SUKABUMIUPDATE.com - Keberadaan angklung karuhun atau dod-dog lojor sangat penting bagi warga adat banten kidul. Komunitas DBS atau Dunia Bambu Sukabumi menggali langsung riwayat dog-dog lojor ke abah Asep Nugraha pimpinan, Kasepuhan Sinar Resmi di Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, dalam rangka hari angklung internasional yang diperingati setiap 16 November.
Menurut abah Asep, Dog-dog lojor bentuknya sama dengan angklung tapi ukurannya lebih besar. Tinggi rata-ratanya 1 meter, bahkan ada yang lebih dan selalu dihiasi daun seel.
"Disebut Dog-dog lojor karena dog-dognya panjang," kata Abah Asep, pada Selasa, 16 November 2021.
Jika angklung sebagai salah satu alat musik khas Jawa Barat memiliki nada multitonal (ganda) maka Dog-dog lojor berbeda. Satu set angklung yang terdiri dari beberapa unit biasa mewakili tangga nada do re mi fa so la si do, pada Dog-dog lojor hanya ada 4 macam sesuai namanya.
Baca Juga :
"Setiap ukuran Dog-dog Lojor Kasepuhan Sinar Resmi ini memiliki nama berbeda, ada Gong-gong, Panempas, King-king dan Inclok. Setiap nama mewakili nada khasnya, jadi bagi do-dog lojor tidak ada doremi dan seterusnya," jelas Abah Asep.
Ia mengatakan, Dog-dog Lojor sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Proses pembuatannya pun tidak sembarangan, hanya di waktu-waktu tertentu saja, yakni di bulan Maulid atau Rabiul Awal dan juga di hari Rebo Wakasan.
Tradisi ini lestari hingga sekarang, termasuk memainkan Dog-god lojor hanya dilakukan pada hari-hari besar adat saja. "Kita mainkan saat Seren Taun, upacara tanam padi, panen, mipit, itu harus diiringi dog-dog Lojor sebagai alat musik dari Karuhun," ujarnya.
Bahannya dari alam yaitu bambu, tapi tidak semua jenis bambu bisa dibuat Dog-dog Lojor. abah menyebut bambu hitam, bambu tali, bahkan jika ingin lebih bagus dari Awi Leuweung alias bambu hutan, "lebih bagus suaranya lebih keras dan lebih halus."
"Diayun, memainkannya sama dengan angklung biasa. Tapi Dog-dog lojor gak punya nada Do Re mi Fa So La Si Do, yang ada itu Gong-gong, Panempas, King-king dan Inclok sesuai namanya," jelas Abah Asep Nugraha.
Keunikan dan makna dod-dog lojor bagi warga adat inilah yang membuat pegiat Dunia Bambu Sukabumi mendatangi kasepuhan Sinar Resmi untuk mengenal lebih dekat dengan angklung karuhun ini. Agus Ramdhan, Ketua umum DBS dan sejumlah anggotanya mencoba memainkannya Dog-dog lojor pada hari Angklung Internasional, Selasa (16/11/2021) kemarin.
Menurut Agus, selaku organisasi yang berkecimpung di bidang bambu akan berupaya melestarikan dan memperkenalkan kepada dunia tentang Angklung itu. Terlebih, Kasepuhan Sinar Resmi masuk dalam Ciletuh Palabuhanratu Unesco Global Geopark (CPUGG) atau lebih dikenal Geopark Ciletuh.
"Ini di Kasepuhan Sinar Resmi ada Angklung Dog-dog Lojor, ternyata ini sudah ratusan tahun dan masuk dalam kawasan Geopark Ciletuh. Kepedulian dari DBS ingin melestarikan supaya kelestarian tradisional ini supaya tidak punah. Angklung di Sinar Resmi dengan Angklung di tempat lain itu berbeda, di sini tidak ada nada Doremi, di sini mengandung syarat makna," kata Agus.
DBS sangat konsen karena alat musik ini juga mayoritas terbuatnya dari Awi atau Bambu. "Seperti kata Abah zaman dulu juga perlu hiburan, kesenian. Jika sekarang piano dan lainnya, maka warga ada di masa lampu memanfaatkan apa yang ada di alam untuk menciptakan nada," ucapnya.
Abah Asep Nugraha mengapresiasi dan mendukung langkah yang akan dilakukan DBS. "Bagus sekali, jadi masih ada yang peduli kepada kesenian karuhunan, kesenian keturunan, kenyataannya memang kesenian-kesenian yang diturunkan leluhur kita harus dirawat," timpal Abah Asep.