SUKABUMIUPDATE.com - Hujan dan angin kencang yang terjadi sejak awal Ramadhan 1445 Hijriah mengakibatkan hasil panen cabai di wilayah Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, menurun bahkan diprediksi akan mengalami gagal panen.
"Persediaan cabai saat ini berkurang bahkan banyak kebun terancam hancur dan gagal panen akibat hujan dan angin kencang," ucap petani cabai, Jaenal Abidin (32 tahun), warga Kampung Cigadog RT 02/03 Desa Caringinnunggal, Kecamatan Waluran, Rabu, 13 Maret 2024.
Jaenal yang juga Owner Galur Rawit dan Ketua Kluster Cabai Waluran Green Farmer mengatakan ada lima hektare kebun yang dikelola anggotanya. Kebun tersebut tersebar di Desa Waluran, Caringinnunggal, Waluran Mandiri, Mangunjaya, Mekarmukti, dan Sukamukti. Sementara jenis cabai yang ditanam adalah caplak dan cabai rawit merah (cabai domba).
"Ditambah kebun petani non-anggota sekitar 10 hektare. Jadi total 15 sampai 20 hektare kebun cabai di Kecamatan Waluran dengan potensi panen 10 ton per hektare. Tapi kebanyakan penyebaran lahannya di Desa Mekarmukti dan Caringinnunggal. Jumlah anggota aktif saat ini 30 orang dan semuanya petani milenial," katanya.
Baca Juga: Angin Kencang Sukabumi, Pohon Tumbang Timpa Rumah Warga di Cidahu
Jaenal mengungkapkan dampak curah hujan tinggi adalah cabai menjadi rentan terkena penyakit genangan air tingkat tinggi dan mati secara masif. Angin juga dapat merobohkan dan menumbangkan pohon cabai. "Bahkan akibat angin kencang rumah bibit kluster kami atapnya hancur dan menelan kerugian belasan juta," ujar dia.
Ketika cuaca normal, potensi panen cabai di Kecamatan Waluran bisa sampai 10 ton per hektare dalam satu siklus atau per tahun pada Agustus-Oktober. Namun pada cuaca buruk seperti ini paling hanya dapat panen 7 atau 5 ton per hektare.
"Harga dari petani minggu-minggu ini diterima oleh bandar atau tengkulak Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu cengek caplak per kilogram. Lalu Rp 30 ribu per kilogram cengek gunung. Rp 50 ribu per kilogram cengek domba dan cabai keriting Rp 55 ribu per kilogram. Tapi catatan, harga cabai itu fluktuatif. Setiap hari bisa berubah (tidak tetap)," kata Jaenal.