SUKABUMIUPDATE.com – Tahun ini pejuang Kemerdekaan Indonesia sekaligus tokoh ulama Sukabumi, KH Ahmad Sanusi kembali belum terpilih untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional . Nama KH Ahmad Sanusi tidak ada didaftar nama enam tokoh pejuang yang mendapatkan gelar pahlawan nasional baru di tahun 2019.
Keputusan pemerintah yang tertuang dalam Keppres Nomor 120/TK/Tahun 2019 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Akan diumumkan ke public secara resmi saat peringatan hari pahlawan nasional Indonesia, Minggu tanggal 10 November 2019.
Enam nama tersebut merupakan hasil seleksi 20 nama tokoh yang diajukan oleh Kementrian Sosial ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Negara. Enam nama itu adalah Ruhana Kuddus dari Sumatera Barat, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (Oputa Yii Ko) dari Sulawesi Tenggara, Prof dr M Sardjito dari DI Yogyakarta, KH Abdul Kahar Mudzakkir dari DI Yogyakarta, A A Maramis dari Sulawesi Utara dan KH Masjkur dari Jawa Timur.
BACA JUGA: HSN di Makam KH Ahmad Sanusi, Wali kota Sukabumi: Pesantren Laboratorium Perdamaian
Walaupun tidak mengungkapkan kekecewaan, keluarga besar dan ahli waris KH Ahmad Sanusi mengakui jika proses untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional itu adalah keinginan besar warga, pemerintah daerah, akademisi, serta ulama Sukabumi. Prosesnya sendiri sangat panjang sudah mulai diajukan oleh pemerintah daerah Kota Sukabumi sejak tahun 2012 silam.
Ngobrol via chat, Heikal Lazuardi generasi keempat ahli waris KH Ahmad Sanusi mengakui semua keluarganya menerima apapun keputusan pemerintah soal gelar pahlawan nasional. “Kecewa mah nggak sih, semua keluarga juga biasa saja. Mungkin belum waktunya bagi KH Ahmad Sanusi mendapatkan gelar kehormatan itu dari negara,” jelas anak muda berusia 27 tahun ini, Sabtu (9/11/2019).
Bagi Heikal saat ini ikut mengajar dan menjadi staf tata usaha di lembaga pendidikan Syamsul Ulum yang didirikan oleh KH Ahmad Sanusi di Jalan Bhayangkara, Gunung Puyuh Kota Sukabumi. “Kita sih berharap tahun depan bisa dapat gelar pahlawan nasional, tapi lebih dari itu harapan lebih besar bagaimana sosok KH Ahmad Sanusi dikenal oleh generasi muda khususnya milineal minimal di Sukabumi,” sambungnya.
Heikal atas nama keluarga besar KH Ahmad Sanusi cukup kaget dengan respon anak muda kalangan milenial Sukabumi terhadap sosok pejuang persiapan kemerdekaan Indonesia ini. “Ini serius, karena kebanyakan anak muda di Sukabumi sekarang kalo ditanya KH Ahmad Sanusi, tahunya hanya nama jalan saja,”
Heikal berharap forum literasi dan diskusi tentang siapa KH Ahmad Sanusi harus terus diterus dilakukan. “Kita akan mendukung untuk sesi bedah sosok Kh Ahmad Sanusi khususnya bagi generasi muda.”
Dikutip dari berbagai sumber, KH Ahmad Sanusi dilahirkan tanggal 18 September 1888 di Kampung Cantayan Desa Cantayan Kecematan Cantayan Kabupaten Sukabumi (daerah tersebut dulunya bernama Kampung Cantayan Desa Cantayan Onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi). KH Ahmad Sanusi adalah anak ketiga dari delapan bersaudara pasangan KH. Abdurrohim (Ajengan Cantayan, Pimpinan Pondok PEsantren Cantayan) dengan Ibu Empok.
