SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan seluruh wilayah Indonesia dipenuhi retakan-retakan akibat tektonik yang notabene menjadi sumber gempa.
"Perulangan gempa relatif lama, misalnya 50 tahun atau bahkan lebih, sehingga orang-orang mudah melupakannya. Itulah pentingnya edukasi terus–menerus mengenai mitigasi bencana diperlukan," kata Eko dalam acara virtual, Jumat, 29 Januari 2021, dikutip dari Tempo.co.
Hal lain yang dia soroti adalah aspek bangunan yang aman atau tahan gempa. Eko menerangkan, kerapkali sebuah rumah dibangun hanya memperhatikan aspek estetikanya saja tanpa melibatkan faktor-faktor kebencanaan seperti ketahanan akan guncangan.
Sementara membangun ulang rumah atau memperkuat bangunan yang sudah ada bisa membutuhkan biaya mahal. Eko mendorong masyarakat untuk memiliki satu ruang aman yang bisa digunakan sebagai tempat berlindung ketika gempa terjadi.
"Bencana alam adalah takdir dan napas dari Bumi. Menurut saya, bencana bukan semata-mata aspek teknis tapi juga perilaku dan sikap manusia," dia menambahkan. "Acapkali aturan yang telah dibuat justru dilanggar seperti mendirikan bangunan di bibir pantai melewati batas sempadan."
Eko juga menggarisbawahi krusialnya sinergi dan implementasi kebijakan yang sistemik, tidak hanya berlangsung secara sporadis.
Awal 2021 beberapa bencana melanda Indonesia yang banyak merenggut korban jiwa, mulai dari tanah longsor di Sumedang, Jawa Barat, hingga gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,2 di Kota Majene dan Mamuju.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 136 bencana alam terjadi di Indonesia sepanjang 1-16 Januari 2021. Bencana banjir paling banyak terjadi, mencapai 95 kejadian. Lainnya adalah tanah longsor 25 kali terjadi, puting beliung 12 kali, serta dua gempa bumi. Peristiwa bencana tersebut telah mengakibatkan ratusan jiwa menjadi korban.
Sumber: Tempo.co