SUKABUMIUPDATE.com - Indonesia rawan bencana tsunami lokal karena daerah pantainya sebagian dekat dengan sumber tsunami.
Bencana Tsunami menerjang kurang lebih 30 menit setelah gempa bumi terjadi.
Sistem Peringatan Dini Tsunami dibutuhkan sebagai langkah deteksi awal sebelum bencana datang. Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami dikenal dengan nama TEWS atau Tsunami Early Warning System.
Mengutip berita sukabumiupdate.com sebelumnya, Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi kini sudah berfungsi dengan baik setelah sebelumnya sempat mengalami kerusakan, Selasa (6/12/2022).
Kasatpolairud Polres Sukabumi, AKP Tenda Sukendar mengatakan perbaikan telah dilakukan dan alat akan diuji serentak se-Indonesia pada 26 Desember 2022 mendatang.
Baca Juga: Sempat Rusak, Alat Peringatan Tsunami di Palabuhanratu Sukabumi Diperbaiki
Berbicara tentang Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami, pada tahun 2012 silam, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah menerbitkan Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami, InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).
Pedoman tersebut mengupas tuntas peringatan dini tsunami termasuk alur komunikasi kepada masyarakat.
Sistem peringatan dini tsunami seperti InaTEWS harus mengeluarkan dan menyebarluaskan peringatan dengan cepat, tepat sasaran, dan jelas teruji secara ilmiah agar mudah untuk dimengerti dan dipahami.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009, BMKG adalah satu-satunya badan resmi yang bertugas menyerukan peringatan dini tsunami. Disebutkan ada dua jenis sistem pemantauan InaTEWS.
Baca Juga: Erupsi Gunung Semeru Bisa Sebabkan Tsunami di Okinawa Jepang, PVMBG: Hoaks
Pertama adalah sistem pemantauan darat berupa jaringan seismometer broadband dan GPS. Kedua, sistem pemantauan laut (sea monitoring system) yang terdiri atas tide gauges, buoy, CCTV, radar tsunami, dan kabel bawah laut (dua yang terakhir masih dalam tahap pengembangan).
Data hasil observasi kemudian dikirimkan ke BMKG menggunakan sistem komunikasi berbasis satelit. Selain BMKG, dalam sistem peringatan dini tsunami terdapat beberapa lembaga dengan perannya masing-masing.
BMKG berperan dalam mengoperasikan jaringan seismometer, akselerometer, CCTV, dan radar tsunami. Selanjutnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) mengoperasikan jaringan GPS dan tide gauges.
Sementara, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengoperasikan jaringan buoy dan kabel bawah laut dan terakhir Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP) mengoperasikan radar tsunami.
Baca Juga: Warga Palabuhanratu Wajib Tahu! Riset Evakuasi Ancaman Tsunami di Pesisir Sukabumi
Pertanyaan Kemudian Muncul: Apa jadinya Jika Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami Rusak?
Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu tentang urutan Berita Peringatan Dini InaTEWS.
Saat gempa bumi mulai terjadi sampai berakhirnya ancaman tsunami, BMKG akan
mengeluarkan empat tahapan berita, yaitu Berita 1: pemberitahuan gambaran parameter gempabumi dan perkiraan dampak tsunami dalam tiga status ancaman (AWAS, SIAGA, dan WASPADA) untuk daerah yang berpotensi terdampak tsunami.
Status peringatan tersebut dikategorikan oleh BMKG berdasarkan perkiraan dampak ketinggian gelombang tsunami, yaitu:
• Tinggi gelombang ≥ 3 meter, status ancaman AWAS
• Tinggi gelombang ≥ 0.5 – < 3 meter, status ancaman SIAGA
• Tinggi gelombang < 0,5 meter, status ancaman WASPADA
Kemudian Berita 2, berisi tentang perbaikan parameter gempabumi, status ancaman dan perkiraan waktu tiba tsunami di pantai.
Baca Juga: Gempa M6,0 Guncang Turki, Peringatan Tsunami Langsung Dikeluarkan!
