SUKABUMIUPDATE.com - Bencana Hidrometeorologi Basah yaitu Banjir dan Longsor mendominasi peristiwa yang terjadi di Indonesia.
Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto menyebut hingga November 2022 persentase Bencana Hidrometeorologi mencapai 95 persen.
Di Kota Sukabumi sendiri, Bencana Hidrometeorologi banjir dan longsor kini terus menerus diberitakan.
Lantas, Apa Itu Bencana Hidrometeorologi Yang Marak di Kota Sukabumi?
Baca Juga: Dampak Hujan Deras, 15 Titik Bencana di Kota Sukabumi: Banjir hingga Longsor
Mengutip laman iklim.bmkg.go.id, Hidrometeorologi diartikan sebagai fenomena bencana alam atau proses kerusakan atmosfer (meteorologi), air (hidrologi), atau lautan (oseanografi).
Bencana Hidrometeorologi menyebabkan nyawa melayang, cedera atau dampak kesehatan lain, hilangnya mata pencaharian, gangguan sosial dan ekonomi serta kerusakan harta benda dan lingkungan.
Seperti yang telah disebut sebelumnya, contoh Bencana Hidrometeorologi yaitu Banjir, Longsor, Curan Hujan Ekstrem, Angin Kencang, Puting Beliung, Kekeringan, Kebakaran Hutan dan Lahan, serta Kualitas Udara yang Buruk.
Baca Juga: Apa Itu Musim Kemarau Basah, Sering Terjadi Cuaca Ekstrem hingga Kekeringan
Bagaimana Situasi Bencana Hidrometeorologi di Kota Sukabumi?
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi menerangkan cuaca dan hujan yang makin intens di musim penghujan memicu Bencana Hidrometeorologi Cuek Balong (Cuaca Ekstrem, Banjir Longsor).
Catatan BPBD tentang kejadian Bencana sejak Januari hingga 31 Oktober 2022 tertuang dalam Sistem Informasi Elektronik Data Bencana (SiEdan). Secara agregat, data tersebut menunjukkan ada 166 kali kejadian yang tersebar di 7 (tujuh) Kecamatan. Kerugian akibat Bencana Alam di Kota Sukabumi ini ditaksir mencapai Rp. 10.915.495.000.
Selain itu, dari 945 KK terdampak dengan luas area 67,14 Ha, rincian kerugian yang dialami warga meliputi 25 (dua puluh lima) orang Mengungsi, 2 (dua) Orang Korban Meninggal, 7 (tujuh) orang Luka Ringan, 821 Unit Bangunan Rusak, 56 Unit Rusak Berat, 192 Unit Rusak Sedang dan 573 Unit Rusak Ringan.
Adapun Bencana Hidrometeorologi di Kota Sukabumi berdasarkan jenis kejadian, frekuensi, taksiran nilai kerugian (Rp) dan area berdampak (M2), meliputi:
1. Tanah Longsor 55 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp. 3.354.525.000 dan perkiraan luas area terdampak 6.537 M2;
2. Cuaca Ekstrem 41 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp. 754.150.000 dan perkiraan luas area terdampak 1.772 M2;
3. Banjir 34 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp. 5.266.220.000 dan perkiraan luas area terdampak 57.200 M2;
4. Kebakaran 31 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp. 1.517.600.000 dan perkiraan luas area terdampak 1.402 M2;
5. Puting Beliung 2 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp. 16.000.000 dan perkiraan luas area terdampak 190 M2;
6. Gempa 3 kali, dengan sebaran di 7 (tujuh) Kecamatan, dengan taksiran kerugian mencapai Rp. 7.000.000 dan perkiraan luas area terdampak 40 M2.
Ke enam jenis bencana di Kota Sukabumi tersebut masuk ke dalam jenis Bencana Hidrometeorologi.
Baca Juga: Banjir Hingga Longsor, Mencatat Riwayat Bencana Alam di Kota Sukabumi
Sementara berdasarkan wilayahnya, Peringkat Pertama Sebaran Kejadian Bencana Hidrometeorologi tertinggi berada di Kecamatan Cikole, total 31 kali dan nilai kerugian sebesar Rp. 2.321.750.000, dengan luas area terdampak mencapai 9.605 M2.
Termasuk Cikole, 7 Peringkat Sebaran Bencana Hidrometeorologi Kota Sukabumi, diantaranya:
1. Cikole 31 kali, dengan nilai kerugian mencapai Rp. 2.321.750.000, dengan perkiraan luas area terdampak mencapai 9.605 M2;
2. Lembursitu 29 kali, dengan nilai kerugian mencapai Rp. 1.010.900.000 dengan perkiraan luas area terdampak mencapai 5.872 M2;
3. Baros 26 kali, dengan nilai kerugian mencapai Rp. 3.065.125.000 dengan perkiraan luas area terdampak mencapai 27.904 M2;
4. Warudoyong 23 kali, dengan nilai kerugian mencapai Rp. 893.250.000 dengan prakiraan luas area terdampak mencapai 4.865 M2;
5. Cibeureum 20 kali, dengan nilai kerugian mencapai Rp. 2.547.920.000 dengan perkiraan luas area terdampak mencapai 15.937 M2;
6. Citamiang 17 kali, dengan nilai kerugian mencapai Rp. 543.200.000 dengan perkiraan luas area terdampak mencapai 1.048 M2;
7. Gunung Puyuh 17 kali, dengan nilai kerugian mencapai Rp. 526.350.000 dengan perkiraan luas area terdampak mencapai 1.870 M2;
8. Gempa Bumi yang dirasakan oleh seluruh wilayah kecamatan sebanyak 3 kali.
Baca Juga: Tegaskan Bencana Bukanlah Azab, MUI Jabar Minta Masyarakat Tak Beropini
Apa Penyebab Bencana Hidrometeorologi?
Laboratorium Pengelolaan DAS Fakultas Kehutanan UGM menulis dalam laman resminya konservasidas.fkt.ugm.ac.id, Pulau Jawa merupakan wilayah dengan tingkat pembangunan yang tinggi sehingga frekuensi kejadian banjir dan longsornya juga tergolong sangat tinggi.
Banjir dan longsor tidak selalu disebabkan oleh frekuensi curah hujan yang tinggi, tetapi bergantung pada kondisi lingkungannya.
Intensitas kenaikan bencana alam diakibatkan oleh daya dukung lingkungan yang semakin lemah hingga penyalahgunaan lahan yang turut menyebabkan kerusakan ekologi secara masif.
Baca Juga: Ada 22 Titik Bencana, Pemkot Sukabumi Upayakan Percepatan Perbaikan Kerusakan
Kawasan hulu seharusnya menjadi zona lindung, resapan air, dan penyangga sistem hidrologi, justru berubah menjadi pertanian, perkebunan, pertambangan, dan permukiman. Perubahan terakumulasi dan memunculkan lahan kritis dan tersebar di wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi seperti di Pulau Jawa.
Manusia turut andil dalam Bencana Hidrometeorologi akibat perilaku pemanfaatan lahan tanpa memperhatikan fungsi kawasan, daya dukung dan daya tampung dalam Daerah Aliran Sungai (DAS).
AKtivitas tersebut menambah laju jumlah DAS kritis di Indonesia telah terbukti secara linier dengan peningkatan jumlah kejadian bencana hidrometeorologi.
Sumber: berbagai sumber.