan ini, Erma mengungkapkan, El Nino semakin kuat dengan anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik disebutkannya hampir +1 derajat Celsius.
Dengan prediksi pertumbuhan El Nino, ditambahkan dengan gangguan iklim yang datang bersamaan dari Samudera Hindia, BMKG dalam pengumumannya memprediksi curah hujan di sebagian wilayah akan berkembang di bawah normal pada semester dua nanti. Beberapa bahkan disebutkan tidak ada hujan sama sekali (nom milimeter per bulan).
Selain memicu kekeringan, minimnya curah hujan yang terjadi juga berpotensi meningkatkan jumlah titik api, sehingga makin meningkatkan kondisi kerawanan untuk terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Baca Juga: Begini Cara Bu Siti Berbagi Jatah dengan 2 Suami Mudanya, Tetap Harmonis
Adapun Erma memperingatkan untuk dampak cuaca panas sehari-hari dampak El Nino. Menurutnya, kering dan panas merupakan dua parameter yang terpisah namun dalam konteks El Nino, keduanya dapat saling berkaitan.
"Karena El Nino dapat membuat clear sky sehingga kita dapat terpapar panas radiasi UV matahari lebih lama dibandingkan kondisi dengan banyak awan," katanya seperti disampaikan lewat akun media sosial Twitter.
Meski begitu, Erma menambahkan, seluruh dampak El Nino itu ditunda setidaknya selama sepuluh hari (dasarian) pertama Juni ini. Penyebabnya, keberadaan Siklon Tropis Guchol di utara Papua. Siklon Guchol, kata Erma, memungkinkan aktivitas awan dan hujan masih terjadi di Indonesia pada awal bulan ini.
Baca Juga: 7 Cerita Mistik Gunung Sunda Sukabumi, Benda Pusaka hingga Pesantren Gaib
Sementara itu, dalam prediksi cuaca hari ini, Jumat 9 Juni 2023, BMKG menyatakan masih memantau pergerakan Siklon Tropis Guchol tersebut di Laut Filipina sebelah timur Filipina. Bergerak ke arah barat barat laut menjauhi wilayah Indonesia, siklon itu disebutkan mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan ketinggian gelombang laut di sekitarnya.
Namun, dalam prakiraan hujan di kota-kota besar yang dibuatnya, BMKG hanya menyebut potensi hujan dengan intensitas ringan pada hari ini, tak ada hujan lebat dan sedang. Kota-kota yang masih mungkin mengalaminya adalah Bengkulu, Bandung, Pontianak, Samarinda, Tarakan, Tanjung Pinang, Ambon, Manokwari, Pekanbaru, Mamuju, Makassar dan Medan.
Sebelumnya, pada akhir Mei lalu, Erma menganalisa bahwa Siklon Tropis Mawar yang terbentuk saat itu menjadi satu dari dua benteng terakhir Indonesia dari terjangan El Nino. Siklon Mawar juga berlokasi dekat Filipina. Satu benteng lainnya adalah South Pacific Convergenze Zone, penyebab kelembapan tinggi di timur Indonesia dekat Papua--kini sudah tak teramati lagi.
Sumber: Tempo.co