SUKABUMIUPDATE.com - Komandan Korem 061/Surya Kencana Brigadir Jenderal TNI Rudy Saladin meminta masyarakat berdamai dengan Covid-19. Ini dikatakannya saat berkunjung ke Kota Sukabumi dan pernyataan tersebut keluar menyusul wacana transisi status pandemi menuju endemi SARS-CoV-2.
Brigjen TNI Rudy Saladin menegaskan transisi status pandemi menuju endemi hanya bisa dinilai atau diumumkan secara resmi oleh pemerintah, didukung analisis para pakar di bidang kesehatan. Pemerintah pun telah mewajibkan vaksinasi di atas 70 persen bagi suatu wilayah untuk herd immunity.
"Saya kira wilayah Kota Sukabumi ini sudah jauh lebih tinggi dari target itu," kata Rudy usai meninjau pelaksanaan vaksinasi di Gedung Juang 45 Kota Sukabumi, Jumat (11/3/2022).
Menurut Rudy, masyarakat tidak bisa menghindari virus Corona kendati nanti status endemi telah ditetapkan. Ini yang dimaksudnya berdamai dengan Covid-19. "Kita akan berdamai dengan Covid-19. Sama dengan pilek dulu. Begitu kena batuk pilek, terjangkit atau terpapar, tidak apa-apa yang penting tidak fatal," ucapnya.
"Harapannya, kalau kita bisa masuk ke tahapan dari pandemi ke endemi, Covid-19 ini bukan penyakit yang harus betul-betul kita khawatirkan," tambah Rudy. Namun, Rudy kembali menegaskan status resmi endemi tersebut masih menunggu pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, didukung analisis para ahli.
"Tapi memang sudah ada beberapa pengamat, ahli-ahli, termasuk dari kementerian, yang menyampaikan bahwa proses ini sedang berlangsung. Mudah-mudahan negara kita bisa masuk ke tahapan itu," kata dia.
Di lokasi yang sama, Wakil Wali Kota Sukabumi Andri Hamami mengatakan ada kurang lebih 1.500 dosis vaksin yang disiapkan Korem 061/Surya Kencana untuk Pemerintah Kota Sukabumi. Kata Andri, ini suatu kehormatan karena penyuntikkan vaksin Covid-19 langsung dikawal Brigjen TNI Rudy Saladin.
Sementara soal wacana transisi pandemi ke endemi, Andri mengatakan kebijakan tersebut ada di tangan pemerintah pusat. "Kita sih alhamdulillah melihat wartawan sehat, berarti parameternya di situ. Karena kan berinteraksi terus. Kalau wartawannya sehat, berarti kita siap, jangan panik," kata Andri.
Rencana Transisi Endemi di Indonesia
Melansir laman resmi Sekretariat Kabinet RI, dalam penanganan pandemi Covid-19, beberapa negara sudah mulai memberlakukan kebijakan pelonggaran yakni transisi pandemi ke endemi. Namun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah akan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan kebijakan pelonggaran tersebut.
Ini disampaikan Luhut dalam keterangan pers usai mengikuti Rapat Terbatas mengenai Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada Senin, 21 Februari 2022, melalui konferensi video.
"Pemerintah selalu belajar dari banyak negara untuk memahami dan menganalisis hingga menentukan langkah yang terbaik dan model yang terbaik untuk kita menangani pandemi ini sendiri," kata Menko Marves yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali.
Selain mengedepankan kehati-hatian, imbuh Luhut, pemerintah akan melakukan transisi pandemi ke endemi secara bertahap, bertingkat, dan berlanjut dengan mempertimbangkan indikator kesehatan, ekonomi, dan sosial budaya. Pemerintah pun memperhatikan masukan dari pemangku kepentingan.
"Tadi malam panjang lebar (20 Februari 2022) diskusi ini dengan para pakar, epidemiolog, maupun kesehatan untuk kita sampai pada kesimpulan ini. Kami akan terus melakukan evaluasi mengenai status endemi ke depan," ujarnya.
Menko Luhut memaparkan, dalam hal ini pemerintah menggunakan pra-kondisi endemi sebagai pijakan dengan menggunakan indikator yakni tingkat kekebalan masyarakat tinggi, tingkat kasus rendah berdasarkan indikator WHO, dan kapasitas respons fasilitas kesehatan yang memadai maupun menggunakan surveilans aktif.
Selain itu, pra-kondisi ini juga harus terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang dan sudah stabil ataupun konsisten. "Usulan konsep kriteria dan indikator pandemi ke endemi dari waktu ke waktu masih akan terus disempurnakan dengan para pakar dan ahli di bidangnya," katanya.
Untuk dapat mencapai transisi dari pandemi ke endemi, Luhut menegaskan salah satu hal utama yang perlu dilakukan adalah menggenjot vaksinasi dosis kedua dan dosis lanjutan atau booster, terutama bagi kelompok masyarakat lanjut usia atau lansia.
Herd Immunity di Kota Sukabumi
Vaksinasi menjadi salah satu indikator terbentuknya herd immunity suatu daerah. Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Soumya Swaminathan mengatakan SARS-CoV-2 adalah virus yang sangat mudah menular. Sehingga, dibutuhkan 60-70 persen dari populasi untuk memiliki kekebalan agar benar-benar memutus rantai penularan.
Berdasarkan data Jumat, 11 Maret 2022, capaian vaksinasi Kota Sukabumi untuk dosis satu adalah 303.114 (112,33 persen) dan dosis kedua 226.411 (83,91persen). Keduanya dihitung dari target total vaksinasi di Kota Sukabumi sebanyak 269.834 orang. Sementara khusus dosis ketiga booster tenaga kesehatan, sudah mencapai 3.448 orang atau 103,33 persen, dihitung dari target tenaga kesehatan 3.337 orang.
Di sisi lain, vaksinasi dosis satu kelompok lanjut usia atau lansia di Kota Sukabumi, hingga Jumat ini sudah mencapai 23.412 orang (85,94 persen) dan dosis dua 19.673 (72,22 persen), dihitung dari total target lansia di Kota Sukabumi sebanyak 27.241 (bagian dari target keseluruhan 269.834 orang). Di atas kertas, angka-angka tersebut menunjukkan herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap Covid-19 di Kota Sukabumi sudah terbentuk.
Kendati begitu, capaian vaksinasi tidak bisa dijadikan dasar tunggal terbentuknya herd immunity. Ada faktor lain seperti CT value (cycle threshold value) dan positivity rate kasus Covid-19.
CT value adalah banyaknya jumlah siklus yang dihasilkan dalam mencari materi genetik virus dari sampel lendir atau hasil swab pasien Covid-19.
Perlu dicatat, angka hasil CT value berbanding terbalik dengan konsentrasi genetik virus. Semakin besar angka CT value, semakin sedikit konsentrasi virus pada sampel tubuh pasien. Artinya, semakin tinggi CT value, semakin rendah kemungkinan virus menimbulkan gejala atau membahayakan tubuh dan kemungkinan risiko penularan pun semakin kecil.
Sedangkan positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan. WHO menetapkan ambang batas minimal angka positivity rate kurang dari 5 persen. Jika positivity rate suatu daerah semakin tinggi, kondisi pandemi di daerah tersebut memburuk. Kapasitas pemeriksaan Covid-19 juga perlu ditingkatkan.
Adapun cara menghitung positivity rate yaitu dengan cara jumlah kasus harian dibagi jumlah tes harian dan kemudian dikalikan 100 persen. Jumlah tes kali ini merupakan kumulatif dari hasil tes polymerase chain reaction atau PCR, tes cepat molekuler atau TCM, dan rapid test antigen.