SUKABUMIUPDATE.com - Partai Mahasiswa Indonesia yang sudah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM, mendapat sorotan. Dimana masa depan gerakan moral, indepensei, ekstra parlementer dan oposisi pemerintah jika kata mahasiswa dikooptasi demi kepentingan politik praktis semata?
Mengutip berita tempo,co, Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Kaharuddin menyatakan, BEM SI menolak dengan tegas penggunaan kata mahasiswa dalam nama partai tersebut. Sebab, ia melihat mahasiswa harus independen.
"Menolak keras pemakaian nama mahasiswa Indonesia dari partai yang dibentuk, karena perlu adanya menjaga independensi dari mahasiswa itu sendiri dari politik praktis atau kepentingan partai politik," ujar Kaharuddin, kemarin.
Ia mengatakan jalan perjuangan yang ditempuh mahasiswa mesti berfokus pada gerakan moral untuk mengawal jalannya pemerintahan sesuai dengan kepentingan rakyat melalui jalur ekstraparlementer. Karenanya, BEM SI akan terus pada posisi oposisi siapapun presidennya.
"Mahasiswa harus tegak lurus sebagai oposisi dalam hal mengawasi ataupun mengontrol kebijakan pemerintah dengan gerakan-gerakan ekstraparlementer," tuturnya.
Senada, Koordinator Departemen Sosial dan Politik BEM UI, Melki Sedek Huang menyatakan, gerakan mahasiswa yang beragam dan sarat kepentingan tak boleh langsung dipatrikan dalam satu nama organisasi yang belum jelas asal-usul serta kepentingannya.
"Apalagi jika ke depannya mereka melakukan anasir-anasir politik yang tak pro rakyat, kami akan jelas menentang," kata Melki saat dihubungi, Sabtu, 23 April 2022.
Kabar kemunculan Partai Mahasiswa Indonesia ini awalnya mencuat saat disinggung Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dasco berujar Partai Mahasiswa Indonesia sudah sah berbadan hukum di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Hal itu ia sampaikan saat melakukan audiensi dengan perwakilan massa demonstrasi pada Kamis, 21 April 2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dasco mengaku sudah mengecek kebenaran badan hukum partai itu di Kemenkumham.
"Partai Mahasiswa Indonesia, saya sudah cek memang benar sudah lolos Kumham (Kemenkumham), tinggal nanti verifikasi untuk pemilu," ucap Dasco.
Berdasarkan data partai politik yang telah berbadan hukum yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertanda tangan pada 17 Februari 2022, tercantum struktur Partai Mahasiswa Indonesia.
Tertera data kepengurusan partai politik per 21 Januari 2022, ada nama Eko Pratama sebagai Ketua Umum, Muhammad Al Hafiz sebagai Sekretaris Jenderal dan Muhammad Akmal Mauludin sebagai Bendahara Umum. Partai ini memegang nomor Keputusan Menteri Hukum dan HAM M.HH-6.AH.11.01 Tahun 2022 pada 21 Januari 2022.
Partai itu berada pada urutan ke 69 dalam daftar partai politik Kemenkumham tersebut. Termuat juga lambang partai dan alamat di Jalan Duren Tiga Raya Nomor 19D Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan dengan kode pos 12760.
Eko Pratama yang tertulis sebagai ketua partainya, dikenal sebagai Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM Nusantara. BEM Nusantara terbagi menjadi dua kubu, yakni kubu Koordinator Pusat Eko Pratama dan kubu Koordinator Pusat Dimas Prayoga.
BEM Nusantara yang dipimpin Eko Pratama ini adalah kubu BEM Nusantara yang menemui Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto, 8 April lalu. Tempo sudah mencoba menelepon dan mengirimkan pesan kepada Eko untuk menanyakan latar belakang pembentukan Partai Mahasiswa ini, namun tidak direspons.
