Bukan Pandemi COVID-19, Justru Ini Bencana Mengerikan yang Menghantui Bumi

Rabu 08 April 2020, 21:00 WIB

SUKABUMIUPDATE.com - Pandangan dunia saat ini mungkin terfokus pada pandemi virus Corona (COVID-19). Tetapi, Bumi sebenarnya sedang mengalami bencana lain yang lebih mengerikan, lebih buruk dari kepunahan dinosaurus.

Melansir dari suara.com, dalam penelitian yang ditulis oleh Andrew Glikson, seorang ilmuwan Bumi dan dan iklim paleo dari Universitas Nasional Australia, peningkatan jumlah karbon dioksida di atmosfer menyebabkan kepunahan sebagian besar spesies di Bumi.

Di masa lalu, peristiwa ini dipicu oleh letusan gunung berapi besar atau dampak asteroid. Tetapi sekarang, Bumi sedang menuju kepunahan massal lainnya dan penyebabnya berasal dari aktivitas manusia.

Glikson meneliti hubungan antara dampak asteroid, gunung berapi, perubahan iklim, dan kepunahan massal spesies. Penelitian itu menunjukkan laju pertumbuhan emisi karbon dioksida saat ini lebih cepat daripada yang memicu dua kepunahan massal sebelumnya, termasuk peristiwa yang memusnahkan dinosaurus.

Kepunahan massal sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan ekstrem pada iklim dapat menyebabkan kepunahan banyak spesies. Saat asteroid menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu, membuat kebakaran besar yang melepaskan sejumlah besar karbon dioksida selama 10.000 tahun.

Kondisi tersebut menyebabkan suhu global melonjak, permukaan laut naik, dan lautan menjadi asam. Sekitar 80 persen spesies, termasuk dinosaurus, pun musnah.

Kemudian sekitar 55 juta tahun yang lalu, suhu Bumi kembali meningkat. Penyebab peristiwa ini dikenal sebagai Paleocene-Eocene Thermal Maximum.

Salah satu teori menyebutkan bahwa letusan gunung berapi besar memicu pelepasan metana secara tiba-tiba dari sedimen laut, membuat lautan menjadi lebih asam, dan membunuh banyak spesies.

Setelah dampak asteroid, Glikson membandingkan tingkat gas rumah kaca. Sebelum masa industri dimulai pada akhir abad ke-18, karbon dioksida di atmosfer mencapai sekitar 300 bagian per juta. Artinya, untuk setiap satu juta molekul gas di atmosfer, 300 bagiannya adalah karbon dioksida.

Pada Februari 2020, karbon dioksida di atmosfer mencapai 414,1 bagian per juta. Sementara total tingkat gas rumah kaca mencapai hampir 500 bagian per juta, hampir setara karbon dioksida.

Karbon dioksida sekarang mengalir ke atmosfer dengan laju dua hingga tiga bagian per juta setiap tahun.

Dengan menggunakan catatan karbon yang tersimpan dalam fosil dan bahan organik, Glikson menentukan bahwa emisi karbon saat ini merupakan peristiwa ekstrem dalam sejarah Bumi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida tahunan sekarang lebih cepat daripada setelah kedua dampak asteroid yang memusnahkan dinosaurus. Saat itu karbon dioksida sekitar 0,18 bagian per juta dan termal maksimum yang terjadi 55 juta tahun yang lalu sekitar 0,11 bagian per juta.

Tingginya karbon dioksida di atmosfer dapat membuat iklim lebih cepat berubah dan kepunahan massal berikutnya telah dimulai.

Dalam sebuah laporan utama PBB yang dirilis tahun lalu memperingatkan sekitar satu juta spesies hewan dan tumbuhan terancam punah. Perubahan iklim terdaftar sebagai satu dari lima penyebab utama.

Laporan itu mengatakan distribusi 47 persen mamalia yang tidak bisa terbang di darat dan hampir 25 persen burung yang terancam, mungkin sudah terkena dampak negatif dari perubahan iklim.

Banyak ilmuwan khawatir sistem iklim saat ini sedang mendekati titik kritis atau ambang batas di mana perubahan cepat dan tidak dapat diubah akan terjadi.

Tanda-tanda titik kritis itu bahkan saat ini sudah terlihat. Sebagai contoh, peningkatan suhu di Arktik menyebabkan es mencair dalam jumlah besar dan melemahkan gelomvang kuat angin barat.

Dilansir laman IFL Science, Rabu (8/4/2020), pergeseran zona iklim juga menyebabkan daerah tropis meluas dan bermigrasi ke kutub, dengan kecepatan sekitar 56 hingga 111 kilometer per dekade.

Kepunahan massal Bumi berikutnya bisa dihindari jika emisi karbon dioksida secara signifikan dapat diatasi dan manusia bersama-sama mengembangkan dan menggunakan teknologi untuk menghilangkan karbon dioksida di atmosfer. Tetapi pada kenyataan saat ini, justru aktivitas manusia sendiri yang mengancam dan membuat sebagian besar wilayah Bumi tidak dapat dihuni.