Berita 3 akan menginformasikan hasil observasi tsunami dan perbaikan status ancaman. Pada urutan ke-3 ini berita dapat dilakukan beberapa kali tergantung hasil pengamatan tsunami di stasiun tide gauge, buoy, CCTV, dan radar tsunami.
Terakhir, Berita 4 memuat informasi pernyataan peringatan dini tsunami telah berakhir (ancaman telah berakhir).
Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami berperan dalam urutan berita peringatan dini tepatnya di berita ke-2.
Jadi, jawabannya adalah Ketika Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami Rusak maka tentu berdampak pada urutan berita selanjutnya.
Keterlambatan pemberitahuan oleh Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami berakibat pada proses penyelamatan diri yang terlambat pula, terutama masyarakat sekitar kawasan pesisir seperti Palabuhanratu Sukabumi.
Hal ini sesuai dengan tujuan sistem peringatan dini dengan pendekatan people-centred (terpusat pada pemberdayaan masyarakat). Pendekatan ini tidak didasarkan pada kerentanan masyarakat terhadap bencana, namun justru atas dasar kepercayaan masyarakat tangguh mampu melindungi dirinya sendiri.
Baca Juga: Gempa Bumi Masih Sering Terjadi, Begini Bacaan Doa Saat Bencana Itu Datang
Lebih jelas, sistem peringatan dini people-centred early warning system (terpusat pada masyarakat) bertujuan untuk menguatkan kemampuan individu, masyarakat, dan organisasi yang terancam bahaya.
Sehingga masyarakat dapat siaga, cepat, tepat dan bertindak benar guna mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan dan jatuhnya korban.
Diluar konsep komunikasi Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami, penting untuk diketahui bahwa tidak semua gempa bumi tektonik mengakibatkan tsunami, tetapi sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa bumi. Kriteria gempabumi pemicu terjadinya tsunami, meliputi:
• Gempa Bumi tektonik terjadi di bawah laut.
• Gempa Bumi memiliki kekuatan magnitudo (M) besar: M ≥ 7 SR.
• Sumber Gempa Bumi berada di bawah laut dengan kedalaman (hiposenter) dangkal ≤ 100 Km.
• Terjadinya deformasi atau perubahan dasar laut secara vertikal , terlihat dari mekanisme pusat Gempa Bumiberupa sesar turun atau normal fault dan sesar naik atau thrust fault.
• Jarak pusat Gempa Bumi dari pantai memiliki kemungkinan terbentuknya tsunami. Tetapi, jika gempa bumi terjadi tepat di tepi pantai, kemungkinan terjadinya tsunami cukup kecil walaupun dampak dari gempa bumi tersebut akan besar. Hal ini karena kedalaman air berperan penting dalam proses terjadinya tsunami.
Baca Juga: Gempa di Perairan Sukabumi, BMKG: Rentetan Aktivitas Tektonik di Selatan Jawa
Ketika parameter gempa bumi tektonik memenuhi kriteria tersebut, maka berita gempa bumi akan diikuti dengan peringatan potensi tsunami. Namun perlu digaris bawahi juga ketika gempa bumi memenuhi parameter tersebut (lokasi, kedalaman, dan magnitudo) dan berpotensi tsunami, tidak berarti bahwa tsunami pasti akan terjadi.
Atas dasar tersebut, komponen pengamatan kedua dari InaTEWS dibangun untuk memantau permukaan air laut guna memastikan terjadinya tsunami. Beberapa instrumen yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut, antara lain:
• buoy untuk mengamati perubahan muka air laut di laut lepas,
• tide gauge untuk mengamati perubahan muka air laut di pantai,
• CCTV untuk mengamati tsunami di pantai, dan
• radar tsunami yang diharapkan mampu mendeteksi tsunami dengan jarak 150 km dari pantai di mana alat tersebut dipasang.
Waktu tiba tsunami terjadi sangat singkat, antara 10 – 60 menit, sehingga jika terjadi Gempa Bumi kuat atau tidak terlalu kuat namun terasa lama, masyarakat harus segera menjauhi daerah pantai dan sungai serta melakukan evakuasi ke lokasi yang aman.
Sumber : BMKG