SUKABUMIUPDATE.com - Yayasan Cagar Budaya Nasional Pojok Gunung Kekenceng, LSM Tapak Sihung Padjajaran, dan Klinik Hukum Masyarakat (KLBHI), mendatangi Markas Kepolisian Resor Sukabumi Kota. Mereka melayangkan surat usulan pemeriksaan legalitas perusahaan tambang di gunung yang ada di Cireunghas, Kabupaten Sukabumi tersebut.
Ketiga pihak ini datang pada Rabu, 17 November 2021, meminta kepolisian memeriksa dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau UKL-UPL serta legalitas PT Muara Bara Indonesia yang beraktivitas tambang di Gunung Kekenceng di Desa Tegalpanjang, Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi.
Permintaan itu tertuang dalam surat bernomor: 31/Ycbn-Pgk/XI/2021 yang diterima Bagian Umum Kepolisian Resor Sukabumi Kota pada 17 November 2021 ini.
Ketua Yayasan Cagar Budaya Nasional Pojok Gunung Kekenceng Tedi Ginanjar mengatakan, pihaknya menolak eksploitasi penambangan dan menuntut beberapa dugaan tindak pidana dalam aktivitas itu segera diusut tuntas. Kegiatan tambang dan pengolahan batu andesit di Gunung Kekenceng sebenarnya dipersoalkan sejumlah pihak sejak April 2021.
Pada April 2021, pihak kepolisian telah meminta aktivitas di lokasi itu dihentikan sementara hingga duduk perkara kegiatan tambang yang dituding mengancam kompleks Hiroshima 2 tersebut mendapat kejelasan dari seluruh pihak. Namun kekinian, Tedi menyebut, eksploitasi tambang di Gunung Kekenceng kembali dilanjutkan PT Muara Bara Indonesia.
Lanjut Tedi, eksploitasi tambang di Gunung Kekenceng kembali dilanjutkan PT Muara Bara Indonesia atau MBI sejak sepekan yang lalu menggunakan alat berat. "Sedangkan proses penyelidikannya sampai saat ini masih diproses," kata Tedi kepada sukabumiupdate.com, Rabu.
Tedi juga mengungkap adanya dugaan tindak pidana lain dalam aktivitas eksploitasi Gunung Kekenceng. Antara lain gratifikasi dan perusakan pohon milik Gerakan Pramuka Saka Wanabakti Perusahaan Umum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan atau KPH Sukabumi, persekusi, perusakan ODCB Pertahanan Siliwangi, hingga dugaan penjualan tanah negara yang telah diswakelolakan oleh Desa Tegalpanjang kepada Pramuka Saka Wanabakti seluas kurang lebih 2 hektare.
"Kami akan terus mengawal proses kasus eksploitasi Gunung Kekenceng. Kasus eksploitasi pertambangan Gunung Kekenceng juga sedang dalam tahap pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat," ujarnya.
Baca Juga :
April lalu diberitakan, Gunung Kekenceng yang terletak di Desa Tegalpanjang, Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi, terancam aktivitas eksploitasi perusahaan tambang dan pengolahan batu andesit. Gunung yang berdekatan dengan Hiroshima 2 ini tengah dibongkar oleh perusahaan yang dipertanyakan perizinannya.
Kawasan Hiroshima 2 sendiri terletak di Kampung Pojok Tengah RT 18/05 Desa Tegalpanjang dan berjarak sekira 1 kilometer dari Gunung Kekenceng. Tedi saat itu menjelaskan aktivitas perusahaan tambang dan pengolahan batu andesit tersebut diduga tanpa seizin warga sekitar dan tidak memiliki dokumen UKL-UPL.
Terlebih di Gunung Kekenceng, kata Tedi, terdapat tanaman milik Gerakan Pramuka Saka Wanabakti Perusahaan Umum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan atau KPH Sukabumi yang tertuang dalam surat perjanjian pemeliharaan bersama dengan pemilik lahan yang dibuat pada tahun 2012.
Selain itu, Tedi menyebut di Gunung Kekenceng juga terdapat situs pertahanan Divisi Siliwangi/Tentara Keamanan Rakyat atau TKR Resimen III Sukabumi Batalyon 3 pimpinan Kapten Anwar yang sedang diteliti dan dikaji oleh Balai Arkeologi Jawa Barat; Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten; serta Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Sukabumi.