 

Sumber : suara.com

 

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Berita Terkini
Sukabumi20 April 2024, 00:14 WIB

Usai Lebaran, Pasien Membludak di RSUD Palabuhanratu Sukabumi

Humas RSUD Palabuhanratu Sukabumi sebut pasien yang datang rata-rata mengeluhkan penyakit demam, pencernaan, metabolik, serta penyakit dalam.
Kondisi di sekitar IGD RSUD Palabuhanratu Sukabumi, Jumat (19/4/2024). (Sumber : SU/Ilyas)
Sukabumi Memilih19 April 2024, 23:48 WIB

Yudi Suryadikrama Respon Perundingan Kebonpedes Soal Dukungan Maju Pilkada Sukabumi

Ketua DPC PDIP Kabupaten Sukabumi, Yudi Suryadikrama merespon pernyataan sejumlah kader partai yang memintanya untuk maju dalam kontestasi Pilkada Sukabumi 2024.
Yudi Suryadikrama Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sukabumi | Foto : Ibnu Sanubari
Keuangan19 April 2024, 23:24 WIB

Upaya Bapenda Sukabumi Mudahkan Layanan Perpajakan Bagi Wajib Pajak di Desa

Kepala Bapenda Kabupaten Sukabumi Herdy Somantri mengatakan inovasi tersebut menekankan pentingnya integrasi sistem administrasi pajak daerah dari tingkat desa hingga kabupaten.
Kepala Bapenda Kabupaten Sukabumi Herdy Somantri. | Foto: SU/Ilyas (Sumber : SU/Ilyas)
DPRD Kab. Sukabumi19 April 2024, 22:01 WIB

DPRD Minta Bakesbangpol Usut Penyebab Meninggalnya Peserta Seleksi Paskibraka Sukabumi

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Hera Iskandar turut berbelasungkawa atas meninggalnya Kayla Nur Syifa saat mengikuti seleksi Paskibraka.
Jenazah siswi SMAN Negeri 1 Cisaat saat akan diberangkatkan dari RSUD Palabuhanratu menuju rumah duka di Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, Jumat (19/4/2024). | Foto: SU/Ilyas Supendi
Opini19 April 2024, 21:44 WIB

Menjadi Lelaki Berkualitas: Inspirasi dari Kartini

Sosok Kartini, seorang pejuang kesetaraan gender dari Indonesia pada abad ke-19, memberikan pandangan yang menarik dan relevan, bukan saja bagi perempuan, bahkan bagi kaum laki-laki masa kini.
Dr. Ari Riswanto, M.Pd., MM / Dosen Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi/Pengurus DPW Forum shilaturahmi Doktor Indonesia | Foto : Sukabumi Update
Sukabumi19 April 2024, 21:08 WIB

Dinsos Sukabumi Salurkan Program Makan Untuk Lansia Di Tegalbuleud Sukabumi

Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, bantu salurkan program bantuan makanan bagi lanjut usia (Lansia), yang merupakan program Kemensos RI.
Program makan bagi lansia di Tegalbuleud Sukabumi | Foto : Ragil Gilang
Sukabumi19 April 2024, 21:04 WIB

Kronologi dan Dugaan Penyebab Meninggalnya Siswi Sukabumi saat Ikut Tes Seleksi Paskibraka

Berikut kronologi dugaan penyebab meninggalnya Kayla Nur Syifa Siswi Sukabumi peserta seleksi Paskibraka.
Suasana rumah duka Kayla Nur Syifa di Desa Cibentang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, Jumat (19/4/2024). | Foto: SU/Asep Awaludin
Life19 April 2024, 20:29 WIB

5 Penjelasan Kenapa Seseorang Mudah Menangis Tanpa Sebab

Ketika seseorang menangis tanpa alasan yang jelas, hal itu seringkali dapat menjadi pengalaman yang membingungkan dan membuat frustrasi.
Kenapa seseorang mudah menangis tanpa sebab | Foto : pixabay/jouycristoo
Sukabumi19 April 2024, 20:11 WIB

Ratusan Buruh Garmen di Cicurug Sukabumi Demo Tuntut Perusahan Bayar Gaji

Ratusan buruh pabrik garmen berdemonstrasi di depan halaman PT Indo Garment Lestari (IGL) tepatnya di Kampung Bojong Pereng, Desa Nyangkowek, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jumat (19/4/2024).
Sejumlah buruh pabrik garmen melakukan aksi demo di depan halaman PT IGL | Foto : Ibnu Sanubari
Sukabumi19 April 2024, 20:05 WIB

Cita-citanya Polwan, Orang Tua Terpukul Kehilangan Kayla Siswi Peserta Paskibraka Sukabumi

Orang tua Kayla Nur Syifa peserta seleksi Paskibraka Kabupaten Sukabumi yang meninggal punya cita-cita jadi Polwan.
Orang tua Kayla Nur Syifa peserta Paskibraka Kabupaten Sukabumi yang meninggal saat diwawancarai sukabumiupdate.com di rumah duka (Sumber : SU/Asep Awaludin)