SUKABUMIUPDATE.com - Polri buka suara usai penangkapan Dokter Sunardi oleh Densus 88 di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu 9 Maret 2022, tuai kecaman dari warganet di media sosial.
Warganet menyayangkan tindakan Densus 88 Antiteror yang menembak mati Dokter Sunardi padahal statusnya baru terduga teroris.
Apalagi kata warganet, Dokter Sunardi adalah dokter yang berjalan saja memakai tongkat sehingga tidak mungkin melakukan perlawanan.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan, pada prinsipnya penegakan hukum adalah upaya terakhir ketika upaya-upaya preventif sudah dilakukan oleh petugas di lapangan.
Menurut Dedi, petugas kepolisian dalam hal ini Densus 88 Antiteror dibekali kewenangan diskresi atau kebebasan mengambil keputusan sendiri sesuai situasi di lapangan.
“Apabila membahayakan maka dapat dilakukan tindakan untuk melumpuhkan,” ujarnya seperti dilansir suara.com dari Antara, Jumat (11/3/2022).
Mantan Kapolda Kalimantan Tengah itu juga menekankan bahwa personel kepolisian bertugas sesuai dengan aturan dan perundangan yang ada, dalam hal ini sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian.
“Serta secara universal petugas polisi di dunia melakukan hal tersebut,” ujarnya.
Meski begitu, Dedi juga menegaskan, apabila dalam upaya penegakan hukum terjadi pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian maka pihaknya akan menindak tegas.
“Apabila ada pelanggaran yang dilakukan, anggota Propam akan menindak,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa Dokter Sunardi sudah ditetapkan sebagai tersangka, bukan lagi terduga.
Ia juga menjelaskan alasan tindakan tegas terukur yang dilakukan aparat kepolisian adalah karena Sunardi melakukan perlawanan terhadap petugas yang berupaya melakukan penegakan hukum.
“Pada saat penangkapan terhadap tersangka dilakukan upaya paksa dengan tegas dan terukur, karena tersangka melawan petugas dengan menabrakkan mobilnya ke arah mobil petugas,” ujarnya.
Ia melanjutkan, setelah Sunardi menabrak dua mobil petugas, anggota naik ke bak belakang mobil double cabin Strada milik tersangka, namun tersangka tetap menjalankan mobilnya dan melaju dengan kencang serta menggoyangkan setir ke kanan dan ke kiri sehingga menyerempet mobil warga yang melintas.
“Dengan situasi tersebut dan dianggap bisa membahayakan petugas dan masyarakat sekitar maka petugas menembak tersangka dari belakang dan mengenai punggung atas dan pinggul kanan bawah,” ungkap Ramadhan.
Sebelumnya, Kepala Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabid Banops) Densus 88 Anti Teror Polri Kombes Aswin Siregar membenarkan bahwa tersangka terorisme di Sukoharjo bernama dokter Sunardi.
"Ya benar (dokter Sunardi),” kata Aswin.
Terkait Sunardi adalah dokter yang menggunakan tongkat, Aswin menegaskan bahwa tersangka melakukan perlawanan kepada petugas bukan dengan fisik tapi dengan menabrakkan kendaraan yang dikemudikannya ke arah petugas.
“Tersangka melakukan perlawanan bukan dengan fisiknya, tetapi dengan menabrakkan kendaraanya kepada petugas dan kendaraan yang menghentikannya dan beberapa kendaraan masyarakat yang berada di jalan tersebut,” kata Aswin.
Sunardi (54 tahun) diketahui berprofesi sebagai dokter yang membuka praktik di rumahnya di Kampung Bangunharjo RT 03/RW 07, Kelurahan Gayam, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Ketua RT 03 Bangunharjo Bambang Pujiana saat dikonfirmasi di Sukoharjo, Kamis, mengaku kaget saat dihubungi oleh anggota Bhabinkamtibmas Sukoharjo bahwa Sunardi meninggal karena ada kaitannya dengan jaringan terorisme.
Dia menjelaskan bahwa Sunardi seorang dokter yang praktik di rumahnya, tetapi dia terkenal tertutup dengan warga sekitar. Bahkan, pada acara kampung seperti kerja bakti dan rapat RT tidak pernah hadir.
Yang bersangkutan, kata Bambang, orangnya tertutup tidak pernah tegur sapa dengan warga sekitar. Dia kelihatan jika pergi ke masjid, setelah itu, pulang ke rumah.
Menurut dia, yang bersangkutan bersama keluarga bukan warga asli kelurahan Gayam, melainkan pendatang yang membeli rumah di Sukoharjo. Selama di Sukoharjo, Sunardi tidak pernah menyerahkan surat Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada RT.
Dokter Sunardi memiliki empat anak dan satu istri yang juga bekerja sebagai dokter. Yang bersangkutan selama ini membuka praktik dokter di rumahnya, tetapi kelihatan sepi pasien. Praktiknya dokter umum dan sering juga buka praktik di klinik di Solo.
Dokter Sunardi ditetapkan sebagai tersangka karena merupakan anggota kelompok teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Memiliki peran pernah menjabat sebagai amir khitmad menjabat sebagai deputi dakwah dan informasi, sebagai penasihat amir JI dan penanggung jawab Hilal Amar Society.
SUMBER: SUARA.COM