Kiprah pria yang juga bergelar ajengan genteng ini dikancah perjuangan merebut kemerdekaan sudah dimulai tahun 1915. Sepulang dari menunaikan ibadah haji ditanah suci, Ahmad Sanusi kembali ke kampung halamannya di Sukabumi untuk membantu ayahnya mengajar di Pesantren Cantayan.
Pada bulan Agustus 1927 dekat pesantren Cantayan terjadi insiden pengrusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi, Bandung dan Bogor. Peristiwa ini dijadikan bukti pemerintah Hindia Belanda untuk menangkap dan menahan Ahmad Sanusi.
Dengan tuduhan itu, ia terpaksa mendekam di penjara Cianjur selama 9 bulan sampai bulan Mei 1928, terus dipindahkan ke penjara Kota Sukabumi sampai November 1928. Selanjutnya sejak bulan November 1928 Ahmad Sanusi diasingkan dan dibuang ke Tanah Tinggi Senen Batavia Centrum.
Pada tanggal 3 Juli 1934, Gubernur Jenderal de Jonge mengeluarkan keputusan mengembalikan Ahmad Sanusi ke Kota Sukabumi dengan status tahanan kota. Kemudian di akhir tahun 1934, Ahmad Sanusi mendirikan Pondok Pesantren Gunung Puyuh yang lokasinya berada di belakang rumahnya, dalam perkembangan berikutnya Pondok Pesantren tersebut di beri nama Pergoeroean Syamsoel ‘Oeloem.
Tahun 1942 Jepang menguasai Sukabumi dengan mengambil alih kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda melalui mobilisasai militernya. Pada 1 Februari 1943, diadakan latihan Ulama yang diselenggarakan oleh pemerintah militer Jepang bertempat di Kantor Masjoemi Jalam Imamura no.1 Jakarta. Ahmad Sanusi menjadi instruktur dalam kegiatan tersebut bersama H. Agus Salim, Dr. Amrullah, dan lain-lain.
Pada bulan Oktober 1943, Ahmad Sanusi diangkat menjadi anggota Dewan Penasehat Daerah Bogor (Giin Bogor Shu Sangi Kai), dengan syarat salah satunya agar Al-Ittihadiyatul Islamiyyah (AII) dihidupkan kembali, karena sebelumnya organisasi yang lahir pada zaman pemerintah Kolonial Belanda dibubarkan Jepang. Akhirnya AII hidup kembali dengan merubah AD/ART dan nama itu menjadi Persatoean Oemmat Islam Indonesia (POII)
BACA JUGA: Bertemu Jokowi, Wali Kota Sukabumi Janji Usulkan KH Ahmad Sanusi Jadi Pahlawan Nasional
Pemikiran dan sumbangsihnya tentang bentuk Negara dan wilayah Negara, tergambar dalam keiutsertaannya dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945. Disini KH Ahmad Sanusi disebut-sebut sebagai figur yang berhasil memecah kebuntuan rancangan konsep Indonesia sebagai negara.
Ketika sidang BPUPKI digelar pada tanggal 10 Juli 1945, Mr. Soesanto (mewakili kelompok aristokrasi) mengusulkan agar bentuk Indonesia adalah kerajaan. Usulan ini ditentang oleh Prof. Muhammad Yamin (Kelompok Nasionalis) menghendaki bentuk Negara Indonesia sebagai republik.
Ia wafat pada umur 63 tahun di Pesantren Gunung Puyung Kota Sukabumi dan dimakamkan tak jauh dari lembaga pendidikan itu. Walaupun belum bergelar Pahlawan Nasional, beliau banyak mendapatkan penghargaan pemerintah, berupa perintis kemerdekaan dari Pemerintah RI, Bintang Maha Putra Utama dari Presiden RI, Bintang Maha Putra Pradana dari Presiden RI dan namanya diabadikan oleh Pemerintah Kota Sukabumi menjadi salah satu nama jalan di Kota Sukabumi, yang menghubungkan antara jalan Cigunung sampai dengan Degung, yaitu jalan KH. A. Sanusi.