SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, mengungkapkan beberapa faktor penyebab cuaca ekstrem yang akan melanda Indonesia hingga 2 Januari 2023 mendatang.
Dwikorita Karnawati menyebut jika ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya cuaca ekstrem tersebut, mencakup Monsun Asia, pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah Australia, bibit siklon tropis di Samudera Pasifik, hingga aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) disertai fenomena Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial.
"Kondisi dinamika atmosfer di sekitar Indonesia masih berpotensi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah dalam sepekan ke depan, jadi mulai hari ini hingga 2 Januari," kata Dwikorita dalam konferensi pers virtual pada tanggal 27, Desember 2022 seperti melansir dari Suara.com.
Baca Juga: Penjelasan BMKG Soal Potensi Badai Dahsyat 28 Desember 2022 di Jabodetabek
Pertama adalah Monsun Asia yang menunjukkan aktivitas cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir dengan potensi dapat disertai adanya seruakan dingin dan fenomena aliran lintas ekuator.
Seruakan dingin Asia adalah fenomena yang cukup lazim terjadi saat Monsun Asia aktif yang mengindikasikan adanya potensi aliran massa udara dingin dari wilayah Benua Asia menuju ke wilayah selatan.
Baca Juga: 9 Rekomendasi Hotel di Sukabumi untuk Staycation saat Libur Nataru
Dampak dari munculnya seruakan dingin tersebut dapat meningkatkan potensi curah hujan di wilayah Barat Indonesia apabila disertai dengan fenomena CENS (cross equatorial northerly surge atau arus lintas ekuatorial).
Kondisi ini mengindikasikan bahwa adanya aliran massa udara dingin dari utara yang masuk ke wilayah Indonesia melintasi ekuator.
Dampak adanya seruakan dingin dari Asia yang disertai CENS ini dapat berdampak secara tidak langsung pada peningkatan curah hujan dan kecepatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator.
"Hal itu dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan selatan," paparnya.
Kedua, adanya indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah Australia. Ini dapat memicu terbentuknya pola pumpunan dan perlambatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator.
"Serta dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan angin kencang di sekitar wilayah Sumatera, Jawa, hingga Nusa Tenggara, yang berdampak pada peningkatan gelombang tinggi di perairan Indonesia," lanjut Dwikorita.
Ketiga yakni bibit siklon tropis 95W yang tumbuh di Samudra Pasifik sebelah Utara Papua Barat, tepatnya di sekitar 8.8 derajat LU sampai 130.9 derajat BT. Ini disertai dengan kecepatan angin maksimum 15 knot dan tekanan terendah 1008 mb.
Terakhir adalah aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) disertai fenomena Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial.
"Itu masih menunjukkan kondisi yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca ekstrem dalam sepekan ke depan di wilayah Indonesia," jelasnya.
Sumber: Suara.com