SUKABUMIUPDATE.com - Kendaraan Over Dimension Over Load atau truk ODOL banyak merugikan warga. Selain kerap menjadi biang kerok terjadinya kecelakaan lalu linas, truk ODOL juga berdampak buruk karena memicu kerusakan jalan dan kesehatan masyarakat, termasuk di Sukabumi.
Padahal, pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan telah memastikan kebijakan terkait zero ODOL pada 1 Januari 2023 lalu. Namun ironisnya, zero ODOL tersebut ditunda rencananya hingga tahun 2025 mendatang.
Ketua Forum Warga Sukabumi atau FWS T Suherman Ahong mengatakan, berdasarkan informasi yang dirangkum FWS, jumlah kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Sukabumi yang tercatat pada 2021 terdapat 134 kasus kecelakan kendaraan bermotor yang mengalami peningkatan dari tahun 2020 hanya ada 118 kasus laka lantas.
"Sementara, untuk kerugian negara akibat kendaran ODOL sesuai pernyataan resmi dari Kemenhub itu, sektiar Rp 43 triliun. Negara harus mengeluarkan APBN untuk memperbaiki jalan rusak akibat aktivitas kendaraan ODOL ini," kata T Suherman pada Loka Karya Bahaya Truk ODOL bagi warga Sukabumi yang diselenggarakan Sukabumi Journalist Forum atau SJF di Sukabumi, Sabtu, 12 Februari 2022.
Aktivitas kendaraan ODOL ini, sangat berpengaruh dan mengganggu arus lalu lintas di Kabupaten Sukabumi. Lantaran, mulai dari jalur Sukabumi - Cibadak - Bogor, kerap sekali terlihat truk bermutan over load khususnya pengangkut AMDK (Air Minum Dalam Kemasan).
Padahal, sejak awal 2017 lalu Kemenhub telah menggemborkan dan mensosialisasikan bahwa Indoensia harus bersih dari kendaraan ODOL. Namun, karena tarik ulur dari kebijakan pemerintah dan intervensi dari para pengusaha, akhirnya sampai saat ini zero ODOL itu belum juga bisa diimplementasikan, salah satunya di Sukabumi.
Lebih lanjut Suherman menjelaskan, lalu lintas ini merupakan bagian dari hidup masyarakat Sukabumi. Pasalnya, dalam jalur lalu lintas ini dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan lainnya. Namun, dengan adanya aktivitas ODOL di Sukabumi, selain telah memicu kerusakan jalan dan menjadi biang kecelakaan.
Untuk itu, FWS berharap agar pemerintah dapat secara tegas dalam menegakan kebijakanya terkait memebrantas keberadaan ODOL . "Permasalahannya sudah jelas, jika terus seperti ini, maka kami akan menempuh langkah hokum seperti Class Action,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel atau KPBB Ahmad Safrudin menjelaskan, keberadaan Truk ODOL memiliki problem safety road dan berdampak besar pada beberapa aspek. Di antaranya, selain akan merusak usia jalan raya hingga menimbulkan kencelakaan bagi pengendara lalu lintas atau warga di sekitar lintasan ODOL.
"Untuk itu, keberadaan ODOL ini, harus jadi permasalahan yang harus menjadi perhatian. Di mana keuntungan muatan ini menjadi pertanyaan besar. Siapa yang menikmati hal tersebut, ini tentunya dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Terkait dengan ODOL ini, ujar Ahmad, bukan hanya truk air minum dalam kemasan saja, tetapi truk pengangkut barang, tanah, pasir, batu bara, cairan soda untuk dijadikan bahan campuran makanan, biji plastik, pakan ternak, bata ringan serta kendaraan tabung pun akan berdampak pada sisi grafitasi dalam ruangan kendaraan yang tersedia.
Bukan hanya itu, kelebihan muatan ini kerap menjadi keuntungan segelintir pihak, selain menganggu akeselerasi pengguna jalan, bahkan juga apek keselamatan, bahan bakar meningkat, menciptakan iklim yang meningkat karena emisi yang tinggi, pencemaran lingkungan yang mengakibatkan polusi dan menganggu pada aspek lain terhadap penyakti yang menjadi lintasan ODOL.
"Sebenarnya para pengusaha itu, tidak mengalami kerugian jika mereka mengangkut muatanya dengan normal. Namun, karena ingin meraup keuntungan lebih banyak, maka mereka telah menambahkan muatan pada truknya. Jadi, para pengusaha itu bisa melakukan zero ODOL ini, hanya saja mereka menghitung karena dengan ODOL banyak meraup keuntungannya," ujarnya.
Untuk itu, dirinya menilai bahwa pelanggaran ODOL saat ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan, namun memiliki implikasi pelanggaran pidana berat. Yaitu ketika akibat pelanggaran ODOL berdampak pada sulit dikendalikannya kendaraan, sehingga menimbulkan kecelakan fatal yang dapat mencederai dan bahkan menghilangkan nyawa orang lain.
"Implikasi pelanggaran pidana berat atas pelanggaran ODOL ini sudah sering terjadi. Ini menandakan bahwa kasus truk ODOL ini merupakan kasus serius dan tak boleh main-main," tegasnya.
Belum lagi, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan yang merupakan tindak pidana perusakan fasilitas umum. Kemudian Pencemaran udara akibat pelanggaran baku mutu emisi oleh kendaraan yang overload merupakan tindak pidana lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil penelitian KPPB sebanyak 60,13 persen armada angkutan AMDK gallon wing-box dengan estimasi berat kendaraan yang dioperasikan pada jalan raya Sukabumi – Bogor, MST 8 ton, konfigurasi sumbu 1.22, JBI 21.000 kg; memiliki kelebihan beban hingga 12.048 Kg atau 123,95 persen. Bahkan 39,87 persen sisanya memiliki kelebihan beban 13.080 Kg atau 134,57 persen yang artinya semua armada angkutan AMDK jenis ini melakukan pelanggaran ODOL.
"Kalau berdasarkan hitungan dan penelitian, setiap kali trip, para pengusaha ini untuk sekitar 8,7 uuta. Itu dari total kelebihan muatan, karena para pengusaha ini hanya membayar ongkos ke para pengemudi Rp 6,5 juta. Sementara angkutannya mencapai 21.768 kg yang seharusnya hanya 9.720 Kg. Iya, sekitar 124 persen kelebihannya, jadi produsen menikmati ongkos yang ditarik dari masyarakat tetapi tidak digunakan," jelasnya.
Untuk itu, KPPB sangat menentang keras bilamana ada keinginan para pengusaha menunda Zero ODOL sampai 2025 mendatang. Dirinya bahkan sudah berkirim surat ke kementrian terkait soal hal tersebut. Jangan sampai alasan kemacetan dan pandemi dijadikan alasan untuk menundak Zero ODOL.
"Kita jelas menentang, bahkan saya rekomendasikan ke Kemenhub segera dimulai razia Zero ODOL sejak Januari tahun 2021. Saya juga mendorong Kemenhub segera melakukan penegakkan hukum secara ketat dan efektif atas pelanggaran OOL yang dapat dimulai dari armada AMDK sebagai pelopor menuju Zero ODOL. Hal ini mengigat bahwa AMDK di Indonesia dikontrol oleh satu market leader yang menguasai 46,7 persen pasar nasional. Dan rencana warga Sukabumi melakukan langkah hukum pada pelaggaran Truk ODOL AMDK merupakan sebuah ikhtiar yang perlu didukung semua kalangan," pungkasnya.
SUMBER: SIARAN PERS