SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengklarifikasi isu yang beredar soal dugaan sekolah madrasah yang dihapus dalam draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang kini tengah digodok pemerintah.
Mengutip dari tempo.co, Anindito menjelaskan, tidak pernah ada rencana Kemendikbudristek menghapus bentuk-bentuk satuan pendidikan melalui revisi RUU Sisdiknas.
Menurutnya, semua bentuk satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah sejak awal terwadahi dalam revisi RUU Sisdiknas.
"Sekolah maupun madrasah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas. Namun, penamaan secara spesifik seperti SD dan MI, SMP dan MTS, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan. Hal ini dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis," ujar Anindito lewat keterangan tertulis, Senin, 28 Maret 2022.
Dalam draf RUU Sisdiknas yang beredar, dijabarkan jenjang pendidikan terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi.
Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara, Arifin Junaidi, salah satu yang protes karena frasa madrasah tidak ditulis secara eksplisit dalam draf itu.
"UU Sisdiknas 2003 sudah memperkuat peranan madrasah, meskipun integrasi sekolah dan madrasah pada praktiknya kurang bermakna karena dipasung oleh UU Pemda. Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah," kata Arifin, sebagai salah satu anggota Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Kamis, 24 Maret 2022.
Belakangan, pihak Kemendikbudristek mengklarifikasi bahwa penamaan secara spesifik seperti SD dan MI, SMP dan MTS, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan.
Kemendikbudristek menyatakan bahwa RUU Sisdiknas sekarang masih dalam revisi draf awal setelah mendapat masukan dari para ahli dan berbagai pemangku kepentingan. Kemendikbudristek menyatakan terbuka menampung dan menerima masukan.
Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia menilai uji publik RUU Sisdiknas yang dilakukan oleh Kemendikbudristek terlalu tergesa-gesa dan minim pelibatan publik.
"Pembuatan UU yang baik mempersyaratkan adanya partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation) dalam seluruh tahapan, mulai perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. Faktanya, hal ini tidak dilakukan dalam perencanaan RUU Sisdiknas," ujar Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia, David Tjandra yang juga tergabung dalam APPI.
Sumber: TEMPO.CO