"Situs pertahanan tersebut sudah diakui dan akan dilakukan observasi lanjutan oleh Komando Daerah Militer atau Kodam III/Siliwangi melalui Kepala Pembinaan Mental Kolonel Inf. Luqman Arif," ungkapnya ketika itu. Ini termuat dalam surat dengan Nomor: B/100/II/2020 yang ditandatangani Kepala Pembinaan Mental Kodam III/Siliwangi Kolonel Inf. Luqman Arif yang diperlihatkan Tedi.
Bahkan pada 7 Januari 2020, utusan Pangdam III/Siliwangi yakni Mayor Kav. Eko Saiful Rahman dan tim dari Pembinaan Mental Kodam III/Siliwangi (Museum Manggala Wangsit Siliwangi) telah melakukan observasi ke kawasan cagar budaya Hiroshima 2 dan Gunung Kekenceng.
Hiroshima 2 dan Gunung Kekenceng menurut pengakuan Tedi telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019 sebagai kawasan cagar budaya.
Jauh sebelum itu, telah terbit Surat Keputusan Kepala Desa Tegalpanjang Nomor: 520/08/III Tahun 2013 yang berisi tentang pengukuhan lahan kering dan tanah negara yang ada di Desa Tegalpanjang menjadi kawasan lindung dan konservasi sisa-sisa pangkalan militer peninggalan Jepang di Kampung Pojok dan bekas markas pertahanan Siliwangi di Gunung Kekenceng menjadi kawasan cagar budaya.
Namun pada April lalu, Tedi menyebut justru ada sekira 3 dari 12 hektare lahan Gunung Kekenceng yang telah dibongkar oleh perusahaan tambang dan pengolahan batu andesit dalam rentang waktu tiga pekan. Penyelesaian persoalan ini sempat diupayakan dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah pihak pada Kamis, 8 April 2021 di kantor Desa Tegalpanjang.
Dalam pertemuan itu, perusahaan menjelaskan ihwal perizinan mereka kepada beberapa pihak yang hadir, antara lain Yayasan Cagar Budaya Nasional Kota Hiroshima 2 Pojok Gunung Kekenceng; pihak Kecamatan Cireunghas; Kepala Desa Tegalpanjang; Dinas Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral; Dinas Lingkungan Hidup; Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Sukabumi; serta unsur tentara dan kepolisian.
Saat itu reporter sukabumiupdate.com sempat diminta menunggu di luar ruang pertemuan. Berdasarkan rekaman suara yang berhasil didapat, PT Muara Bara Indonesia yang diwakili manajer operasional mereka mengatakan pihaknya telah menempuh prosedur perizinan yang ada. Bahkan dalam proses perizinan tersebut mereka mengaku mendapat luas lahan 9,2 hektare.
"Yang saya dengar, situs itu cuma ada di Kampung Pojok. Tapi kami kan bukan di Kampung Pojok, tapi Gunung Kekenceng," ucapnya. Ketika akan dikonfirmasi kembali soal hal itu usai pertemuan selesai, dia enggan memberikan penjelasan.
Sementara Kepala Desa Tegalpanjang Dadang Priatna mengaku seluruh proses perizinan tambang dan pengolahan batu andesit PT Muara Bara Indonesia dilakukan pihak perusahaan. Sehingga ia tidak memiliki arsip perizinan tersebut. "Perizinan adanya di pihak pengelola, di perusahaan. Karena dia yang megang seluruhnya," ucap Dadang.
Dihubungi terpisah pada April, Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi Suhebot Ginting menuturkan pihaknya telah mengeluarkan rekomendasi dokumen UKL-UPL perusahaan tambang dan pengolahan batu andesit tersebut pada 2017 dengan luas sekira 10 hektare karena saat itu warga mendukung kegiatan pertambangan di wilayah ini.
"Informasi awal dulu itu masyarakat di sana sudah disosialisasikan sangat mendukung dengan adanya kegiatan pertambangan tersebut," jelas Ginting.