Direktur Tata Negara Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Baroto menyebut Partai Mahasiswa Indonesia merupakan perubahan dari Partai Kristen Indonesia 1945, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI tertanggal 21 Januari 2022, Nomor M.HH-5.AH.11.01 Tahun 2022 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Kristen Indonesia 1945 menjadi Partai Mahasiswa Indonesia.
Menurut Baroto, perubahan partai mencakup keseluruhan mulai dari nama, logo, hingga struktur kepengurusan partai. "Termasuk AD/ART (berubah)," ujarnya saat dihubungi, Ahad, 24 April 2022.
Baroto enggan menjelaskan lebih lanjut saat ditanya latar belakang dan alasan perubahan partai tersebut. Ia hanya menyebut bahwa partai tersebut telah memenuhi syarat sehingga mendapat pengesahan. "Kemenkumham sebatas layanan formal administratifnya. Untuk internal partai, sesuai AD/ART partai," tuturnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan partai baru. Dalam Pasal 2, disebutkan bahwa partai politik dibentuk oleh paling sedikit 50 orang warga negara Indonesia (WNI) dan telah berusia 21 tahun dengan akta notaris. Pendirian partai juga harus menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan.
Sementara Pasal 3 menjelaskan bahwa partai politik harus didaftarkan ke departemen untuk menjadi badan hukum. Untuk menjadi badan hukum, partai politik di antaranya harus mempunyai; kepengurusan paling sedikit 60 persen dari jumlah provinsi, 50 persen dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25 persen dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun menyebut, membentuk cabang partai di seluruh provinsi di Indonesia tidaklah mudah dan membutuhkan dana besar. Untuk itu, dia mengingatkan jangan sampai membuat para mahasiswa yang tergabung terjebak dalam political fundraising atau penggalangan dana politik.
"Itu tidak mudah, sehingga bisa jadi partai mahasiswa justru terjebak kepada politik untuk mencari political fundraising atau bahkan sudah mendapatkan bohir atau cukongnya sendiri," kata Refly Harun dalam akun YouTube Refly Harun. Refly telah mengizinkan untuk dikutip.
Dia menyarankan mahasiswa lebih baik kembali ke kampus. "Kembalilah adek-adek mahasiswa kepada kampus, belajar yang baik tapi bila negara membutuhkan, turun ke jalan sebagai bentuk kepedulian, sebagai agent of change atau sebagai moral force. Jadi bukan terlibat dalam politik sehari-hari untuk merebut kekuasaan," ujarnya.
Dosen yang juga seorang analis sosial dan politik di Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun mengatakan, dalam undang-undang memang tidak ada aturan mahasiswa boleh membentuk partai politik atau tidak. Namun, dalam statuta universitas, kata dia, ada larangan mahasiswa terlibat politik praktis.
"Di statuta universitas ada larangan bagi mahasiswa jika berpolitik praktis. Berpartai adalah area politik praktis," kata dia saat dihubungi, Sabtu, 23 April 2022.
Selain itu, Ubedillah menekankan, universitas adalah tempatnya kebebasan akademik. Karena itu, persoalan negara menurutnya harus diletakkan di meja perdebatan ilmiah, bukan di meja partai politik mahasiswa.
"Saya menyayangkan ada mahasiswa yang hasrat politik praktisnya begitu tinggi, apalagi menamakan diri partai mahasiswa, mereka membawa-bawa nama mahasiswa dalam nama partainya yang tentu ditolak mahasiswa lainya," ucap Ubedillah.
Dia meyakini keberadaan partai mahasiswa berpotensi tinggi memecah belah mahasiswa. Ubedillah menganggap, keberadaan partai itu bisa jadi sengaja dibuat oleh oknum tertentu untuk memecah konsentrasi mahasiswa yang sedang melawan pemerintah.
"Pada titik ini, keberadaan partai mahasiswa berpotensi tinggi memecah belah mahasiswa. Artinya bisa saja sengaja dibuat untuk memecah konsentrasi mahasiswa yang sedang melawan pemerintah," kata dia..
SUMBER: TEMPO.CO (DEWI NURITA,ARRIJAL RACHMAN)