SUKABUMIUPDATE.com - Presiden Joko Widodo memutuskan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat untuk Pulau Jawa dan Bali mulai 3-20 Juli 2021 demi mengekang penularan Covid-19. Meski pembatasan aktivitas lebih ketat dibanding sebelumnya, pemerintah mengimbau warga agar tidak melakukan belanja panik atau panic buying karena persediaan logistik tetap aman.
Sejumlah ketentuan dalam PPKM Darurat mengatur secara ketat kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat. Seperti kegiatan belajar mengajar akan dilakukan secara daring penuh, sektor usaha non esensial akan diberlakukan kerja dari rumah (WFH) 100 persen, serta supermarket, toko kelontong, atau minimarket hanya diizinkan buka sampai jam 20.00.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan persediaan logistik, makanan, dan minuman tetap aman selama pemberlakuan PPKM Darurat. Selain itu, Tito menyatakan bahwa sektor industri dan sektor logitik tetap berjalan 100 persen sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.
Ada beberapa alasan mengapa panic buying menjelang pemberlakuan PPKM Darurat itu tidak perlu:
1. Panic Buying Hanya Memunculkan Kepanikan
Dengan melakukan aksi panic buying tentu akan memicu khalayak banyak ikut melakukan hal serupa. Hal ini akan berbuntut panjang serta menyebabkan masyarakat cemas.
2. Panic Buying Bukan Jalan Keluar Mengatasi Pandemi
Aksi memborong bahan-bahan kebutuhan pokok secara spontan tentu bukanlah jalan keluar untuk menyelesaikan pandemi ini. Karena dengan melakukan panic buying bisa mengundang kerumunan orang dan berpotensi terjadi penularan virus.
3. Panic Buying Dapat Merugikan Banyak Orang
Panic Buying dapat mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok di pasaran menjadi naik dan tentu hal ini merugikan banyak orang. Masih segar di ingatan saat harga masker dan hand sanitizer yang tiba-tiba melonjak dan pasokannya menjadi langka. Hal ini bisa terjadi kembali, jika warga melakukan panic buying.
Sumber: Tempo