SUKABUMIUPDATE.com - Oksigen merupakan salah satu zat yang paling melimpah di alam semesta setelah helium dan hidrogen.
Dulu kala sebenarnya kadar oksigen di Bumi sangat rendah dan tidak dapat menopang kehidupan manusia.
Sampai akhirnya setelah adanya makhluk yang dapat berfotosintesis kadar oksigen semakin meningkat hingga membuka jalan evolusi hewan.
Baca Juga: Dahsyatnya Panci Berisi The Mother of Satan, Jejak Kerusakan di Polsek Astana Anyar Bandung
Menghimpun dari laman Sputnik News, oksigen memiliki peran yang sangat krusial di Bumi sebagai bahan penting dalam campuran faktor-faktor yang membuat planet biru ini menjadi layak huni.
Rupanya tidak hanya dari hasil fotosintesis, oksigen juga bisa berasal dari sumber ‘tektonik’ menurut hasil studi.
Selanjutnya, penelitian oleh tim ilmuwan dari Universitas Laurentian dan Universitas Michigan, yang diterbitkan di Nature Geoscience, menawarkan penjelasan parsial untuk kekurangan oksigen dalam bentuk molekul (O2).
Baca Juga: Residivis, Pelaku Bom Polsek Astana Anyar Tolak Program Deradikalisasi saat di Lapas
Perlu untuk diingat kembali seperti apa planet kita dulu antara 2,5 miliar dan empat miliar tahun yang lalu.
Melansir dari HiTekno, selama periode yang disebut era Archean, Bumi yang masih dunia air, terdapat selimut kabut kabut metana, tanpa gas oksigen. Dan keberadaan zat yang memiliki rumus kimia O2 ini hanya ada dalam senyawa seperti air.
Ada aspek lain dari keberadaan Bumi pada saat itu yakni aktivitas tektoniknya, yang berbeda dari apa yang disebut tektonik lempeng Bumi modern.
Planet yang kita huni saat ini dicirikan oleh adanya lapisan terluar Bumi di bawah lautan yakni kerak samudera yang tenggelam ke dalam mantel planet, yang sekarang disebut ‘zona subduksi’.
Ilmu pengetahuan belum bisa menjangkau tentang apakah tektonik lempeng seperti itu berfungsi di era Archean.
Baca Juga: Paniknya Ratusan Napi di Lapas Nyomplong Sukabumi saat Diguncang Gempa M5.8
Zona subduksi saat ini dikaitkan dengan magma teroksidasi, terbentuk ketika sedimen teroksidasi dan air dingin yang dekat dengan dasar laut dimasukkan ke dalam mantel Bumi.
Magma dengan kandungan oksigen dan air yang tinggi dihasilkan sebagai hasilnya.
Penelitian yang dilakukan oleh tim, termasuk David Mole di Universitas Laurentian serta Adam Charles Simon dan Xuyang Meng di Universitas Michigan, berfokus pada pengujian apakah tidak adanya bahan teroksidasi di perairan dasar Archean dan sedimen dapat menghambat pembentukan magma teroksidasi.
Baca Juga: SENTIL Teknik Sipil Nusa Putra Sukabumi, Bahas Rancangan Konstruksi yang Aman
Jadi, tim mengumpulkan sampel batuan setua 2,67 miliar tahun dari daerah yang membentang dari Winnipeg, Manitoba, hingga Quebec. Ini dianggap oleh para ilmuwan sebagai bagian terbesar yang diawetkan dari benua Archean.
Penelitian ini melakukan pengukuran menggunakan teknik yang disebut X-ray Absorption Near Edge Structure Spectroscopy (S-XANES) pada synchrotron Advanced Photon Source di Argonne National Laboratory di Illinois.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa magma teroksidasi memang terbentuk pada era Neoarchean sekitar 2,7 miliar tahun yang lalu.
Karena tidak adanya oksigen terlarut dalam reservoir air pada saat itu gagal menghalangi pembentukan magma teroksidasi di zona subduksi, penelitian menentukan bahwa sumber oksigen pasti berbeda kemungkinan berasal dari letusan gunung berapi ke atmosfer.
Dengan demikian, penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang tidak terduga bahwa proses subduksi kembali pada zaman Archean bisa menjadi faktor penting dalam oksigenasi Bumi.
Sumber: HiTekno