SUKABUMIUPDATE.com - Para peneliti dari Australia mengungkapkan jika tingkat oksigen di kedalaman Samudera Antartika mengalami penurunan jauh lebih cepat dari yang diperkirakan.
Penyebab utamanya ternyata karena pencairan lembaran es di Antartika akibat perubahan iklim sehingga jumlah air asin yang kaya oksigen mulai menurun.
Penting untuk diketahui, saat air permukaan menjadi lebih kurang asin akibat lelehan gletser, air tersebut akan menjadi lebih mengapung.
Baca Juga: 5 Hewan Paling Mengerikan Penghuni Sungai Amazon
Dan hal itu secara dramatis akan memberikan pengaruh pada proses penting pengisian kembali oksigen di lautan dalam, menurut penelitian tersebut yang dipublikasikan dalam nurnal nature Climate Change.
Dilansir dari Sputnik News via HiTekno, proses itu disebut dengan "memompa oksigen" ke Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia, seperti yang dijelaskan oleh tim dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO).
Dr. Kathy Gunn yang memimpin penelitian ini bersama timnya menggunakan metode pengukuran sirkulasi laut dalam di Samudra Antartika, yang juga dikenal sebagai Samudra Selatan.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Sop Iga Terenak di Sukabumi, Bisa Jadi Menu Makan Siang!
Mereka menggabungkan data observasi dengan simulasi model. Selain pengamatan yang dilakukan oleh kapal, mereka juga dipertimbangkan pengukuran kecepatan air, suhu, dan kandungan garam dari alat yang terpasang pada kabel yang ditekankan pada dasar laut. Semua alat-alat itu dibiarkan selama dua tahun, kata penelitian tersebut.
Saat para peneliti menghitung volume AABW (Antarctic Bottom Water) dan transportasi oksigen, mereka menemukan perubahan dramatis.
"Observasi kami menunjukkan bahwa sirkulasi lautan dalam di sekitar Antartika secara keseluruhan melambat sekitar 30 persen sejak tahun 1990-an. Melambatnya proses ini akan berdampak dalam beberapa dekade," ungkap Dr. Kathy Gunn.
Sebelumnya, pemodelan memprediksi bahwa sirkulasi AABW dapat melambat lebih dari 40 persen pada tahun 2050.
Namun penemuan terbaru menunjukkan jika perlambatan yang diproyeksikan telah terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan, seperti yang dijelaskan oleh rekan penulis studi ini, Professor Matthew England, wakil direktur Australian Center for Excellence in Antarctic Science.
Salah satu konsekuensi penting dari proses ini adalah perlambatan sirkulasi yang membuat dasar laut menjadi stagnan.
"Hal ini akan menyebabkan nutrisi terperangkap di lautan dalam dan mengurangi ketersediaan nutrisi untuk mendukung kehidupan laut di dekat permukaan laut," tambah Matthew England. Dr. Steve Rintoul, penulis lainnya, menjelaskan bahwa hasil penelitian ini menyoroti kekhawatiran lebih dari biasanya terkait dengan kenaikan permukaan laut akibat pelelehan Lembaran Es Antartika.
Penurunan keseluruhan tingkat oksigen ini mengubah struktur dan kimia lautan dalam, peringat tim penelitian ini, dan dikhawatirkan dapat memiliki dampak jangka panjang dalam beberapa tahun mendatang.
Sumber: HiTekno (Portal Suara.com)