SUKABUMIUPDATE.com - Hari Batik Nasional yang selalu di peringati pada 2 Oktober setiap tahunnya. Dan Batik Ecoprint menjadi pembicaraan akhir-akhir ini dalam tren fashion di Indonesia.
Batik ecoprint seperti disampaikan owner batik ecoprint Sukabumi Lilis Rahmayati, bahwa ecoprint merupakan salah satu tren fashion kekinian yang tengah diminati banyak orang. Lebih-lebih, karena dua faktor utama, yaitu unik dan natural, dalam arti alami, tanpa unsur kimiawi.
"Ecoprint adalah teknik mencetak alam di atas material yang juga bersifat alam" terang Lilis.
Menurut Lilis, Ecoprint sudah berkembang sejak tahun 2000an di Australia. Kala itu EcoPrint digunakan sebagai sarana edukasi anak-anak. Kemudian mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 2006. Uniknya, saat ini Indonesia menjadi Eco Printer terbesar di dunia. Itu tidak terlepas dari keanekaragaman tumbuhan yang ada di Bumi Pertiwi.
Baca Juga: Resmikan Klinik Pratama di Citamiang, Ini Harapan Pj Wali Kota Sukabumi
Lilis menyebutkan, pelan tapi pasti pasar (market) batik ecoprint mulai bertumbuh. Dari pengalamannya, kata Lilis, ecoprint yang didirikan sejak tahun 2020 itu kini telah menjadi sumber penghasilan yang bisa diandalkan.
Banyak produk ecoprint yang dihasilkan dari tangan kreatif Lilis Rahmayati. Diantaranya; pakaian, tas, dompet, goodybag, kerudung, sajadah, jaket kulit, dll.
Di tahun 2023 ini, kreatifitasnya dalam ecoprint telah mengantarkan Lilis Rahmayati mendapat penghargaan Sukabumi Heroes 2023, kategori lingkungan.
Dari Daun Jadi Cuan
Bertumbuhnya pasar ecoprint jelas berarti potensi bisnis yang patut dikembangkan. Dan lagi, yang perlu digaris-bawahi, belum banyak orang yang melirik potensi ini. Artinya, tingkat persaingan antar produsen masih cenderung rendah yang berarti bahwa peluang (oppurtunity) terbuka lebar.
Baca Juga: Akomodir Seniman Kota Sukabumi, Disdikbud Sambut Baik Keberadaan Bale Jayaniti
Masalahnya adalah tinggal strategi sekaligus fokus segmentasi bisnis yang dipilih oleh para pelaku. Sebagai contoh, untuk meningkatkan harga produk, maka bahan busana yang dipilih pun harus sepadan. Atau sebaliknya, produsen busana ecoprint menetapkan harga terjangkau (sesuai dengan tingkat kualitas produk) demi memenuhi target pasar.
Menurut Lilis, harga produk busana ecoprint relatif beragam tergantung pada bahan yang digunakan.
“Kalau kainnya katun dan dengan metode dasar, yaitu daun jati, (harga) mulai dari ratusan ribu. Tapi, ada juga yang sampai berjuta-juta rupiah, karena kalau bahan sutra dan ada warna dasarnya pasti mahal. Harga tergantung dari jenis bahannya," ujarnya seperti dikutip sukabumiupdate.com dari Podcast Bincang Bisnis, Senin (02/10/2023).
Baca Juga: Bertambah Jadi 4 Rumah, Update Dampak Gempa Darat Guncang Sukabumi
Nah, apa anda tertarik ambil bagian di bisnis ini? Boleh saja. Barangkali bisa mulai dari konsultasi atau belajar langsung ke Ibu Lilis Rahmayati .