SUKABUMIUPDATE.com - Pupuk Kompos dikenal fungsinya sebagai penyubur tanaman dan pohon.
Di Indonesia, Pupuk Kompos terbuat dari bahan alami namun bukan bersumber dari Jenazah Manusia.
Berbeda dengan negara-negara di belahan Dunia lain yang terang-terangan menyebut Jenazah Manusia termasuk bahan pupuk kompos ramah lingkungan.
Dikutip dari Tempo.co, New York menjadi negara bagian Amerika Serikat terbaru yang mengizinkan jenazah manusia dijadikan pupuk kompos.
Siapapun dapat mengubah jasadnya menjadi pupuk setelah meninggal dunia - dianggap sebagai langkah alternatif ramah lingkungan ketimbang mengubur atau mengkremasi jenazah.
Dikenal sebagai "penguraian organik secara alami", praktik pengomposan jasad manusia dilakukan dengan membiarkannya membusuk selama beberapa pekan dalam wadah tertutup.
Baca Juga: Keluarga Ungkap Dugaan Penyebab Meninggal, Jenazah di Sungai Cicatih Sukabumi
Pada 2019, Washington adalah negara bagian AS pertama yang melegalkan Jenazah Manusia Menjadi Pupuk Kompos. Colorado, Oregon, Vermont, dan California kemudian mengikutinya.
Sekarang, New York merupakan wilayah hukum keenam di AS yang mengizinkan pengomposan jasad manusia, setelah mendapat persetujuan Gubernur Negara Bagian New York dari Partai Demokrat, Kathy Hochul.
Seorang pria diculik dan dibunuh dalam skema pertukaran jenazah di China
Proses menjadikan jasad manusia menjadi kompos itu dilakukan di sebuah fasilitas khusus.
Jasad manusia itu dimasukkan ke bejana tertutup bersama bahan-bahan pilihan, seperti serpihan kayu, alfalfa dan rumput jerami.
Baca Juga: Diduga Tidak Makan Sejak Lama, 4 Mayat Satu Keluarga Ditemukan di Kalideres
Secara bertahap jenazah manusia itu akan terurai secara biologis di bawah pengaruh mikroba.
Setelah jangka waktu sekitar sebulan, dan ditambah proses pemanasan untuk membunuh kemungkinan adanya penularan, hasil penguraian yang sudah berupa kompos itu akan diberikan kepada keluarga atau orang-orang yang dicintainya.
Kompos itu dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman, sayuran atau pohon.
Sebuah perusahaan AS, Recompose, mengatakan pelayanan pembuatan kompos dari jasad manusia itu dapat menghemat satu ton karbon dibandingkan dengan sistem kremasi atau penguburan tradisional.
Emisi karbon dioksida merupakan kontributor utama perubahan iklim, karena menjebak panas bumi dalam fenomena yang dikenal sebagai efek rumah kaca.
Pemakaman tradisional yang melibatkan peti mati juga menghabiskan material kayu, tanah, dan sumber daya alam lainnya.
Pendukung praktik pengomposan manusia mengatakan ini bukan hanya pilihan yang lebih ramah lingkungan, tetapi juga lebih praktis di kota-kota di mana lahan untuk kuburan semakin terbatas.
Keputusan Negara Bagian New York mendukung "menjadikan jenazah manusia menjadi pupuk kompos" disebut sebagai "langkah besar perawatan kematian ramah lingkungan yang dapat diakses secara nasional".
Hal itu dinyatakan satu penyedia layanan ini yang berbasis di Washington, Return Home, kepada New York Post.
Namun, bagi sebagian orang, ada pertanyaan etis tentang apa yang terjadi pada tanah akibat pengomposan jasad manusia itu.
Baca Juga: Warga Desa Sekarwangi, Ini Identitas Mayat Pria di Sungai Cicatih Sukabumi
Para uskup Katolik di Negara Bagian New York dilaporkan menentang undang-undang tersebut, dengan alasan bahwa tubuh manusia tidak boleh diperlakukan seperti "limbah rumah tangga".
Kekhawatiran juga diutarakan terkait biaya proses pengomposan. Namun demikian, perusahaan Recompose - yang fasilitasnya di Seattle adalah salah satu yang pertama di dunia - mengatakan biaya $7.000 atau sekitar Rp 81 juta "sebanding" dengan opsi penguburan atau kremasi.
Rata-rata biaya penguburan di AS adalah $7.848 pada tahun 2021, atau $6.971 untuk pemakaman dengan kremasi, menurut National Funeral Directors Association (NFDA).
Sejauh ini, praktik pengomposan jenazah manusia sudah dilegalkan di seluruh Swedia.
Dan penguburan alami - di mana jenazah dikubur tanpa peti mati atau dengan peti mati yang dapat terurai secara biologis - sudah diizinkan di Inggris Raya.
Sumber : Tempo.co